Kamu bebas menanyakan apapun tentang kota ini, terkecuali tentang hasil autopsi Nancy. Maksudku, hasil autopsi Nancy hilang, titik.
Nancy tidak mati dibunuh, sungguh. Tapi, tidak juga mati alami. Memang, tidak ada yang bisa menjelaskan kematian Nancy, kecuali hasil autopsi Nancy itu sendiri.
Nancy, seorang gadis yang selalu membawa payungnya menyusuri kota. Payungnya berwarna hitam. Penampilan Nancy, memang lusuh. Nancy juga kerap duduk tanpa alas di trotoar, sekadar memandangi keriuhan kota dan menelan kepulan asap kendaraan yang berseliweran sampai senja sedikit turun ke atasnya. Sekalipun tidak hujan, Nancy terus membawa payungnya ke mana sandal jepitnya berjejakan. Sampai pernah aku melihat salah satu sandal jepitnya putus, ia menepi dan mengotak-atiknya. Tidak dilanjutkannya langkahnya sampai sandal jepit itu bisa dipakai mengalasi kakinya kembali.
Kuku-kuku jari kakinya lusuh, banyak goresan, beberapa jari kakinya ada luka baru dan luka lama. Kalau sepintas lihat, Nancy ini seperti anak gelandangan, tidak punya tujuan, harapan, apalagi masa depan. Aku pernah bertanya pada Nancy tentang masa depan. Nancy mengernyitkan kening. Seolah, ia tidak pernah mendengar istilah ‘masa depan’. Mungkinkah dimensi waktu Nancy dan orang-orang di kota ini berbeda? Nancy sepertinya terbiasa menangkap sorot mata sinis orang-orang yang melaluinya. Tetapi, Nancy tidak sedikit pun merasa pedih karenanya, apalagi balas dendam, Nancy tidak pernah memikirkannya. Nancy hanya berpikir tentang payung dan sandal jepitnya.
“Di dalam hidup ini, aku hanya punya payung dan sandal jepit.” Ujar Nancy sambil membersihkan beberapa borok di kakinya. “Aku tidak punya waktu, apalagi masa depan. Apa itu?” Imbuhnya.
Nancy tidak tahu mengapa orang berseliweran setiap hari seperti dikejar sesuatu. Juga tentang sorotan mata jijik diarahkan kepadanya, dia tidak tahu apa sebabnya. Dia tidak tahu tentang borok-borok yang bercokolan di kakinya. Yang ia tahu hanya payung dan sandal jepitnya. Payung untuk digenggam, sandal jepit untuk dipakai di kakinya. Katanya, yang ia perlukan hanya berjalan sedapat mungkin, menggenggam apa yang dimiliki. Sehingga, tidak dikenalnya apa itu mencuri. Namun, semua itu justru menunjukkan bahwa, dunia ini mencuri definisi-definisi seorang Nancy. Tetapi, Nancy tidak pernah peduli. Setahu Nancy, ia tidak memiliki definisi. Definisi adalah miliki payung dan sandal jepit.
Jasad Nancy ditemukan tanpa payung dan sandal jepitnya. Sekujur tubuhnya membeku dalam sendu. Kota yang semula diwarnai lirikan kepada Nancy, kini tatapan-tatapan pengendara kota menjadi kosong. Kota ini kehilangan definisi, seiring Nancy pergi bersama dengan payung dan sandal jepitnya.
Sebab-sebab kematian Nancy sudah diselidiki, matinya memang alami. Sudah dipanggil Sang Khalik, jadi bukan karena belati atau hantaman kepalan jari, bukan juga diluncurkannya amunisi. Tapi, banyak yang menyanggah dan menyangka Nancy dibunuh. Apalagi setelah ditemukan sandal jepitnya bergelantungan di ranting-ranting pohon, dan kerangka-kerangka payungnya berserakan di jalan ketika mentari naik.
Tubuh Nancy ditemukan tengah bersandar di bawah pohon. Jari-jemari di tangannya tidak lagi menggenggam apapun. Kedua telapak tangannya merekah menyerah. Jari jemari kakinya mulai membiru dan mengundang lalat-lalat menghinggapinya. Nancy tahu, semua itu bukan miliknya. Dan tentang mengapa ia mati, Nancy juga tidak mempertanyakannya.
“Kamu bebas menanyakan apapun tentang kota ini, terkecuali tentang hasil autopsi Nancy. Maksudku, hasil autopsi Nancy hilang, titik.”
Nancy sudah pernah bilang, apa yang dimilikinya hanya payung dan sandal jepit. Hasil autopsi, bukan termasuk di dalamnya sehingga biarlah ia hilang, jangan dikejar.
Sukoharjo, 1 Agustus 2021. Pukul 10:51 PM
Cerpen Karangan: Debora Jessica Desideria Tanya
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 2 Agustus 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com