Pada suatu pagi menjelang siang, Eko sedang sibuk bersih-bersih rumahnya. Tidak seperti biasanya, pagi itu ia terlihat rajin, karena biasanya jam segitu ia masih tidur. Televisi di ruang tengah dibiarkan menyala sambil ia mengepel lantai. Sesaat ia berhenti sejenak dan menolehkan kepalanya di sebuah pintu kamarnya yang tertutup, lalu ia lanjutkan lagi. Pandangannya yang terus tertuju pada pintu itu seakan menimbulkan tanda tanya besar, ada apa dibalik pintu kamar itu. Ia menggelengkan kepalanya dengan cepat, mencoba fokus agar tidak terlalu memikirkan kamarnya lagi.
Setelah mengepel lantai, ia mengambil sebuah gelas yang berisi teh di meja. Eko membuang teh yang masih tersisa setengah gelas, lalu ia mencuci gelas itu ke bak cucian. Saat mencuci gelas, pikirannya kembali tidak fokus, masih terbayang apa yang terjadi semalam di rumah ini. Semalam ia dan istrinya bertengkar hebat. Pertengkaran ini dipicu oleh kemarahan sang istri yang melihat keadaan Eko yang terlalu lama menganggur dan memiliki banyak hutang. Kata-kata kasar yang dilontarkan semalam masih terngiang dalam kepalanya. Dan malam itu Eko tidak tidur satu ranjang dengan istrinya, sebab istrinya menyuruh dia agar tidur di ruang tamu saja.
Sarung tangan kain yang ia kenakan basah kuyup terkena air saat mencuci. Setelah selesai mencuci gelas itu, Eko langsung keluar rumah sambil melepas sarung tangan dan kaus kakinya yang ia kenakan dari tadi, ia hendak pergi ke warung kopi tempat ia biasanya nangkring. Di warung itu Eko benar-benar tidak dapat menikmati sebatang rokok dan kopi hitamnya. Tatapannya kosong, wajahnya sedikit gelisah, dan ia hanya diam lama sendirian di warung kopi itu hingga sore. Adapun dia hanya mengobrol sekenanya saja dengan pemilik warung.
Sore pun tiba, ia segera pulang ke rumahnya. Di jalan ia kebetulan bertemu tetangga-tetangganya dan saling bertegur sapa. Sesampainya di depan rumahnya, Eko tidak langsung masuk ke dalam, melainkan menuju samping rumahnya. Ia mengintip lewat jendela kamarnya. Saat mengintip di dalam kamar itu, ia kaget bukan main melihat istrinya gantung diri dengan tali tampar yang diikat di lobang ventilasi diatas pintu kamarnya. Eko yang panik dan histeris berteriak minta tolong warga.
“Tolooong!” teriak Eko.
Teriakan Eko sontak membuat warga berdatangan. Warga yang datang langsung mendobrak pintu kamarnya dan tak lama setelah itu, datanglah polisi. Malam itu, polisi melakukan olah TKP dan tentu Eko sebagai saksi mata pertama sekaligus suami dari korban dimintai keterangan oleh polisi. Mertua Eko yang datang malam itu langsung naik pitam memaki-maki Eko hampir memukulnya, namun polisi disana berhasil menenangkannya.
Keesokan harinya, investigasi masih berlanjut. Polisi menemukan satu buah silet cutter yang tergeletak tepat di bawah tempat korban gantung diri dengan bercak darah di sisinya, diduga cutter itu digunakan korban untuk menyileti tangannya dulu sebelum ia menggantung dirinya, terdapat 5 sayatan di tangan kiri korban. Ditemukan juga racun tikus cair dan berbagai obat-obatan di dekatnya yang diduga digunakan korban untuk mengakhiri hidupnya. Dan yang terakhir ditemukan secarik kertas bertuliskan “Lebih baik aku mati saja!”
Perihal kronologinya, Eko menjelaskan sangat rinci kepada polisi terkait apa permasalahan rumah tangga yang sedang dihadapi selama ini. Ia menyodorkan surat-surat hutang yang ia miliki dan ia juga menyodorkan surat pemberhentian kerja dari kantornya sebagai barang bukti. Ia menjelaskan kepada polisi bahwasanya ia saat ini menganggur dan istrinya stress berat dengan itu semua. Eko juga bercerita, sebelum korban melakukan bunuh diri, dia sempat bertengkar hebat dengan korban. Tetangga Eko dan pemilik warung kopi langganan Eko juga dimintai keterangan oleh polisi. Mereka mengaku tidak tahu menahu perihal kehidupan rumah tangga Eko. Mereka hanya bisa memberi saksi dan keterangan bahwa sehari-harinya Eko sering terlihat berada di warung kopi langganannya. Tidak banyak penjelasan tentang karakter korban, korban hanya dikenal sebagai orang yang ramah dan baik.
3 hari kemudian, Case closed! Kesimpulan akhir dari polisi yaitu, kasus ini adalah murni kasus bunuh diri. Tidak ada sedikitpun tanda-tanda penganiayaan pada tubuh korban. Dengan adanya barang bukti berupa silet cutter, obat-obatan dan racun tikus cair, polisi membeberkan bahwasanya korban sudah kalap ingin mengakhiri hidupnya dengan tergesa-gesa. Berdasarkan reka ulang yang dilakukan tim kepolisian, korban memulainya dari menenggak racun tikus dan 7 butir kapsul secara bersamaan. Lalu korban menyayat tangannya sendiri dengan cutter. Dan tanpa panjang lebar, korban langsung naik kursi dan menggantung dirinya. Kurang lebih seperti itu.
Setelah kasus ini ditutup, pihak keluarga korban masih menyangkal dan mengatakan bahwa korban dibunuh oleh suaminya sendiri. Karena tidak ada bukti yang kuat dari pihak keluarga korban, hanya sebatas tuduhan lisan saja, maka pihak polisi tidak menggubrisnya. Polisi meminta keluarga korban agar bersabar menghadapi kenyataan yang dialaminya. Sorot mata tajam Aji, kakak kandung korban, tertuju pada Eko yang duduk di ruang tamu. Aji nampak kehabisan kata-kata untuk meyakinkan polisi disana. Memaki Eko sepertinya juga percuma.
“Awas aja kamu! Bentar lagi kamu yang mati. Dan hey, utangmu di aku belum kelar. Udah tau miskin gak ada kerjaan makanya gausah utang!” bentak Aji sambil menunjuk Eko yang sedang duduk.
Eko hanya memandang datar Aji yang marah-marah padanya. Tak lama, polisi pun langsung menyuruh orang-orang yang ada disana untuk meninggalkan rumah Eko.
Keesokan harinya, suasana kampung terasa rada sepi. Angin sepoi-sepoi ikut menyapu insiden kelam yang terjadi beberapa hari lalu. Eko di dalam rumah seperti terlihat linglung, mondar-mandir tidak jelas. Matanya terbelalak ketika melihat sebuah buku tulis sekolah dengan cover gambar Hello Kitty yang terletak diatas meja marmer kecil ruang tamunya. Ia segera cepat mengambil buku itu dan membukanya. Halaman pertama berjudul “Yuli”, nama istrinya. Ia membuka cepat halaman demi halaman dan pikirannya langsung kalang kabut flashback beberapa hari lalu.
Teringat saat ia memberi serbuk obat di minuman teh istrinya, karena dosis dan efeknya tinggi, sang istri yang minum teh sambil menonton tv langsung mengeluh pusing lalu tidak sadarkan diri. Seketika itu, Eko memasang sarung tangan dan kaos kaki untuk menghilangkan jejaknya, lalu membopong tubuh istrinya ke kamar. Ternyata skenario yang ia tulis dalam buku itu adalah rencana konspirasi besar agar sang istri terlihat bunuh diri. Dan ia juga menuliskan pertanyaan-pertanyaan yang dimungkinkan akan ditanyakan oleh polisi kepadanya walau sebenarnya banyak pertanyaan yang meleset tidak sesuai. Pada kenyataannya, ia tetap saja mampu menjawab semua pertanyaan polisi dengan sama sekali tidak terlihat mencurigakan. What a gimmick.
“bodohnya aku! Untung tidak ketahuan nih buku” gumamnya dalam hati.
Ia merobek naskah itu, meremas-remas dan membuangnya. Memorinya kembali teringat pada Aji yang mengata-ngatainya kemarin. Tangan Eko meraba-raba cepat mencari pulpen. Lalu di halaman barunya itu, ia tuliskan judul baru, “Aji”.
Cerpen Karangan: Deliar Noor Ikhsan Facebook: Deliar Noor Ikhsan