Pagi ini, kau terjaga dengan kepala berat dan tulang seakan lungkah. Jarum jam menunjuk angka sepuluh—angka yang terlalu tinggi untuk bisa disebut pagi. Rombongan orang yang berlalu lalang terpukau dengan gadis yang sedang duduk murung di taman itu, walau terpukau, mereka tetap tidak berani mengusik diamnya.
Salah seorang diantara dari sekian banyaknya orang yang hanya berlalu lalang itu, maka datanglah seorang Ibu yang memberanikan diri mengahampiri gadis itu, untuk menanyakan perihal apa ia seperti itu di hari ini, karena ia sudah mengulangi murungnya sejak tiga hari yang lalu.
“Hai… Nak mengapa kau nampak merenung seperti ini, sikapmu begitu mencolok sekali, kemari nak.” Ibu itu mengajak bicara ke tempat terdekat dari taman itu agar tidak terlalu menarik perhatian banyak orang. “Nak… Kenapa sayang? Apa yang terjadi padamu? Apa yang membuatmu seperti ini? Saya sering melihatmu duduk termenung di taman ini, kenapa nak?” Dengan segenap perhatian, Ibu itu tetap didiamkan.
Gadis itu tetap termenung, belum membuka mulutnya sedikit pun sejak memenuhi ajakan Ibu itu. Ibu tetap menunggu sampai gadis itu bicara, dengan keyakinan kuat bahwa gadis itu pasti akan mengajaknya bicara, ia tetap duduk di samping gadis itu sambil membaca Al-Qur’an di hp dengan suara lirih. Gadis itu mulai mengangkat tengkuknya, dan menatap Ibu yang sedang membaca. Ia menyentuh tangan Ibu itu dengan pandangan penuh harapan.
“Bu… Bisakah Ibu bantu aku?” Tanyanya. Bacaan Ibu terhenti, ia sengaja menghentikan di akhir ayat. “Bila bisa Ibu akan bantu dan bila sulit, Ibu akan tetap akan mengusahakannya, In Syaa Alloh.” Jawab Ibu dengan harapan dapat membantunya.
“Aku risau bu, Papah dan Mamahku berantem trus, terakhir tadi… Mamahku minta pisah dari Papah dan… Papah menyetujuinya, akhirnya Mamahku sekarang sedang mengurus gugatan cerainya. Aku pusing Bu… Memang Mamah tetap di rumah dan Papah pergi tidak lagi kembali. Tapi hari-hari yang kurasakan gelap Bu… Mamah malah terlihat seperti sosok yang tidak seperti biasanya, seperti kehilangan sebagian akalnya. Aku takuuut Bu… Sudah tiga hari aku tak berangkat sekolah. Aku takuut… Menghadapi hari-hari ini, semua tampak begitu gelap walau matahari tetap bersinar terang.”
“Nak… Kamu muslimah?” “Bukan Bu… Tapi aku Satiyem” “Oh baik… Kalau kamu mau, bisakah mengizinkan saya tinggal di rumahmu dalam beberapa hari?” “… E’… Bu… Aku pulang dulu ya, Mamahku sekarang pasti risau karena ketiadaanku dalam waktu lama.” Gadis itu lari dengan sangat kencang! Ibu yang sejak tadi di hadapannya tercengang. “Heeeiii naak!” Teriak Ibu itu. Tapi sia-sia ia telah lari begitu cepat, sangat cepat.
Angin bertiup dengan kencang, mengembuskan debu-debu taman yang tadi nampak ramai, hingar bingar, menjadi sepi seketika, mendung awan pun hadir. Ibu itu mengira “gadis” itu bukan seorang manusia, melainkan makhluk lain yang sengaja sedang menaruh jebakan yang sangat mencolok. Dengan rasa syukur, sangat bersyukur tadi menyempatkan membaca Al-Qur’an di sampingnya. Ibu itu pun mengingat kembali gelagat gadis itu yang tiba-tiba saja menghentikan bacaan Qur’annya, lalu memegang tangannya.
“Aneh! Anak zaman sekarang sungguh aneh! Tapi mengapa tangannya ‘dingin’ sekali, mukanya pucat, tatapan matanya kosong, rasanya dia seperti bukan manusia.
‘Allah-lah yang mencukupi (segala kebutuhanku) tidak ada illah yang berhak diibadahi dengan benar selain Dia, kepada-Nya aku bersandar. Dia-lah Rabb (yang menguasai) ‘Arsy yang agung.’
Ibu itu berpaling sambil mengucapkan sebuah dzikir, dan segera pergi dari taman itu. Taman yang tadinya sering dilihatnya ramai, bahkan terdapat seorang gadis yang termenung dan mengundang orang tuk datang. Kini taman itu berubah sepi, bahkan gadis itu pun tak nampak lagi. Kondisi taman yang tadinya nampak cerah dan memukau, sekarang menjadi suram dan kelam.
Cerpen Karangan: Halub Blog: Anginsubuh93.blogspot.com halub dari Cileungsi, tinggal di Masjid Darurrozaq sebagai pembantu masjid. Asal saya dari Tangsel-Pamulang. Blog: anginsubuh93.blogspot.com Ig: halubzih93 Email: suhailusaidkhudair[-at-]gmail.com