“Saya akhiri perkuliahan pada sore hari ini, semoga materinya bermanfaat dan selamat beristirahat.”
“Akhirnyaaa.. fiuhh.” “Ssstt ssstt.. Oi, oi.” “Ih apaan, sih, Nat. Demen banget ngagetin orang.” “Pulang bareng yuk!! Tapi aku mau ajak kamu ke toilet dulu ya, udah gak tahan lagi niee..” “Yaudah, ayok buruan. Keburu petang.”
Toilet kampus yang paling dekat dengan kelas Ayu dan Nathalie adalah di bagian belakang kampus, di sebelah parkiran. Di tengah perjalanan menuju toilet, mereka melewati sebuah perpustakaan yang sudah cukup lama tidak difungsikan lagi.
Duk duk duk.. “Eh.. kamu dengar gak? Seperti ada orang yang melintas di belakang kita.” “Ssstt.. udah, gak usah dibahas. Jadi ke toilet tidak?” “Jadi dongg, kamu tunggu sebentar yaa di luar pintu.” “Iyaa, buruan. Gak pake lama.”
Brukkkkk!! Beberapa detik setelah Nathalie masuk ke dalam toilet, Ayu mendengar seperti suara buku-buku tebal yang jatuh dari luar bilik toilet putri. Ayu segera keluar untuk mengecek apakah ada orang di luar, sekaligus memastikan tidak ada orang iseng yang ingin mengintip mereka di dalam toilet perempuan.
Ngiiing jegrek.. Sesampainya di luar bilik toilet putri, Ayu hanya menatap pintu perpustakaan yang tiba-tiba seakan sengaja ditutup oleh seseorang yang baru saja masuk ke dalamnya. “Lah, siapa yang nutup pintu? Hmm.. aneh sekali.” “Cuipp.. kan aku suruh tunggu di luar pintu toilet, kenapa malah kamu tunggu di luar bilik.” “Nat, perpustakaan itu udah kosong berapa lama, sih??” “Hmm.. waktu itu pernah ada yang ngomong katanya udah gak dipakai lagi sejak 10 tahun yang lalu, sihh. Cuma, ya, Ip, katanya dulu pernah ada yang..” “Hushh.. udah udah, gak usah dilanjutin.” “Suicide. Hmm.. tapi itu hanya cerita dari satu mulut ke mulut lain aja. Aku sendiri juga gak tahu kebenarannya bagaimana. Emangnya kenapa, Ip??” “Gapapa, Nat. Ayo balik aja.” “Haa jangan-jangan..” Ayu menarik tangan kiri Nathalie dan mengajaknya bergegas menuju parkiran untuk mengambil motor lalu segera pulang ke kos-kosan mereka.
Malam hari di tengah kesibukan mengerjakan tugas kuliah hari ini.. “Hmm.. tadi itu apa, ya?” Ayu berbicara sendiri. “Ada apa gerangan Ayu Iftah Himana?” “Nat, apa mungkin ada orang yang mau masuk ke perpustakaan lama sore-sore seperti tadi? Kalau dilihat dari luar saja udah ngeri sendiri, hihh.” “Ya, mungkin, petugas kebersihan??” “Tapi aku gak melihat ada seorang pun di sana. Teman-teman sudah pada di parkiran dan beberapa sudah pulang. Kalau petugas kebersihan pun pasti setidaknya dia membawa sapu lidi. Kalau petugas kebersihan mau bersih-bersih, ngapain dia masuk perpustakaan terus pintunya ditutup? Dan tadi juga halaman sekitarnya udah pada bersih, kok, sebelum kita masuk ke bilik toilet. Terus tahu tidak, Nat, tadi waktu kamu sudah masuk ke dalam toilet aku mendengar seperti ada suara buku-buku tebal yang jatuh di luar makanya aku segera mengecek ke luar bilik takut kalau ada yang mengintip, tapi tetap gak ada siapa-siapa, Nat. Aneh sekali bukan?” “Hmm.. kamu panas, ya, Ip?” Nathalie menempelkan tangannya ke dahi Ayu, sahabatnya. “Siapa juga yang sakit. Kamu, tuh, sakit hati ditinggal cowok gak sembuh-sembuh.” “Aduhh.. iya sakitt bangeett, Ipp. Arghhhh.” Nathalie pura-pura kesakitan sambil menaruh telapak tangannya di dada. “Hahaha.. lebayy banget, deh, Nathalie Scarff, sahabatku.” “Hehee.. lanjut nugas.”
Esoknya mereka berdua berangkat kuliah seperti biasa. Mereka bertemu untuk pertama kalinya sejak kuliah semester 1 hingga kini semester 3. Nathalie dan Ayu memang sudah cukup akrab karena mereka sering berdiskusi tugas matematika sejak semester 1 dan mereka juga kebetulan teman satu kos. Ayu memang sudah terkenal jago matematika di kelasnya, namun ia tak memiliki banyak teman di sekitarnya. Menurutnya, kualitas itu lebih penting daripada kuantitas. Terkadang, ia juga sempat merasa kesepian karena merasa dirinya tak begitu pandai bersosialisasi. Untung saja Nathalie hadir untuk meramaikan hari-harinya yang sepi.
Hari ini kelas mereka kosong dikarenakan dosen-dosen sedang menghadiri acara seminar di kampus mereka. Namun tidak serta merta kosong, tentunya dosen meninggalkan tugas yang harus diselesaikan dan dikumpulkan setelah jam perkuliahan tersebut usai.
Tugasnya hanya sedikit, namun cukup rumit. Akan tetapi bagi Ayu, hal ini adalah hidangan favoritnya. Ia mampu menyelesaikan hidangan kalkulus pagi itu lebih dulu daripada teman-teman sekelas yang lainnya. Dan sisa waktu ia habiskan untuk melamun. Kalau sudah lelah melamun, ia akan pergi ke bagian belakang kelas untuk membaca buku-buku yang tersusun rapi di pojok baca.
Kelas Ayu memiliki 3 rak buku dan satu almari yang biasanya digunakan untuk menyimpan buku-buku lama dengan laci di bagian bawahnya. “Hmm.. sepertinya aku sudah selesai membaca semua buku yang tertata di rak-rak ini.” Gumam Ayu. Tangannya menopang dagu seakan-akan sedang memikirkan kira-kira apa yang akan ia lakukan selanjutnya.
Matanya tiba-tiba tertarik ke arah almari yang terletak di sebelah rak-rak buku. Ia mencoba membuka pintu almari namun ternyata masih terkunci rapat. Kemudian ia mencoba berpikir dan akhirnya menemukan kunci yang terletak di laci bagian bawah almari. “Uhukk.. berdebu sekali. Buku-buku dari tahun berapa saja ini.” “Ip, kamu ngapain ke sini??” Nathalie menghampiri Ayu yang berada di belakang kelas. “Hmm.. gapapa, kepo aja. Ada apa, Nat?” “Nomor 3 sama 4 sudah??” “Sudah. Ambil saja di atas mejaku.” “Okee. Terima kasih kodomo, teman baikku.” “Iyaa.. sudah sana.” Ayu menatap ke sahabat dekatnya dengan seulas senyuman yang sudah mulai pergi kembali ke tempat duduknya. Memikirkan betapa beruntungnya ia memiliki sahabat seperti Nathalie yang selalu mewarnai hari-harinya dengan senyum riangnya.
Ayu kembali memfokuskan pandangannya pada buku-buku yang terlihat cukup usang itu. Ada satu buku yang menarik pandangannya, dan ternyata itu adalah sebuah buku katalog sebuah kampus yang dipenuhi debu dan beberapa sarang laba-laba. Ayu mengambil kemoceng dan mulai membersihkan buku tersebut. “Dua ribu dua belas.. hmm, 10 tahun yang lalu.” “Kenapa halaman ini dirobek? Xara Dawsonn?? Tunggu. Alamat rumahnya dekat dengan kosku.”
“Rheagan, apa aku boleh meminjam buku ini?” Ayu menghampiri Rheagan, ketua kelas, untuk menanyakan peminjaman buku itu. “Itu buku siapa, Yu?” “Entahlah. Tapi ini hanya sebuah buku katalog, aku hanya ingin melihat-lihat saja sedikit.” “Ya sudah pinjam saja. Tapi aku pinjami tugas kalkulusmu dong, hehe.” “Tanya saja Nathalie, tadi dia yang pinjam.” “Okee, thank you.”
Sesampainya di kos.. “Itu buku apa, Ip? Sepertinya sudah usang sekali.” “Ini buku katalog tahun 2012. Aku menemukannya di almari belakang kelas. Eh, tau tidak, Nat. Ada yang aneh di buku ini.” “Memangnya apa yang aneh, Ip?” “Sebentar, coba lihat ke sini. Dari semua foto-foto ini, ada satu halaman yang dirobek. Lalu yang lebih menariknya lagi, alamat dia ada di dekat kos kita. Bukankah ini adalah jalan di belakang kos kita??” “Are you sure, Madame?” “Makanya aku mau mengajakmu ke sana kali ini untuk mengeceknya. Tunggu sebentar, aku akan menulis alamat ini di kertas.”
“Jalan Terizia Anderton Nomor 13.” “Ip, kamu yakin di sini?” “Iya, jalannya sudah betul, kok.” “Tapi nomor 13 itu rumah kosong.” “Wah, menarik. Ayo ke sana.” “Ihh.. takut, Ipp.” “Apa kamu lebih takut rumah kosong daripada hatimu yang kosong?” “Hehe.. ya sudah. Tapi tidak usah masuk, oke?” “Hmm.. dasar. Iya-iya.”
“Sepertinya sudah cukup lama tidak dihuni, Nat. Lihat saja, halaman depannya sudah ditumbuhi ilalang. Kayu-kayu pada pintunya sudah pada keropos dimakan rayap. Rumahnya pun sudah tak beratap.” “Ip, ayo pulang saja. Perasaanku tidak enak.” “Sebentar. Coba lihat ke sana, Nat, ada satu pigura yang masih ada fotonya.” “Ipp, ayo pulangg.” “Ihh.. tunggu sebentar. Biasanya juga kamu yang lebih berani daripada aku.” Perasaan Nathalie tiba-tiba tidak nyaman. Ia langsung menarik tangan Ayu yang berdiri di sebelahnya dan mengajaknya kembali ke kos mereka. Tiga langkah setelah mereka mulai meninggalkan rumah kosong tersebut, tanpa mereka sadari dan ketahui, tiba-tiba pigura tadi bergerak sendiri.
“Kamu ada apa, sih, Nat? Biasanya juga kamu yang pemberani.” “Gapapa, perasaanku tidak enak saja tadi.” “Eh, Nat. Tapi entah kenapa aku memiliki firasat kalau orang di pigura itu tadi adalah Xara Dawsonn yang ada di halaman buku katalog yang dirobek ini.” “Hmm, entahlah. Siapa tahu itu foto saudarinya atau siapanya.” “Tapi kenapa ditinggal begitu saja, ya. Kenapa tidak dibawa saat mereka pindah??” “Hmm, sudah malam, ayo tidur saja. Besok kita, kan, ada kelas pagi.” “Ya sudah, deh.”
“Ayu, pergilah ke perpustakaan malam ini. Kamu akan menemukan jawabannya.” “Fiuhhh..” “Kenapa, Ip?” “Aku mimpi perpustakaan lama itu lagi, Nat. Hmm.. Apa malam ini kamu mau menemaniku ke sana?” “Uhukkk!! Hah?? Malam ini??! Kurang kerjaan kamu, Ip?” “Aku serius, Nat. Aku akan ceritakan ke Rheagan dan Oscar lalu kita akan mengajak mereka berdua juga ke sana. Entah kenapa kejadian-kejadian aneh yang akhir-akhir ini kita alami aku pikir ini semua adalah sebuah pertanda, Nat. Pasti ada sesuatu yang tidak beres kalau begini.” “Hihh.. sore bisa?” “Nawar terus, kamu kira aku sedang berdagang.” “Hmm.. ya sudah, deh, akan aku pertimbangkan kalau berempat.”
Seusai kelas pagi hari itu, Ayu menghampiri Rheagan dan Oscar lalu menceritakan kepada mereka berdua hal-hal aneh yang beberapa kali ia alami bersama Nathalie. “Mau apa ke sana?” “Tentunya untuk menjawab rasa penasaran kami, Gan.” “Hmm.. baiklah, nanti malam kamu hubungi aku saja mau jam berapa kita kumpul dan di mana titik kumpulnya. Oscar akan bersamaku sepulang kelas sore nanti.” “Baiklah. Sebelumnya terima kasih banyak, yaa, kalian berdua.” “Iyaa, sama-sama, Yu.” Jawab Rheagan.
“Kita akan bertemu di depan pintu masuk parkir belakang kampus. Pukul 20.00. Jangan lupa kalian berdua membawa senter.” Ayu mengirimkan pesannya kepada Rheagan. “Siap, Ayu cantik.” “Ciee.. kiw kiw.” “Kamu kenapa, Nat? Sariawan?” “Sepertinya ada yang sedang berbunga-bunga, nih, hatinya. Hihihi..” “Please, deh, Nat. Rheagan cuma bercanda.” “Hahaha.. Memangnya kamu tahu apakah dia benar-benar bercanda atau tidak?” “Hihh.. lebih baik kamu pikirkan Oscar saja sana. Dia sudah lama mengantre untuk mengisi ruang hatimu yang sudah lama tak berpenghuni itu, hihihi.” “Ihh.. diam saja kamu, Ip. Lagipula, kenapa kamu mengajak Oscar, sih? Kan, masih banyak laki-laki di kelas. Ada Darrell, Max, Ethan, Ben, William.” “Kamu memang wanita paling tidak peka yang pernah aku temui, Nat. Kau tahu, selama ini Oscar diam-diam mengagumimu dan kamu tidak pernah sadar akan hal itu.” “Mulai, deh. Nih, senternya untuk nanti malam.” Ayu hanya tertawa kecil melihat sahabatnya yang selalu menggerutu apabila sedang menyinggung perihal hati sahabatnya yang sudah lama kosong itu.
Nathalie memang cukup tertutup kalau membahas soal perasaannya. Kisah percintaan yang ia alami di masa lalu tidak semulus kisah-kisah percintaan teman-teman lainnya. Ia terlibat dalam hubungan yang sangat rumit, hingga akhirnya ia sendiri yang sakit. Rasa trauma membekas cukup dalam di benak Nathalie. Nathalie memang memiliki rupa yang cukup menawan. Namun lama-kelamaan ia menyadari, beberapa orang yang mendekatinya untuk menjadi kekasih atau hanya sekadar temannya karena didasari dengan fisik Nathalie yang memang cukup menarik hati. Selama ini berkali-kali ia merasa dikhinati atau ditusuk dari belakang oleh orang-orang yang demikian, bahkan orang-orang dekat yang ia percayai sekalipun. Dari pengalaman itu, kini ia bertekad untuk tidak memiliki banyak teman. Karena ia ingin setiap orang yang datang atau ingin menjalin hubungan dekat dengannya melihat value yang ada di dalam dirinya, bukan hanya melihat dari sisi packaging-nya saja.
Cerpen Karangan: Puput Yugiani Blog / Facebook: Instagram: @tsaesci
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 19 Januari 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com