“Samantha! Aku kira kau akan datang minggu depan?” Sir Thomas segera memeluk adik kesayangannya itu. “Awalnya begitu, tapi semua tiket penerbangan menuju Miami sudah terjual habis, kami susah payah mendapatkan dua tiket tersisa.” “Lebih parah lagi, penerbangan terakhir akan berangkat malam ini sekitar pukul 21.00 dari London, karena itu Thomas, aku tidak bisa lama-lama disini.” Kata Samantha tergesa-gesa sambil menurunkan beberapa koper milik putrinya. “Okey, baiklah. Tapi setidaknya kau harus membiarkan Arthur untuk isirahat sebentar dia tampak amat kelelahan.” Arthur Cromwell amat lega kakak iparnya bisa mengerti. Memang begitu keadaannya, kakinya sedikit kram dan pinggangnya agak pegal. Berjam-jam mengemudikan mobil dan hanya bisa istirahat sebentar saja. Terlebih lagi dia dan Samantha harus berangkat lagi ke London setelah mengantarkan putrinya ke rumah Sir Thomas. Dengan cepat ia berjalan ke ruang tamu dan langsung duduk di sofa empuk.
“Kalau kau mau, kau bisa tidur di kamar tamu.” Kata Sir Thomas. “Tidak terima kasih, disini saja sudah cukup.” Sir Thomas mengangguk, kemudian ia meminta Mrs. Deasy untuk membuatkan minuman dan mengeluarkan beberapa camilan. Samantha sebenarnya dari tadi memperhatikan, pasti kakaknya sangat penasaran pada putri tunggalnya, Sarah. Anak itu sempat tidak mau turun dan lebih memilih tetap berada di mobil supaya bisa ikut orangtuanya ke liburan ke Miami. Dengan galak Samantha menarik putrinya dari mobil.
Mengenakan blus berwarna merah muda dan celana pipa berwarna krem, Sarah Cromwell turun dari mobil dengan rambut coklatnya yang acak-acakan. Anak itu terus merengek-rengek pada ibunya. Dari belakang seekor anjing spaniel kecil mengikuti Sarah dengan setia. Ia bisa mengerti kalau saat ini Sarah sedang dalam masalah. Karena itu, ia tidak menyalak-nyalak seperti biasanya.
“Sudah hentikan!” Bentak Samantha “Kalau kau tetap merengek seperti itu, aku akan membawamu untuk liburan di tempat bibi Petunnia saja!” “Aku tidak mau Mummy!” Tangisan Sarah makin keras. “Kalau begitu diamlah! Bersikaplah yang manis! Sekarang beri salam pada pamanmu!” Sarah menyeka air matanya, begitu berhadapan dengan Sir Thomas. “Hallo paman.” Sapanya pelan. Sir Thomas membungkukkan badannya lalu mengusap-usap kepala Sarah dengan lembut. “Hallo Sarah, selamat datang di puri Gottenham.” Seketika Sarah menjadi riang begitu mendapatkan sambutan yang hangat dari pamannya itu. Tidak sulit bagi Sir Thomas untuk mengakrabkan diri dengan Sarah. Sir Thomas memang menyukai anak-anak.
“Paman, aku ingin memperkenalkanmu dengan sahabat terbaikku Derby.” Anjing kecil itu langsung menghampirinya begitu Sarah memanggil. “Oh halo Derby.” Kata Sir Thomas ramah. Derby menyalak-nyalak riang. Sebagai tanda perkenalan.
Menjelang senja, Arthur dan Samantha Cromwell bersiap melanjutkan perjalanan mereka menuju London. Setelah memastikan semua perlengkapan Sarah tidak ada yang tertinggal, mereka kemudian berpamitan dan memeluk Sarah dengan erat. Tidak lupa Samantha memperingatkan Sarah agar tidak mengganggu pamannya.
“Begitu sampai, kami akan menelpon kalian.” Kata Arthur. “Bye Daddy, bye mummy!” Teriak Sarah begitu mobil mereka meninggalkan halaman puri Gottenham.
“Berapa usiamu sekarang?” Tanya Sir Thomas pada Sarah. Saat itu mereka sedang duduk-duduk di perpustakaan sambil menikmati camilan sore yang dibuat Deasy. “Sebelas tahun.” “Hmm, dulu saat aku seusiamu aku pernah ditinggal sendirian di rumah saat liburan, dan aku tidak merengek-rengek minta ikut.” “Benarkah? Bagaimana bisa begitu? Bukankah tidak menyenangkan jika berada di rumah sendirian dalam jangka waktu yang lama sedangkan yang lainnya sedang bersenang-senang?” Sir Thomas menggeleng “Menurutku tidak semengerikan itu, aku lebih suka berada di rumah karena percaya atau tidak waktu itu ayahku mengajak kami liburan ke rumah paman Henry yang tinggal di Little Purlington.” “Astaga!” Sarah menutup bibirnya dengan kedua tangan menahan tawa. Dia tidak percaya mendiang kakeknya benar-benar kolot sampai mengajak keluarganya liburan ke desa yang rasanya paling terpencil di Inggris, dengan cuaca yang amat panas dan akomodasi yang buruk. “Pantas saja paman tidak mau ikut, kalau aku jadi kau, aku juga akan melakukan hal yang sama.” Sarah tertawa lagi.
Malam semakin larut, Sarah tak sanggup mengobrol lebih lama lagi dengan Sir Thomas. Dengan sisa tenaga yang ada ia berjalan lesu ke kamarnya. Sarah terus menguap, Derby mengerti kalau Sarah kelelahan, dibantunya anak perempuan itu membuka pintu kamar. Tanpa basa-basi, Sarah menjatuhkan tubuhnya ke tempat tidur. Sedangkan Derby menemaninya di samping ranjang. Beberapa saat kemudian anjing kecil itu sudah meringkuk di bawah selimut.
Angin berhembus perlahan, namun terasa dingin sekali menyapu wajah Sarah. Bersamaan dengan itu pula, ia mendengar sebuah dengungan mengalun lembut, suara yang indah sekali, begitu tenang dan amat syahdu yang membuatnya tiba-tiba terbangun. Dilihatnya Derby masih tertidur nyenyak, dan tidak bergeming sedikitpun, padahal biasanya anjing kecil itu amat peka pada suara-suara di sekitarnya. Dengan hati-hati, Sarah menuruni ranjang dan mencoba mengikuti arah suara itu. Lorong puri yang gelap terlihat begitu mengerikan di malam hari.
Sarah kembali lagi ke dalam kamar. Mencari-cari penerang diantara barang-barang antik yang berjejal disana. Beruntung ia menemukan sebuah lentera tua yang kondisinya terlihat cukup baik tergantung dibalik pintu. Sarah menyalakan lentera itu, sekuat tenaga ia mengumpulkan keberanian untuk menyusuri lorong. Keadaan disini amat sepi, bahkan tidak ada suara berisik serangga-serangga malam seperti di rumahnya.
Untuk kesekian kalinya Sarah menengok ke belakang, memastikan kalau-kalau Derby mengikutinya, tapi ternyata tidak ada siapa-siapa disana. Puri Gottenham sangat luas, dengan banyak sekali ruangan dan kamar kosong tersedia namun jarang terpakai. Kamar Sir Thomas sendiri ada di lantai atas berseberangan dengan kamar Sarah, dan pasti Sir Thomas tidak mendengar apa-apa malam ini karena efek obat tidur yang diminumnya tadi. Praktis hanya Sarah yang menyadari adanya suara dengungan aneh yang semakin lama semakin terdengar jelas di telinganya.
Menuruni tangga utama, jantung Sarah berdegup kencang mencoba melawan ketakutannya. Sarah sudah sampai di lorong antara ruang tengah dan jalan menuju dapur, ia tahu betul kalau suara itu berasal dari ruang belakang, apa ada seseorang yang sedang bermain musik disana? Atau mungkinkah puri ini berhantu? Hampir saja ia jatuh pingsan ketika ada sekelebat bayangan melintas di depannya, cepat-cepat ia bersembunyi di balik tiang penyangga, ternyata itu hanya Mrs. Deasy. Entah apa yang dilakukan pelayan itu malam-malam begini, tapi Sarah mencoba untuk tidak mempedulikan keberadaan Mrs. Deasy. Ia berjalan sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan.
Puri Gottenham memiliki tiga buah bangunan. Di samping kiri dan kanannya dengan satu bangunan utama yang lebih sering digunakan Sir Thomas ketimbang dua bangunan lainnya. Masing-masing bangunan berjarak seratus meter dari bangunan utama yang dihubungkan dengan terowongan kecil satu sama lain. Di tengah puri terdapat taman dengan air mancur buatan yang sudah kuno sekali, tapi masih terawat dengan baik. Sekeliling puri dilindungi oleh tembok batu yang tebal dan amat tinggi serta diberi kawat berduri diatasnya, sehingga mustahil bagi siapapun untuk dapat memanjat pagar puri Gottenham.
Suara aneh yang didengar Sarah berasal dari bangunan ketiga. Sarah mengendap-endap dengan penuh kehati-hatian. Dilihatnya Deasy berjalan menuju taman dengan sambil membawa lentera. Sepertinya Deasy sedang mengawasi sesuatu, apa mungkin dia juga mendegar dengungan aneh? Pikir Sarah. Tapi kemudian ia berlalu. Sarah bernapas lega, ia segera berlari menyusuri jalan berbatu dan melewati terowongan.
Dengungan di telinga Sarah semakin jelas terdengar. Malah lebih keras! hingga ia harus menutup telinga beberapa kali. Sebisa mungkin Sarah mengendap-endap tanpa mengeluarkan suara dan membawa lenteranya lebih rendah. Tidak ada tanda-tanda Mrs. Deasy di belakang. Mungkin ia sudah kembali ke kamar. Sarah senang karena ia tidak ketahuan, meski demikian jantungnya tetap berdegub kencang, dan dengungan yang didengarnya tidak berhenti membuat Sarah amat kesal!
Di ujung terowongan terlihat cahaya dari sinar bulan yang masuk melalui celah-celah kecil. Pantulannya terlihat indah namun samar-samar. Dan disinilah Sarah, di depan pintu bangunan ketiga yang amat besar. Terbuat dari kayu ek yang sangat tebal. Sarah mengarahkan lenteranya untuk mencari lubang kunci, namun tidak bisa dia temukan. Pintu besar itu hanya ditutupi dahan-dahan dari pohon liar yang merambat disekitarnya. Sarah tidak membawa peralatan apapun untuk memotong dahan-dahan itu, walaupun sebenarnya ia sangat tidak ingin usahanya sia-sia.
“Kau tidak akan bisa membuka pintu itu!” Seru sebuah suara dari belakang. Sarah kaget minta ampun! Ia mematung dan amat takut untuk menoleh ke belakang. “Apa yang kau lakukan disini malam-malam begini?” kata suara itu lagi. Tenggorokan Sarah terasa kering sekali, tak ada jawaban yang keluar dari mulutnya. Akhirnya setelah mengumpulkan keberanian, ia berbalik ke belakang. Tubuh Mrs. Deasy yang besar dan gempal berdiri tepat di hadapannya. Walaupun Sarah pandai berbohong, tapi saat keadaan seperti ini pikirannya buntu dan tidak tahu harus menjawab apa.
“Tadi anjingku menjatuhkan bola karet dari jendela kamar saat kami bermain lempar-lemparan, aku melihatnya jatuh ke taman, aku sudah mencarinya kesana kemari tapi tetap tidak bisa aku temukan. Akhirnya aku memutuskan untuk mencari di terowongan, tapi ternyata aku malah sampai kemari dan untunglah kau datang, karena berada disini sendirian benar-benar tidak nyaman.” Dalam hati Sarah mengutuk dirinya sendiri, alasan seperti itu tidak mungkin langsung dipercaya oleh Mrs. Deasy. Itu terlihat dari sorot matanya yang tajam di bawah cahaya lentera. Pelayan paruh baya itu terdiam sesaat, namun kemudian ia berkata. “Kau bisa mencari lagi besok. Tapi bolamu tidak mungkin ada disini. Carilah di bawah pot-pot bunga yang berjajar dekat air mancur. Kuperingatkan kau untuk tidak mendekati tempat ini lagi.” Katanya dingin. Setelah itu ia berbalik meninggalkan Sarah. Anak perempuan itu jadi sedikit takut, dan ia jadi tidak berani untuk berada disitu lebih lama lagi. Sarah kemudian mengikuti Mrs. Deasy kembali ke bangunan utama.
Pagi harinya Sarah bangun terlambat. Meski sejak tadi Derby sudah berkali-kali mencoba membangunkannya. Kepala Sarah sedikit pening karena semalaman ia hampir tidak bisa tidur karena dengungan aneh itu terus terdengar di telinganya. Dan ia bersyukur pagi ini ia tidak mendengar suara aneh itu lagi. Sarah bangun dari tempat tidurnya, setelah mandi dan berpakaian ia langsung pergi ke dapur. Perutnya terasa lapar sekali. Aroma kue kacang yang khas langsung terasa begitu Sarah tiba di dapur. Dilihatnya Sir Thomas sedang menikmati sarapannya sambil membaca Koran pagi.
“Selamat pagi Paman.” Sapanya riang. Kesibukan Sir Thomas membaca langsung terhenti begitu mendengar suara kemenakannya itu. “Selamat pagi anak manis. Apa tidurmu nyenyak semalam?” Tanya Sir Thomas ramah. Sarah melirik sekilas ke arah Mrs. Deasy yang sedang mengambil beberapa kue kacang dari oven. “Oh, iya paman. Tentu saja tidurku sangat nyenyak.” “Kau mau makan apa untuk sarapan? Katakan saja.” “Aku tidak begitu suka kue kacang, boleh aku minta bacon dengan telur goreng?” Sir Thomas mengangguk. Dimintanya Mrs. Deasy membuat sarapan untuk Sarah. Percakapan mereka pagi itu tidak begitu istimewa karena Sarah masih sibuk memperhatikan Mrs. Deasy. Ia takut kalau-kalau Mrs. Deasy mengadu pada pamannya tentang kejadian semalam. Sarah hanya menanggapi sesekali pertanyaan dari Sir Thomas. Ketika sedang melamun begitu tiba-tiba Derby menarik-narik celana panjangnya dan menyalak-nyalak kecil. Sir Thomas tertawa kecil, sepertinya ia lebih mengerti maksud dari anjing itu ketimbang majikannya. Kembali Sir Thomas memanggil Mrs. Deasy dan memintanya membawa satu mangkuk susu segar.
“Jadi, apa rencanamu hari ini?” Tanya Sir Thomas lagi. Sarah mengangkat bahunya. “Entahlah paman. Aku belum ada ide.” Sebenarnya Sarah ingin sekali bermain di taman dengan Derby. Tapi ia belum hafal betul jalan-jalan di Merseyside. Sarah tidak mau tersesat, sebab ia takut merepotkan pamannya. Dahi Sir Thomas mengkerut, sepertinya ia sedang berpikir keras atau hanya pura-pura untuk membingungkan Sarah. Tapi kemudian ia tersenyum dan berkata. “Ada taman bermain yang sangat menyenangkan, letaknya sekitar dua blok dari puri ini. Kalau kau mau, kau bisa mengajak Derby kesana.” Seketika itu juga wajah Sarah berubah riang. Entah bagaimana pamannya ini bisa mengerti apa yang ia inginkan. Cepat-cepat ia menyelesaikan sarapannya. Kemudian ia bergegas mengambil jaket kulit berwarna coklat dan tidak lupa memakaikan tali yang biasa ia gunakan saat mengajak Derby jalan-jalan di leher anjing kecil itu.
“Sebisa mungkin, kembalilah sebelum makan siang.” “Baik paman.” Sarah melambaikan tangannya dari jauh.
Ternyata tidak terlalu banyak penduduk lokal yang menghabiskan liburan mereka untuk sekedar berjalan-jalan di taman kota Merseyside. Sarah melihat ke sekeliling. Hanya ada beberapa pemuda sedang menikmati piknik mereka, ada juga beberapa anak kecil sedang bermain lompat tali, ada juga yang sedang asyik bermain lempar-lemparan dengan anjing mereka. Beberapa kali Derby menyalak sambil melompat-lompat. Dia ingin bermain juga rupanya. Sarah tertawa kecil, kemudian ia membuka tali ikatan di leher Derby dan mengeluarkan bola karet dari saku jaketnya.
“Ini ambil!” Teriak Sarah. Ia melempar sejauh mungkin bola karet itu. Dengan cepat Derby berlari mengejarnya. Hap! Dengan satu lompatan tinggi anjing kecil itu berhasil menangkap bola karet yang dilempar Sarah. Dengan bangga ia berlari ke arah Sarah. “Anak pintar.” Sarah mengusap lembut kepala Derby. Kemudian dilemparnya lagi bola karet itu hingga beberapa kali. Permainan mereka semakin mengasyikan, kini Sarah ikut mengejar bola itu bersama Derby. Mereka saling berebut bola, hingga Sarah berhasil meraihnya lebih dulu. Derby yang tidak rela bolanya direbut segera berlari kencang kearah Sarah dan bruk! Mereka berdua jatuh berguling-guling di atas tanah. Sarah tertawa keras. “Sudah, sudah.” Kata Sarah sambil mengangkat Derby yang jatuh tepat di wajahnya. “Aku haus, bagaimana kalau kita beli es krim?”
Cerpen Karangan: Arrum Yoanita Sari
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 9 Januari 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com