Decitan engsel jendela kamar mengejutkan lamunku, jendela itu terdorong angin perlahan hingga sedikit menutup dan berdecit nyaring. Aku yang saat itu terduduk di depan meja belajar tersontak dan spontan melirik ke arah jendela. Terlihat bayangan sesosok anak laki laki seumuran adikku seperti berdiri dibalik jendela.
Aku masih memandangi jendela itu, mengumpulkan keberanian tuk mendekati bayangan itu, tubuhku seakan terangkat tuk bangkit dan mendekati jendela. Aku pun bergerak mendekati jendela tersebut, bayangan yang semula samar kian jelas. Dan benar saja, ada seorang anak kecil tertunduk di balik jendelaku.
“Siapa kamu? Apa yang kamu lakukan disini?” bibirku spontan mengucapkan pertanyaan ganda, namun ia tak langsung menjawabnya. Anak kecil itu menyodorkan secarik kertas berwarna hitam dengan tinta putih mengisi permukaannya. Tanganku langsung meraup kertas itu dari tangannya yang kaku. Namun, setelah kertas itu berada di genggamanku, pandangan anak itu berubah. Semula yang matanya sayu dan tertunduk lesu, kini berubah menjadi sinis dan menatap dengan tajam.
“Jangan dibaca sebelum kamu diperintahkan untuk membacanya!” ucapnya tegas dan dengan nada yang dinaikkan satu oktaf. Aku terheran “T-Tapi, siapa yang akan memerintahkan aku tuk membacanya? Apa maksudmu?” Tanyaku terbata-bata. “Ia akan datang saat kamu memintanya datang.” Belum sempat kedua bibirku mengkatup menanyakan siapa yang akan kupinta tuk datang, sekelebat bayangan hitam menyelubungi sekujur tubuh anak itu. Seketika, anak itu menghilang serentak dengan hilangnya bayangan hitam tersebut. Rintik hujan gerimis menitik di tanganku yang memegang kertas hitam itu. Perasaan hatiku saat itu bercampur aduk antara takut, penasaran, dan keheranan. Apa yang terjadi jika aku membaca secercah tulisan ini sebelum aku diperintahkan tuk membacanya?
Aku tak mau ambil resiko, seketika kuselipkan kertas itu dibalik buku novel Harry Potterku yang berjudul Orde of Phoenix. Aku mencoba melupakan apa yang baru saja terjadi, dan beranjak keluar kamar berniat mengambil soda dingin di kulkas. Tapi saat aku keluar dari kamar, angin sejuk nan kaku seakan menerpa tubuhku. Suasana rumah ini tak seperti biasanya, cahaya lampu remang-remang menerangi sudut ruangan di rumah ini. Keadaan di rumah ini juga sunyi, tak seperti biasanya, kemana semua orang? Kemana Kak Astri? Kemana perginya Buk Jum? Biasanya mereka selalu bercerita dan tertawa bersama di kesenggangan waktu kerja mereka. Ayah dan Ibu sudah pasti tidak ada di rumah ini, mereka bekerja di kantornya dan baru akan kembali nanti sore.
Aku tak terlalu memikirkan keanehan yang terjadi, dan langsung menuju ke dapur untuk mengambil soda dingin, aku sangat haus, padahal waktu itu cuaca sedang mendung, dan beberapa tetes gerimis tampaknya sudah menitik di pekarangan rumah, dan sebagian mungkin juga terhempas diantara dedaunan.
Aku telah berdiri di depan kulkas dan langsung membuka pintu kulkas tersebut. Namun, isi kulkas itu kosong, biasanya banyak sayur-sayuran yang didinginkan di kulkas itu, banyak juga terpampang minum-minuman dingin, tapi saat itu isinya kosong layaknya kulkas baru. Aku terheran, dan pandangan mataku terfokus pada secarik kertas yang ada di lantai bawah kulkas 1 pintu itu, kertas itu berwarna hitam, pembayanganku langsung mengingat kejadian saat aku di kamar, aku tersontak, bukankah tadi kertas itu sudah kuselipkan di buku novel Harry Potter, lalu kenapa kertas itu bisa berada di sini? Aku langsung mengambil kertas itu dengan tanganku yang berkeringat dingin, spontan kubuka lipatan kertas itu, dan samar-samar tulisan di kertas itu mulai dideteksi kornea mataku, disitu tertulis “Bukankah sudah kukatakan untuk tidak membacanya sebelum ada yang memerintahkanmu untuk membacanya?”
Seketika, tangan dingin bercakar yang panjang keluar dari kulkas itu, mengarah ke tubuhku. Dan menyeretku paksa ke dalam kulkas, mulutku seakan terkunci tak mampu berteriak, seluruh tubuhku lunglai tertarik, aku tak bisa melawan! Pandanganku mulai gelap, dan saat aku tersadar, aku berada di kamarku, dan orang ramai berkumpul di sekelilingku. “Apa yang terjadi?” Tanyaku sambil memegangi kepalaku yang terasa sakit. “Kamu pingsan sejak tadi siang, dan baru tersadar sekarang” jawab ayahku spontan. “kenapa aku bisa pingsan, ayah?”, “kamu semulanya duduk di meja belajarmu, dan tak sadarkan diri karena menghirup kertas hitam yang kata dokter mengandung dimhetyl sulfone, zat kimia langka yang berbahaya, dan berasal dari tubuh mayat yang telah membusuk.”.
Cerpen Karangan: Farzein Rizky Fadhlani Mangunsong Instagram @farzeinrizky_ Farzein Rizky Fadhlani Mangunsong, sangat senang dipanggil Zein. Lahir 14 tahun yang lalu tepatnya pada tanggal 26 September di Kota Kerang, TanjungBalai. Si sanguinis yang kadang melankolis. Punya hobi bermain musik, menulis, dan menggambar. Bercita-cita menjadi seorang dokter bedah. Saat ini menjadi siswa di Madrasah Tsanawiyah Negeri Kota TanjungBalai. Si malas yang berkutat di Organisasi Siswa dan amatiran dalam hal bermain biola. Si dingin yang mencintai kehangatan. Si tukang marah yang benci dimarahi. Si kantong tipis yang hobi jajan. Jejaknya bisa dilacak melalui akun Intagram @farzeinrizky_. Kicauannya kadang terselip di akun Facebook Zein. Thanks!