“Klik..” ada notice sms masuk ke hpku. Kuambil hpku yang tengah tergeletak di atas meja, dan benar dugaanku gajiku bulan ini telah ditransfer oleh pak Burhan. Pak Burhan adalah majikanku, beliau adalah pemilik rumah mewah di jalan Anyelir no 5. Rumah itu sangat mewah tepatnya 20 tahun yang silam. Aku masih sangat ingat dengan jelas kala itu aku datang ke kota ini untuk melamar menjadi penjaga di rumah pak Burhan.
“Pak, ini orangnya yang kemarin saya ceritakan ke bapak” ucap seorang pria bertubuh kekar “Oh iya” jawab seorang pria paruh baya yang tengah duduk di depanku sambil menikmati cerutu. “Kalau begitu saya kembali ke basement ya pak” ucap pria kekar itu “Iya silahkan” jawab pria paruh baya itu. Kemudian pria paruh baya itu menatapku lekat-lekat dari ujung kepala hingga ujung kaki.
“Siapa namamu, anak muda?” Tanya pria paruh baya itu “Azali pak” Jawabku singkat “Oh.. kau sudah pernah bekerja di tempat lain?” tanyanya lagi “Belum pak, baru kali ini saya melamar kerja” ucapku “Kau berasal darimana?” tanyanya lebih jauh “Dari kampung SekarAsri pak” ucapku “Di kampung kamu bekerja apa?” Tanya pria paruh baya itu “Setelah lulus SMP, saya bantu-bantu orangtua di sawah pak” jawabku “Berapa usiamu?” tanyanya berlanjut “Masih 17 tahun pak” ucapku “Kamu tidak melanjutkan SMA?” tanyanya lebih jauh “Tidak pak, orangtua saya tidak ada biaya lagipun di kampung saya masih belum ada SMA. Ya, daripada nganggur selama ini saya bantu-bantu bapak di sawah” ucapku “Kok ngelamar ke sini?” Tanya pria itu lagi “Saya ingin merubah nasib pak, siapa tahu kerja di kota penghasilannya lebih baik” jawabku
“Begini anak muda, kebetulan saya sedang membutuhkan tukang kebun untuk merawat halaman rumah saya. Kamu bersedia?” Tanya pria itu “Iya pak, saya mau sekali” ucapku “Ya sudah kamu saya terima kerja di sini, sekarang kamu ikut saya kenalan dengan pegawai-pegawai saya dan juga keluarga saya” ucap pria itu
Pria itu kemudian mengajakku ke sebuah tempat bernama basement tapi kalau kataku tempat itu mirip seperti rumah kecil. Di sana aku berkenalan dengan bu Murti si tukang masak, pak Hans si sopir sekaligus bodyguard dan mbak Is si tukang bersih-bersih rumah. Setelah itu kami menaiki tangga yang ada di dalam basement yang ternyata tembus ke dalam rumah megah itu. Wauuu, benar-benar rumah yang indah. Di dalam rumah itu ada aneka perabot mewah yang aku sendiri tidak tahu namanya tapi yang jelas itu semua perabot mahal. Di samping almari ada seorang wanita memakai daster pink yang tengah mengasuh seorang anak laki-laki tampan. Wanita itu ternyata bernama mbak Ayu dan anak kecil itu adalah cucu pak Burhan, namanya Bram.
“Yang tadi itu para pegawaiku dan sekarang kau akan kukenalkan dengan keluargaku” ucap pak Burhan. Pak Burhan kemudian menyuruh mbak Ayu agar memanggil semua anak pak Burhan ke Ruang mewah itu. Beberapa saat kemudian, di depanku sudah ada 3 orang wanita dan 2 orang pria. Pak Burhan kemudian berjalan menuju ke belakang mereka.
“Azali, inilah keluargaku. Yang sebelah kanan ini adalah Asmita, istriku. Ini anakku yang pertama yaitu Velita dan ini suaminya Yoga. Kalau yang ini Viona dan ini Rio suaminya Viona. Kalau anak laki-laki yang kau temui tadi itu adalah cucuku, anak dari Yoga dan Velita” ucap Pak Burhan dengan ramahnya “Iya pak” jawabku singkat terkungkung gerogi
“Mulai hari ini Azali akan bekerja di sini sebagai tukang kebun. Ingat, kalian harus memperlakukannya seperti pegawai-pegawai yang lain karena tanpa mereka kita tidak bisa mengurus rumah ini” ucap pak Burhan “Iya Papa” jawab mereka kompak. Kemudian mereka kembali melakukan aktivitasnya masing-masing dan pak Burhan mengantarkanku keliling rumahnya.
“Inilah rumahku, Azali. Sekarang sudah menjadi tugasmu untuk merawat halaman dan hewan peliharaanku. Oh iya, segala peralatan kebunmu ada di basement” ucap Pak BUrhan “Baik pak” jawabku
Pagi-pagi buta setelah sholat subuh aku mulai bekerja memotong rumput di halaman rumah Pak Burhan. Rencanaku, rumput yang telah kupotong akan keberikan pada kelinci dan rusa, tanpa banyak cakap aku segera mengambil peralatan kebunku lengkap dengan karung untuk wadah rumput. Satu per satu rumput telah kupotong dan kumasukkan ke karung yang kubawa. Kemudian karung itu kubawa ke kandang kelinci yang ada di tepi rumah sebelah kanan. Setelah itu, kulanjutkan memotong rumput di lain tempat namun yang jelas tetap di rumah pak Burhan. Rumput-rumput yang telah kupotong, kumasukkan ke karung untuk makanan hewan ternak pak Burhan. Begitulah kerjaku setiap hari, tanpa banyak kata menjalankan tugas dan ternyata cara kerjaku menarik hati pak Burhan.
“Bagaimana perasaanmu kerja di sini, Azali?” Tanya pak Burhan di suatu sore “Saya senang pak, rumput di tempat bapak banyak sehingga saya bisa sekalian merawat halaman juga memberi makan ternak” jawabku “Iya, saya juga suka dengan etos kerjamu. Kalau begitu terimalah ini gaji pertamamu” ucap pak Burhan sambil menyodorkan sebuah amplop padaku. “Oh iya, kau harus membuat atm untuk gajimu bulan selanjutnya karena gaji semua pegawaiku langsung kutransfer ke atm mereka masing-masing” ucap pak Burhan “Tapi saya tidak tahu cara membuat atm pak” ucapku “Nanti biar Hans membantumu” ucap pak Burhan “Baik pak” jawabku
Keesokan harinya pak Hans membantuku membuat ATM di bank terdekat dan seperti janji pak Burhan gajiku tiap bulan langsung ditransfer ke ATM. Gaji yang kuterima dari pak Burhan sangat besar bagiku. Bagaimana tidak, bocah kampung yang jauh dari keramaian digaji jutaan rupiah hanya untuk merawat halaman rumah orang kaya dan tak hanya itu setiap hari aku mendapat jatah makan 3 kali, kadang aku juga mendapat cemilan entah itu singkong rebus atau hanya sekedar pisang goreng. Dan di akhir tahun seluruh pegawai pak Burhan mendapat parsel juga baju baru. Jadi, tentu saja aku bisa memberi uang kedua orangtuaku di kampung agak banyak. Dan tak ayal juga setelah 8 tahun aku bekerja di tempat itu, aku bisa membeli rumah di dekat rumah pak Burhan.
Rumah yang kubeli dari hasil keringatku, amatlah kecil jika dibandingkan dengan rumah pak Burhan yan luasnya sekitar 1,5 hektar. Rumah kecilku terletak di jalan Matahari no 7, jaraknya sekitar 300 meter dari rumah pak Burhan. Jadi, setiap hari aku cukup berjalan kaki untuk bekerja di rumah pak Burhan. Kenikmatan itu kukira akan berlangsung lama namun ternyata sebaliknya.
Pagi itu, seperti biasa aku pergi bekerja setelah sholat subuh untuk memotong rumput dan merawat hewan ternak. Namun, sejak pagi kulihat keluarga pak Burhan tampak murung dan bingung. Bahkan masakan bu Murtipun utuh tak ada seorangpun yang menyentuh.
“Kok tumben bu, masakannya masih banyak?” tanyaku “Iya. Aku sendiri juga nggak tahu Al sejak tadi pak Burhan sekeluarga Nampak murung dan bingung” tukas bu Murti. “Memang apa yang dimurungkan bu?” tanyaku “Entahlah Al, urusan orang besar mungkin. Udah buruan makan gih” ucap bu Murti namun bu Murtipun juga Nampak murung. “Ibu lagi sakit?” tanyaku “Enggak kok, ibu cuman capek saja” jawab bu Murti singkat kemudian meninggalkanku entah kemana. Akupun segera menyantap masakan bu Murti yang aduhai enaknya.
Seusai makan, aku akan melanjutkan membersihkan kandang ternak dan menguras kolam. Seusai melaksanakan semua tugas, aku mandi dan segera sholat ashar. Tiba-tiba.. “Jadi benar apa kata Hans, kalau kamu sholat?” Tanya pak Burhan yang tiba-tiba berdiri di belakangku. “Iya pak. Sholat kan tanda terimakasih kita pada yang Maha Kuasa” jawabku enteng “Azali, setelah ini kami semua akan pergi. Aku hanya titip pesan agar kau selalu merawat halaman rumahku seperti biasa” ucap pak Burhan “Bapak mau pergi kemana?” tanyaku “Kau tak usah Tanya kami pergi kemana yang jelas kami pergi agak lama dan untuk gajimu akan kutransfer setiap bulannya. Kau mengerti kan?” ucap pak Burhan “Iya pak saya mengerti. Oh iya pak, barang-barangnya biar saya bantu menyiapkan” ucapku “Tidak usah Al, semuanya sudah siap kok” ucap pak Burhan “Oh iya pak kunci gerbangnya kan ada di saya” ucapku “Bawalah kunci itu agar kau mudah merawat halaman rumahku. Sekarang kau boleh pulang” ucap pak Burhan “Baik pak” jawabku
Keesokan harinya aku berangkat kerja seperti biasa namun aku sangat syok melihat rumah pak Burhan. Rumah itu sepi, Semua penghuni rumah pergi berikut dengan hewan peliharaan pak Burhan. Masak iya liburan bawa hewan peliharaan? Kan itu mustahil? Kucari ke seluruh rumah namun hasilnya tetap sama tidak ada dan anehnya mobil pak Burhan masih tetap parkir di garasi. Aku jadi semakin bingung akan kepergian seluruh penghuni rumah pak Burhan. Kemanakah mereka?
Kepulangan mereka selalu kunanti setiap hari namun tak satupun dari mereka yang pulang ataupun memberi kabar hingga tak terasa rumah itu telah ditinggalkan selama 20 tahun. Selama 20 tahun, aku hanya membersihkan halaman dan melihat-lihat ke sekeliling rumah masih tetap sama seperti 20 tahun silam. Kerusakan-kerusakan rumah satu-persatu mulai muncul, sebagai pegawai yang baik kutelepon pak Burhan namun tidak bisa dan anehnya setiap kali aku masuk ke halaman rumah pak Burhan tercium bau kemenyan. Waallahu a’lam bi showaf..
Cerpen Karangan: Hamida Rustiana Sofiati Facebook: facebook.com/zakia.arlho
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 18 Juli 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com