[Hello kapten, Bagaimana pertandingannya? Ku harap lancar yaa …]
“Siapa Zak?” Zak menyodorkan ponselnya, “seperti biasa.” “Dia lagi? Darimana dia tau tentang pertandingan ini?” “Zak gue rasa lo harus cari tau siapa orang ini. Siapa dia.” “Caranya?” Zak menatap temannya itu dengan tatapan bertanya.
Belum temannya menjawab, sang pelatih tiba-tiba muncul. Berucap sesuatu, “ayo semuanya kita mulai.” Membuat Zak dan teman-temannya bersiap memulai pertandingan, diawali pemanasan tentunya.
“Baik kita mulai pemanasan, silahkan kapten Zak memimpin.” Semua teman-teman Zak sontak tertawa dengan ucapan sang pelatih, sedang sang kapten menggeleng mendengarnya.
“Satu … dua … tiga … empat …” Semua kompak menghitung, dengan semangat 45. Yeah!
—
“GOOLL!!”
“Yeah, tendangan lo emang manjur banget.” “Cakep emang kapten kita nih.” Semua bertos ria, setelah tendangan dari Zak masuk ke gawang. Padahal waktu menunjukkan 3 menit lagi sebelum suara peluit terdengar.
“Selamat bro buat tim kalian, sukses terus ya.” “Yoo thanks Ndra.” Zak membalas kepalan tangan dari Andra, kapten lawan. “Kalo gitu kita duluan. Sampai jumpa Zak. Semuanya kita pamit ya.” Ujar Andra sembari menyampirkan ranselnya.
“Eh Zak mau makan-makan ga?” Drian yang merupakan kiper bertanya. Zak mengangguk, “boleh juga. Kalo semua setuju kita di CAFE’S aja. Entar malem jam tujuh. Pulang dulu. Istirahat.” Semua mengangguk menyetujui. “Oke nih. Otw chat aja di WhatsApp.” “Ya udah entar malem. Gue duluan ya, semua.” “Ati-ati kapten.”
Zak memarkirkan motornya di garasi, kemudian membuka pintu rumah. Kenapa sepi gini? Kemana orang rumah? Di saat dirinya bingung, terdengar suara notif dari ponselnya. Itu chat dari dia …
[Hello kapten, Selamat atas kemenangan tim. Selalu menjadi pemenang:]
Zak menaikkan alis, “darimana dia tau?” Kemudian jarinya mengetik jawaban … (Terima kasih untuk ucapan selamatnya, tapi darimana kamu tau?)
Sembari menunggu balasan, Zak masuk ke dalam rumah. Cowok itu berjalan menuju dapur, mengambil air putih. Dan saat membuka pintu kulkas, mata coklat susu miliknya melihat -menemukan- sesuatu.
Selembar kertas berisi tulisan: “Mama dan papa pergi keluar kota Zak, urusan bisnis. Kami akan pulang 3 hari lagi. Jangan jadi anak nakal, okey? Tertanda mama cantik dan papa ganteng.”
Zak menggeleng setelah selesai membaca tulisan itu. Ini pasti ulah alis kerjaan orangtuanya yang agak err … aneh.
Cowok itu mengambil gelas, mengisinya dan menghabiskan isinya dalam 3 kali teguk. Zak melirik ponselnya, pesan dari dia belum ada. “Ouh mungkin aku harus mandi.” Gumamnya kemudian.
—
“Woy Zak, duduk dong kapten. Macet gak jalannya?” Zak duduk di tempat yang disediakan, “biasa Jakarta. Oiya btw, gimana caranya gue cari tau tentang dia?” lanjut Zak menatap satu-persatu temannya. “Dia ngechat lo? Pake apa, WA?” Zak mengangguk. “Coba deh send nomernya ke gue. Entar gue tc dia.”
“Gimana? Di bales?” “Cuma centang dua abu-abu.” Jawaban dari Drian membuat Zak menghela napas. Lalu ting! Terdengarlah suara itu. Zak mengambil ponselnya, tanpa sadar dirinya tersenyum. Sang kapten sepak bola itu menaikkan alis heran, melihat gambar yang dikirim oleh dia. Seperti biasa terdapat tulisan khasnya, hello kapten.
[Tentu saja aku tau. Ngomong-ngomong sedang berkumpul bersama tim ya? Ouh ya aku lupa menulis ini, hello kapten.]
“Gila, darimana dia tau?” “Serius nih? Foto kita.”
Yang lain mengerumuni sang kapten, membuatnya berdecak. “Woy, gue ga bisa nafas nih!” “Sejak kapan dia sering ngechat elo? Udah lama?” Zak mengangguk, “setelah 1 bulan gue jadi kapten tim ini.” Sontak semua ternganga. “Itu berarti 4 bulan yang lalu.” “Serius lo ga becanda kan?” Zak menggeleng. “Menurut lo dia cewek?” Zak mengangkat bahu. “Mungkin.”
“Yaa, kapten kita punya secret admirer, cieeee …” “Yee mana ada ada secret admirer ngechat WA.” “Loh ada. Ini buktinya.” “Secret admirer tuh ngirimnya surat tanpa nama.” “Udah ga jaman kali. Sekarang tuh chat WA, pake IG, FB,dll.” Zak hanya menonton, dalam hati berucap sesuatu. Gue yang dichat, kenapa mereka yang ribut?. Gerutu Zak mendengus dalam hati.
Sedang di bagian kanan dekat pintu masuk, seseorang menatap Zak dan teman-temannya. Seseorang itu mengambil ponsel kemudian mengetik sesuatu di aplikasi chat berwarna hijau. Tersenyum diam-diam, “itu aku kapten.” Gumamnya pelan.
Seseorang itu beranjak saat sadar bahwa sang kapten memperhatikannya dengan tatapan heran. Raut wajahnya terlihat penasaran. Tersenyum simpul pada Zak lalu beranjak melangkah keluar cafe.
[Hello kapten, Terimakasih karena mengijinkan ku agar selalu mengirim chat kepadamu. Kamu tau kapten? Aku bahagia dapat melihatmu hari ini. Dan maaf, jika selama ini aku mengganggu. Salam ku, A]
Meninggalkan sang kapten yang terlihat heran. Cowok itu memegang ponsel, selesai membaca chat dari dia. Ada banyak pertanyaan di benaknya.
“Siapa A?” “Kenapa dia menulis kata terima kasih dan juga meminta maaf?” “Apa ini … ucapan selamat tinggal?” Zak tertegun, “tapi untuk apa?”
Seminggu kemudian … Zak menjatuhkan dirinya di bangku penonton, sang kapten itu menghela nafas mengedarkan pandangan melihat para teman-temannya yang sedang berlatih. Dengan semangat.
“Woy kapten, jangan bengong!” Itu Nicol yang berbicara sang penyerang. “Apa yang Zak pikirkan?” Nicol saling melirik eh maksudnya Nicol melirik temannya yang lain. Cowok itu berlari ke arah Zak yang masih melamun.
“ZAK GUE TAHU SIAPA SI PENGIRIM ITU.” “Hah? Siapa?” Zak hampir terlonjak dari duduknya. Nicol yang tadi berucap tersenyum jahil, wajah usilnya terpasang. “Ciee jadi dari tadi kapten kita mikirin si pengirim.” Zak yang tersadar telah dibohongi menjitak kepala Nicol keras. “SAKIT WOYY!”
Mengabaikan Nicol yang sedang mengelus-elus kepalanya, Drian duduk di samping Zak, “lo gapapa kan kapten?” Sang kapten menggeleng. “Apa ada masalah?” tanya Drian lagi. “Apa kita ikut turnamen atau pertandingan dalam waktu dekat?” Zak malah bertanya, Drian menaikkan alisnya. “Ya, 10 hari lagi kita ada turnamen kejuaraan antar sekolah se-Jakarta Selatan. Menurut gue masih ada banyak waktu buat latihan, kita punya waktu yang cukup, semoga.” “Kenapa memang?” tanya Drian lebih lanjut. Zak menggeleng, melirik ponselnya. “Dia ga pernah ngirim chat lagi ke gue. Dan gue rasa …” Zak tak melanjutkan ucapannya, cowok itu menatap ponsel -yang ia pegang- yang kini berbunyi. Tanda notif muncul. Itu dari dia.
[Jl. Casablanca, Menteng Dalam, Tebet. Jika kau penasaran atau ingin tau, pergilah ke alamat itu. Aku menunggumu Zak.]
Dengan segera Zak beranjak, menyampirkan ransel berisi pakaian ganti lalu berlari ke arah toilet yang tersedia. Semua memandang sang kapten dengan heran. Kemudian ternganga karena belum ada 5 menit Zak telah kembali. Menggunakan celana jeans biru panjang dan sebuah kaos putih lengkap dengan jaket kesayangannya. “Gue duluan, sorry …” Zak berjalan keluar dari lapangan menuju parkiran tanpa menunggu jawaban dari teman-temannya.
Zak memarkirkan motornya tepat di samping pintu masuk. Cowok itu menggeleng, agak merinding saat menyadari bahwa TPU alias Tempat Pemakaman Umum- lah tujuannya.
“Maaf Pak, apa boleh saya parkir di sini?” Sang kapten mendekati seorang pria paruh baya, tersenyum ramah. Pria itu menoleh, meletakkan cangkir kopinya. “Tentu Nak, pasti kamu mau menjenguk gadis itu ya.” “Terima kasih Pak.” Zak mengangguk walau tak mengerti atau tak tau siapa yang dimaksud dengan ‘gadis itu’.
[Jika kau telah sampai, berjalanlah lurus lalu belok kiri. Aku ada di sudut kanan …]
Walau heran Zak tetap menuruti pesan itu. Sang kapten kini ada di TPU Menteng Pulo 1, Jakarta Selatan 12960 yang terletak di Jalan Casablanca, Menteng Dalam, Tebet. Seperti yang tertera di pesan sebelumnya.
“Sudah datang ya …”
Rupanya telah ada yang menunggu Zak. Seseorang bercelana jeans dengan baju coklat tua. Zak menatap seseorang itu kemudian beralih menatap sebuah gundukan tanah yang masih merah.
“Andra?” Zak terperangah, ia tak menyangka bahwa seseorang itu adalah Andra, kapten tim lawannya. Andra tersenyum, tanpa merubah posisi cowok itu berkata, “ya ini gue …” Zak ikut berjongkok, bertanya pelan. “Siapa?” “Namanya Andara, dia adik gue. Saudari kembar gue.”
Tanpa Zak bertanya, Andra bersedia untuk bercerita. “5 bulan lalu, Andara didiagnosis terlena gagal ginjal. Waktu gue, mama, papa, tau tentang itu kami semua berusaha memberinya semangat. Karena Andara sempat drop dia patah semangat. Tapi … engga setelah ketemu lo Zak.”
Andra menatap nama adiknya itu, tersenyum. “Satu bulan setelah dia dirawat, gue ajak dia jalan-jalan walau cuma ke taman kota yang deket rumah sakit dimana Andara dirawat. Lo inget Zak?” Zak terdiam, pikirannya menerawang jauh waktu itu …
FLASHBACK ON Setiap sore Zak mempunyai kebiasaan baik, bersepeda bersama teman setim. Biasanya dari rumah tempat mereka berkumpul sampai taman kota. Di sana memang tersedia jalan khusus sepeda dan pejalan kaki.
“Istirahat dulu woy, cape gue.” Salah satu teman Zak berucap lantang membuat pengunjung lain menatapnya heran. Sedang Nicol yang tadi berucap hanya nyengir. Zak memarkirkan sepedanya di bawah pohon rindang tempat mereka melepas penat.
“Loh Andra?” Itu yang berucap Drian, menyadari seseorang yang berjalan melewati mereka merupakan kapten tim lain. Andra menoleh, tersenyum ramah. “Kalian di sini?” Zak tak memperhatikan Andra namun tatapannya malah mengarah ke seorang perempuan yang di samping Andra. Perempuan itu mendongak, merasakan tatapan seseorang. Lalu kedua netranya bertabrakan dengan netra milik Zak. Membuat kapten itu sedikit terpaku.
“Sorry nih semua gue harus cabut. Kapan-kapan kita kumpul bareng deh, bye semua.” Ucap Andra setelah melirik jam tangannya. Kemudian cowok itu menoleh ke arah Zak. “Gue duluan kapten.” Zak mengangguk, dibenaknya tersimpan sesuatu, siapa perempuan berwajah pucat itu. FLASHBACK OFF
“Kenapa lo tiba-tiba izin pergi?” Tanya Zak kemudian. Andra menghela nafas. “Waktu itu sebentar lagi jadwal Andara cuci darah.”
“Lo tau kapten?” Andra menoleh, “Andara tanya tentang elo ke gue. Dia tanya ini, ‘bang Andra cowok kemarin itu siapa? Yang dipanggil kapten.'” Andra menirukan kalimat adiknya, “gue jawab ‘oh itu temen abang, kenapa?’ Andara tanya lagi ‘namanya siapa? Abang tau ga?’ Gue jawab ‘ya namanya Zak, panggilannya kapten Zak.'” “Sejak saat itulah Andara mulai punya semangat untuk hidup. Dia ga perlu dipaksa untuk minum obat. Dia bahkan ga takut lagi dengan cuci darah yang disebut hemodialisis.”
“Dan entah gimana caranya, Andara mendapat nomer lo. Mungkin dia ambil secara diam-diam dari ponsel gue. Lalu gagal ginjal Andara berakhir menjadi kronis. Dia butuh donor ginjal secepatnya. Sayangnya, walau gue dan keluarga juga pihak rumah sakit udah berusaha, Andara tetap pergi. Seminggu yang lalu.”
Zak tertegun, jadi pesan itu memang ucapan selamat tinggal?
“Andara bilang ‘jika abang mau Andara ingin kapten Zak tahu semuanya dari awal. Andara minta tolong salam buat kapten Zak. Dan abang tau ga? Kenapa Andara selalu tulis hello kapten di setiap pesan itu? Karena bagi Andara kapten Zak itu bukan hanya kapten tim sepak bola, tapi dia juga pemimpin dan penyemangat bagi timnya. Andara titip ini ya…'” Andra mengambil sesuatu dari balik saku celananya, sebuah kumpulan foto-foto. Di balik foto pertama itu ada tulisan rapi, Zak mengambilnya. Mengamati dan membaca.
[‘Hello kapten, Aku Andara sang pengirim pesan-pesan itu.’]
Hanya itu karena Zak tau semuanya ada di pesan terakhir itu. “Jadi apa dia yang ada di CAFE’S waktu itu? Pantas wajahnya dan auranya terasa familiar.” Andra mendengarnya dan tersenyum.
“Gue ngungkapin ini atas permintaan Andara. Maaf gue bilang ini saat lo dan tim lo bakal ikut turnamen kejuaraan. Gue minta satu hal, yang ini juga harapan Andara. Menangin turnamen itu dan buktiin pada Andara juga semua orang kalo lo emang cocok jadi sang kapten.”
Zak menepuk pundak sobatnya itu, tersenyum tenang. “Gapapa, malah kalo elo ga beritau gue, mungkin gue ga fokus buat ikut turnamen itu. Dan tentu saja. Gue bakal buktiin semampu yang gue bisa.”
Cowok itu menatap foto-foto tadi. Rata-rata foto dirinya. Hanya ada satu foto Andara. Sedang tersenyum dengan langit cerah sebagai latarnya. Zak menatap gundukan tanah dihadapannya, berucap dalam hati sembari menatap langit sore yang teduh dan berwarna jingga.
Terimakasih Andara, untuk pesan-pesan itu. Asal kamu tau aku tak pernah merasa terganggu atas kehadiranmu. Kini tak ada lagi yang akan mengirimiku pesan dengan tulisan khasnya, hello kapten. – Dariku kapten Zak –
END
Cerpen Karangan: Da Azure Biasa dipanggil Daa. Dapat ditemui di Wattpad: Daa_zure
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 17 Desember 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com