Keira salah satu teman terbaikku. Kecantikan yang tidak ada duanya dan kepintaran yang dapat membuat semua hati lelaki dan perempuan berdebar. Ia blasteran Australia dan chinese Indonesia. Sepulang sekolah setelah Ekskul kami selalu minum-minum di bar dekat Blok M Jakarta Selatan. Walau kami belum 18 dan ber-ktp muslim, Keira mengenal pemilik bar sehingga kami diperbolehkan minum di Barnya terkadang itu juga gratis.
Anak seumuran kami datang ke bar dan club terkadang sangat mencolok. Mereka yang dewasa dan berpengalaman dapat mencium bau seorang bocah seperti diriku. Keira dengan kedewasaannya dapat dengan mudah membaur dirinya. Menurutku rambutnya yang pendek dan diwarnai membuatnya tampak cantik.
Dari semua kasus yang temanku tangani mungkin kasus pertama merupakan kasus dimana cerita ini harus dimulai setelah pertemuan kami di New York. singkatnya pada sore hari itu kami datang terdapat empat tamu yang mendahului kami, sebenarnya tiga tapi akan kujelaskan. Bisanya Keira dan dirikulah yang hanya berada di sini ketika Boss membuka Barnya. Boss menyuguhkan kami minuman yang biasa kami minum, Martini. Kami duduk di meja bar selagi empat tamu lain duduk di tempat yang berbeda.
Yang pertama seorang berambut pirang di ujung Bar menggunakan Polo berlogo dan celana pendek. Ia sepertinya meminum Bintang tetapi bisa terlihat bahwa dia telah menghabiskan beberapa botol bintang di mejanya. Seorang lain bersandar ke jendela di ujung, beretnis Tionghoa dengan kumis tipis. Bajunya kemeja rapi dengan celana panjang serta sepatu sandal. Bukanlah tipe yang biasanya terlihat di bar tetapi itu bukanlah hakku untuk menghakimi seseorang. Ia terlihatnya meminum Smirnoff dengan gelas sejernih itu pun terlihat seperti meminum air.
Yang ketiga terlihat anak Punk dengan rambut panjang dan tangan bertato. Menggunakan tanktop polos hitam, kalung militer serta celana jeans yang ketat. Tindikan di telinga dan jidatnya membuatku sedikit takut. Ia bermain billiard di belakang panggung Pole Dancing. Kemudian orang ke empat datang dengan baju seksi dan pakaian minim, celana pendek jeans dan baju yang menunjukan udelnya. Ia merupakan penari di sini akan tetapi diriku tak pernah dekat dengannya. Ia dengan cepatnya memeluk Keira dan memegang pinggulnya. Diriku berusaha menahan amarah yang kupendam melihat Keira dengan senang hati melayani dirinya. Kemudian ia mengatakan, “terimakasih yah Kei buat main-main kemarin, mungkin kau bisa mengajak temanmu yang imut” mereka memandangku dan diriku hanya melihat ke arah yang berlawanan dengan rasa kesal. Kemudian dengan pelan ia meninggalkan kami dan pergi ke ruang belakang.
Keira seperti memandang perempuan tersebut dengan senyum dan pandangan yang tidak bisa kujelaskan. Dia dengan mudahnya menyatakan bahwa diriku iri pada perempuan itu. Diriku tahu bahwa itu salah tetapi ku masih merasa kesal dan kuminum Martini Nya hingga habis untuk pembalasan. Diriku sendiri teler dan sudah merasa mabuk ingin muntah. Diriku pergi berjalan ke belakang dan menuju toilet selagi Boss dan Keira berbincang.
Setelah memuntahkan isi perutku di toilet, ku akhirnya dapat berpikir lebih jelas dan ku melihat berbagai kamar berdempetan. Tentu saja kamar itu untuk menarik orang VIP dan melayani jasa yang cukup intim. Tetapi kamar yang berada paling ujung terlihat menyala, membuatku berpikir mengenai penari yang datang lebih awal. Walau begitu bukanlah itu yang mengejutkanku, karena melihat pintunya terbuka dan membuatku berteriak melihat sang penari tergeletak dengan kepala berlumuran darah. Keira dan Boss datang menghampiri segera menelpon 118.
Keira mengecek detak jantungnya dan untungnya ia masih terselamatkan. Kami berhasil membawanya menuju ambulans, segera Boss menutup Bar dan Keira meminta ketiga orang tersebut untuk tetap di tempat. Ia menyatakan untuk menyelesaikannya di sini dengan Boss dari pada dengan polisi. Kami juga tidak mau membawa kasus ini menuju polisi karena korban terselamatkan serta membawanya akan membawa nama buruk bagi barnya Boss.
Keira meminta Boss untuk membolehkannya melihat kamar kejadian lebih lama. Keira menunjuk bekas darah di tempat tidur dimana kepalanya bersandar, genangan Air di ambang pintu serta darah di atas lubang mata pengait pintu. Setelah itu kami mewawancarai ketiga tersangka. Semuanya menjelaskan cerita yang sama, bahwa mereka pergi ke toilet dan melihat pintunya tertutup.
Yang pertama memperkenalkan diri sebagai seorang dosen yang datang dari luar dan hanya minum setelah bepergian dengan teman-temannya. Yang kedua seorang penjaga toko kelontongan dan ketiga merupakan biker yang sedang singgah. Diriku tak melihat bahwa diantara mereka bersalah. Terutama sang dosen yang bila kulihat Handphone Nya memiliki photo anaknya sebagai wallpaper.
Keira membisikan ke diriku bahwa dia sudah memecahkan misterinya. Setelah kami mendapat privasi, ia mulai menjelaskan terhadap diriku dan Boss setelah kami memberikan pendapatnya terhadap Keira. Menurutku sendiri orang biker itu merupakan yang salah karena ia yang paling terlihat bisa melakukan hal ini.
Keira menjitak diriku dan berkata, “kamu jangan meloncat ke konklusi begitu saja. Walau begitu kau memang benar, bahwa si bule tidak bersalah. Selain wallpaper di handphonenya, ia memiliki cincin, jadi dia bukanlah klien. Sedangkan dia juga terlalu mabuk untuk melakukan itu. Maka tinggal dua tersangka kita. Terus begini menentukannya, senjatanya yang ia gunakan masih ada di ruang Kejadian.” Boss dan diriku saling menatap dan mengatakan “ooooh”
Sepulangnya dari bar diriku bertanya pada Keira bagaimana ia mengetahuinya? Kemudian ia menjawab bahwa dia sudah mengetahuinya setelah melihat genangan air dan tempat gelas smirnoff itu kehabisan es. Diriku juga tidak menyangka bahwa ternyata orang punk itu adalah pacar penari tersebut dan yang menyebabkan kecelakaan ini adalah bapaknya si penari yang memiliki toko kelontong tersebut.
Kemudian diriku mulai bertanya pada Keira, “jadi apakah kau benar-benar melakukannya dengan penari tadi…” sambil ragu-ragu ku mengatakannya. “Kyln Ismail, kau tidak iri kan?” ia mengatakannya sambil berusaha melihat wajahku yang memerah “Tentu Tidak, aku tidak iri” sambil berusaha melihat ke arah lain menyembunyikan wajahku. Ia kemudian membisikan bahwa ia hanya bermain kartu bersama si penari. Itu membuatku makin malu dan menjongkok menutup wajah diriku bahwa diriku telah berpikiran kotor mengenai temanku sendiri.
“Sudahlah, kuantar kau pulang ok” ia melempar helmnya padaku dan diriku hanya bisa menjawab iya dengan kesal. Hari itu rasanya pelukanku lebih erat pada Keira, “lo bangsat tau” Dia hanya menjawab “tau kok” sambil tertawa kecil.
Cerpen Karangan: Ymir youtube.com/channel/UCYAK-3X57hzjIRVLBxXdSIA