Di tahun ini. 2016, Gempi melamar Najmi Ulya, dalam kurun waktu seminggu. Mereka akan bersanding di pelaminan.
Najmi adalah alasan di mana semestinya Gempi berhenti berlari. Najmi segala hal yang ingin Gempi lihat dari seorang perempuan. Dia meluluhkan hati Gempi sebuas api melumat secarik kertas. Namun ada sesuatu peristiwa kelam yang membuat Gempi kehilangan dirinya sendiri untuk selamanya.
—
“AKU MAU KITA PUTUS!” DEEEGG! Dada kiri Gempi seperti dihantam gada. Pecah! Berserakan, tercerai-berai. “APAAA?! PUTUS?!” Gempi melontarkan pertanyaan. Laksana senapan mesin memuntahkan beribu proyektil. “IYAAA! BRENGSEK!!” Najmi menampakkan air muka yang belum pernah Gempi lihat sebelumnya. “SUMPAH! Aku gak ngerti salahku apa sayang?!” Tangan Gempi membelai air mata yang membelah sejoli pipi belahan jiwanya, namun perempuan itu menepis tangan Gempi. “Seumur hidupku, aku gak pernah sudi menikah dengan pengkhianat sepertimu.” Kata Najmi, bibirnya bergetar seakan tak sanggup menahan gempuran kekecewaan di hantinya. “Istighfar, sayang. Istighfar. Coba cerita salahku apa.” Najmi mengumandangkan Istighfar di dalam batinya. Setelah dadanya terasa lega ia mulai membeberkan cerita yang ia lihat kemarin. “Kemarin. Di depan mataku, Aku melihatmu sedang bermesraan dengan seorang perempuan. Dasar brengsek!” Gempi terperanjat hingga nyaris jantungnya menceletus ke aspal. Ini tidak benar seperti ada keganjilan yang mengelabuhi pandangan Najmi. Sebab dia tidak pernah berbuat seperti itu. “2 hari lalu. Aku melamarmu, enggak mungkin aku mengkhianatimu.” Gempi menurunkan pandangan ke arah jari manis Najmi yang manis. Dengan sekejap Najmi melepaskan cincin emas itu, lalu melesakan di dada Gempi. bunyi gemerincing cincin jatuh di lantai seperti nada sendu-getir menemani kepergian Najmi. Meninggalkan belahan jiwanya. Jiwa Gempi pincang.
—
“Assalamualaikum” Gempi berdiri mematung di depan daun pintu rumah Pi’i. “Walaikumsalam” Sahut Pi’i dibalik pintu. Sembari membuka pintunya lebar-lebar. Sendangkan Gempi merubuhkan tubuhnya di kusi kayu yang tertata rapih di teras rumah. Pi’i mengambil posisi duduk disamping pemuda yang hatinya tengah sekarat.
“Kenapa elo balik lagi ke rumah gue?!” tanya Pi’i. Pertanyaan itu membuat Gempi bingung. “HAAH! Kapan gue ke rumah lo?!” Gempi memperjelas pertanyaan Pi’i yang tidak semestinya dia alami. “30 menit yang lalu” “Enggak mungkin, 30 menit yang lalu. Gue masih di rumah.” “Gue juga enggak percaya. Kalau yang dateng ke rumah gue. Itu elo.” “Terus siapa dong?!” Prasangka mereka segawat. “Ada makhluk yang menyerupai diri elo Gem.”
“Tolong! Bantu gue, gara-gara masalah ini. Gue diputusin Najmi, dan dianggap pengkhianat.” Di detik berikutnya dengan seksama pandangan mereka beralih ke arah pekarangan rumah. Di sana Gempi melihat Jaka berdiri menatap ke arahnya dengan sinar mata penuh dendam. Jaka adalah kakak kandung Najmi. Mungkin Jaka tidak terima sang adik dipermainkan layaknya boneka barbie.
“GEMPIIIII” Teriakan Jaka melengking tajam seperti tombak menusuk-nusuk telinga Gempi. Tanpa pikir panjang Jaka mengayunkan kakinya ke arah Gempi yang masih duduk di situ.
Di detik berikutnya, Jaka menghentikan langkahnya tepat berada di hadapan Gempi. Pandangan mereka saling terpaut dengan pendaran yang berbeda. “DASAR BAJINGAAAN!!!” secepat kilat Jaka melesakkan telapak kakinya telak dibagian dada Gempi. Hingga tubuh Gempi menggelimpang di lantai dengan posisi katup mata tertutup rapat dan bibirnya mengerang. Akibat hantaman keras itu. Dada Gempi terasa sesak! Dibuatnya.
“Gemmmpi?! Gempiiiii?! Heiii …” Teriak Pi’i. Gempi mendengar itu posisinya masih celentang. Secepat kilat dia mendelikan matanya. “ASTAGFIRULLAH” Tak ada Jaka dihadapannya. Lagi-lagi Gempi terperanjat hebat. Keringat dingin mengucur membasahi kausnya. Napasnya menderu. Benar Gempi baru saja berhalusinasi. “Elo Kenapa Gem?!” Pi’i heran apa yang dialami Gempi barusan. “Gue baru berhalusinasi, Jaka nendang dada gue.” Gempi menghela napas panjang-panjang. “Makhluk itu bisa mengelabui pikiran elo. Hingga membuat halu. Kejadiannya sama persis yang dialami Najmi. Ngeliat elo dengan perempuan lain.” Pi’i menjawab hal yang sulit dengan cara yang sederhana. Itulah simbol kecerdasannya.
“Oya, sewaktu makhluk yang mirip sama elo bertemu dengan gue. Dia kasih ini” Pi’i mengocek saku dalam-dalam lantas mengeluarkan cincin emas yang melingkar di tangan Najmi. Gempi berigidik ngeri melihat cincin yang sekarang ada pada Pi’i. Padahal cincin itu. Gempi simpan di dalam saku celannya.
“Elo dapat cincin ini dari mana?!” Pi’i mendesaknya. “Seminggu lalu, pada saat gue ke luar kota. Gue ngambil cincin itu dari tempat keramat.” “Terus cincin ini. Elo buat ngelamar Najmi?!” “Iya, gue nyesel banget.” Gempi tertunduk pilu. “Elo jangan ngambil apapun kalau bukan hak elo. Elo harus kubur cincin ini. Tetapi waktu yang sudah terbuang. Tidak mungkin bisa elo miliki lagi.” kata Pi’i diplomatis. “Gue bakal ngikutin perintah lo. Tapi gimana caranya biar Najmi bisa percaya lagi sama gue?!” Gempi mengangkat dagu. Sorotan matanya menangkap cincin emas yang tergeletak di pertengahan meja.
“Kalau masalah elo dengan Najmi. Biar gue yang urus. Tapi gue enggak janji ya.” kata Pi’i berat hati. Sebeb dia tidak pernah bisa memutar waktu mundur kebelakang. Seraya tangan Gempi mencengkram cincin yang membuat hidupnya menjadi kelam. Sekelam kelamnya.
Sinar matahari di siang itu, mengguyur tubuh Gempi yang berada di halaman rumah. Ia tengah memacul tanah mereh merekah. Selang 10 menit kemudian. Kedalam tanah lumayan dalam cukup untuk mengubur benda yang berada di sakunya. lalu Gempi menaruh cincin keramat yang sudah dibalut kain kafan ke dalam liang. Sesekali ia mendengar suara rengekan anak kecil dari atas sana. Terkadang terdengar seperti seruan memanggil namanya namun, terdengar samar. Dia tidak menghiraukannya.
Gempi mulai menarik-narik paculnya melongsorkan tanah hingga masuk kedalam lubang. Sembari berharap semua petaka kelam yang mengganggu hidupnya terkubur dalam-dalam. Menyatu bersama alam.
Gempi menginjak-injak permukaan tanah agar tanah menjadi padat. Itu bertanda kalau ia sudah selesai melakukan hal metafisika. Setelah itu Gempi menghampiri kendaraan roda dua yang terparkir di area perkarangan. Gempi bergegas menju ke rumah belah jiwanya. Mungkin di sana Pi’i sudah mengais solusi tentang kesalahan pahaman yang membuat retakan dalam hubungan asmaranya.
Di dalam perjalanan. Gempi menepi menghentikan laju kendaraannya di sebuah SPBU. Selepas mengisi bahan bakar yang cukup untuk melanjutkan perjalanan. Gempi menyodorkan uang lima puluh ribu kepada petugas, tetapi ditolak mentah-mentah.
“Hahahaha. Mas jangan bercanda..” “Bercanda maksudnya apa, saya tidak paham?!” “Di tahun sekarang. Duit ini sudah tidak laku. Mas.” “Saya kemarin lamaran pakai uang seperti ini.” “Sudahlah Mas, kalau enggak punya uang. Bayarnya lain kali saja. Gak apa-apa.” “Oke. Besok saya datang lagi. Terima kasih ya.” Gempi langsung menancap gas. Kejanggalan yang ia alami semakin aneh dan nyata.
Di sisi lain… Tangan Najmi membelit erat-erat tubuh seorang lelaki. Secepat itukah Najmi berpaling ke lain hati? Memberangus seluruh kenangan terindah yang ia buat bersama Gempi. Di dalam pelukan, air mata Najmi berlinang membelah lesung. Seakan pria itulah yang sanggup menutup luka-luka menganga di hatinya.
Tidak makan waktu terlalu lama. Gempi pun sampai di kediaman rumah Najmi, Saat ia turun dari kendaraan. Pandangan Gempi tak lepas mengurung bocah yang memakai kupluk merah maroon. Bocah laki-laki yang berumur 7 tahun itu sedang menikmati kolak ubi. wajahnya setali tiga uang dengan Najmi. Aneh, ia kali pertama mengetahui ada seorang bocah di dalam keluarga Najmi.
Rasa penasaran bercokol di kedua kaki. Gempi pun mengayunkan kaki. Dengan perlahan-lahan Gempi mendekati bocah tanggung yang duduk di kursi. “Hei, Adik.” Sapa Gempi. Semakin ia mendekati sang bocah. Gestur badan Gempi bergetar. Entah petaka apa yang akan ia lalui. Setelah mengetahui hadirnya bocah itu. “Om siapa ya?” Tanya bocah berkupluk merah maroon. “Nama aku Gempi, kamu siapa?!” Gempi memasang nyali untuk mendengar jawaban. Tetapi nyalinya dikalahkan dengan dirasuki hawa tegang. “Namaku juga Gempi. Salam kenal ya. Om” Tatapan Gempi nyalang menatap bocah yang mewarisi wajah Najmi. Gempi menghentikan langkahnya. Bibirnya membisu seperti dijahit dengan bentang pancing. Ia hanya melongo, dan Gestur badannya semakin bergetar hebat.
“Oh, Najmi ada. Dik?!” Gempi menahan napasnya. Seolah melawan serangan kejanggalan lain. “Bunda ada kok, di dalam.” DEEG! Pernyataan itu membuat dada Gempi semakin teriris, tersayat-sayat sebelah pisau dalam bentuk uraian kata.
Tanpa membuang waktu. Gempi menghentakkan kakinya. Meninggalkan Gempi kecil. Gemelutuk sepatunya menjejaki teras rumah. Ia ingin mengetahui lebih dalam apa yang terjadi dengan kehidupannya. Seketika ia menghentikan langkahnya. Dagunya terangkat. Retinanya menyapu keadaan sekitar yang sudah berubah derastis. Dan Gempi melabuhkan pandangannya kepada perempuan yang tidak asing baginya.
“GEM …GEMPI.” Suara Najmi menggeragap seperti ada silet yang tersangkut di lehernya. Ia nyaris tidak percaya Gempi hadir secara mendadak di daun pintu.
Di sana Gempi bergeming. Tangisannya yang paling nelangsa pecah tanpa jeritan. Gempi hanya bisa menatap wajah belah jiwanya yang kini sudah menua. Umurnya pun bertambah 15 tahun. Bahkan yang paling menyedihkan lagi, Najmi sudah dimiliki lelaki lain.
“Kamu kemana saja, sudah 15 tahun kamu menghilang tanpa kabar.” Najmi tak mengidahkan pandanganya ke wajah Gempi yang tidak berubah sedikitpun. Gempi terperanjat hebat. Ia yakin kalau saat mengubur cincin emas. Membawanya masuk ke alam lintas dimensi, dan terkurung di matras gaib. Di sana waktu bergulir sangatlah lambat. Pada saat Gempi terpelanting ke alam nyata. Dia harus membayarnya dengan waktu 15 tahun.
Gempi membuktikan sesuatu kalau dia terkurung di matras gaib dan lintas dimensi sungguhan ada. Perlahan-lahan, Gempi mengangkat pergelangan tangan setinggi dadanya, Gempi terbelalak. Pada saat melihat angka 2021! Tergambar di jam digital bututnya.
Gempi teringat ucapan Pi’i yang sanggup memekakkan di ruang kepalanya. “Waktu yang sudah terbuang. Tidak mungkin bisa elo miliki lagi.”
Gempi kehilangan belahan jiwanya. bukan hanya itu, dia juga kehilangan dirinya sendiri untuk … Selamanya.
Jiwa Gempi lumpuh!
Cerpen Karangan: Faisal fajri IG: @xfaisalfajrix Faisal fajri. Hanya sebuah titik kecil dari jutaan galaksi. Thanks to: ALLAH SWT, SKS dan teman sepermainan.
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 18 Agustus 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com