Matahari pun sudah terbenam dan jam menunjukkan pukul 20.00. Ayu dan Nathalie baru saja datang, sedangkan Rheagan dan Oscar sudah sampai terlebih dahulu. “Tepat sekali. Mari masuk.” Rheagan menyambut kedatangan Ayu dan Nathalie. “Ihh.. kalau malam-malam begini, gelap sekali ya kampus kita.” “Tenang, kan ada aku di sini, Nat. Hehee..” “Ihh.. aku tidak bilang kalau aku takut. Huft.” Gerutu Nathalie sambil mengunci kedua lengannya menunjukkan rasa kesal. Ayu dan Rheagan hanya tertawa kecil melihat tingkah Nathalie dan Oscar. “Ya sudah, ayo, langsung masuk saja.” Ayu mengajak ketiga temannya.
“Biar aku saja yang buka pintunya.” “Terima kasih, Rheagan.” Ayu menatap wajah Rheagan. Rheagan hanya membalas Ayu dengan anggukan dan senyuman kecil di bibirnya. Tanpa ia sadari, kedua pipi Rheagan merah merona karena salah tingkah sendiri. “Uhukk..” Nathalie pura-pura batuk. “Debunya banyak sekali. Sarang laba-laba ada di mana-mana.” Gumam Ayu. “Sekarang apa yang harus kita lakukan, Ip??” “Supaya cepat menemukan informasi yang kita butuhkan, kita akan berpencar. Aku dengan Rheagan, kamu dengan Oscar. Ingat, buku yang akan kita cari adalah buku katalog tahun 2012 dan berita-berita yang berkaitan dengan kejadian di tahun tersebut. Kalau ada apa-apa kedipkan senter kalian berkali-kali ke atap perpustakaan. Pukul 22.30 kita akan berkumpul kembali di titik ini. Mengerti?” “Siapp.” Seru ketiga temannya.
“Ipp, sudah 2,5 jam kita mengelilingi setiap sudut perpustakaan, tapi kita tidak menemukan apa-apa. Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang?” “Hmmm..” Ayu memperhatikan sekelilingnya dengan senter yang dipegangnya untuk mendapatkan sebuah petunjuk. Lalu ia melihat ada sesuatu yang diinjak Rheagan. Ia menyorotkan senternya ke arah kaki Rheagan. “Rheagan, coba mundur sedikit.” Ayu menyorotkan senter ke arah kaki Rheagan.
“CO2? Maksudnya apa, Ip?” heran Nathalie. “Lihat! Ada 3 panah: berputar, lurus, dan kanan-kiri.” Seru Rheagan. “Kira-kira apa maksud dari panah-panah itu??” tambah Oscar.
Tak lama kemudian Ayu segera mengambil kertas dan pena di dalam tasnya. Ia mulai menggambar struktur molekul CO2. “Energi Translasi= derajat kebebasan×energi= 3×1/2 RT= 3/2 RT. Energi Rotasi= 2×1/2 RT= 1 RT. Energi Vibrasi= 4×1 RT= 4 RT. Total Energi= (3/2+1+4) RT= 13/2 RT.” “Rak Nomor 13!! Kolom kedua.” Seru Ayu. Ketiga temannya hanya kebingungan menatap Ayu, mengira-ngira apa yang sedang dipikirkannya. Mereka mulai menghitung rak-rak yang berjajar pada lorong itu. Ayu menyoroti Rak Nomor 13 kolom kedua yang berisi buku-buku usang dan akhirnya ia menemukan buku katalog tersebut.
Namun setelah membersihkan dan membuka buku katalog tersebut tiba-tiba ada suara satpam yang sedang beronda di sekitar kampus. “Siapa di dalam?” Teriak Pak Satpam di halaman depan perpustakaan. “Menunduk! Tadi tidak ada yang menutup pintu?” Bisik Ayu. “Sepertinya tidak ada. Maaf, kami lupa.” Bisik Oscar.
Nathalie menginjak lantai kayu perpustakaan yang membuat pak satpam semakin curiga ada orang yang diam-diam masuk ke dalam perpustakaan tanpa izin. Pak satpam mengarahkan senternya mencari-cari sumber dari suara tersebut. Rheagan mengisyaratkan ketiga temannya untuk tetap diam dan tenang sambil mengacungkan jari telunjuk di bibirnya. Karena Pak Satpam merasa perasaannya semakin tidak enak akhirnya ia menutup kembali dan menggembok pintu perpustakaan tersebut. “Mampuss kita!! Sepertinya Pak Satpam benar-benar menggembok pintu masuk perpustakaan.” Bisik Oscar. “Diam saja dulu.” Rheagan mencoba menenangkan suasana kekhawatiran teman-temannya.
Rheagan membantu Ayu menyenteri buku katalog yang baru dibuka tadi. Betapa kagetnya mereka berempat, pada buku katalog tersebut dengan halaman yang sama juga telah dirobek. “Hah?? Dirobek lagi??!” Ayu membolak-balikkan halaman buku katalog tersebut. “Kamu yakin, Ip, ini buku katalog yang sama seperti yang kamu temukan di kelas kemarin?” “Sama, kok. Coba lihat covernya saja desainnya sama. Tahunnya juga sudah sama, 2012.” Mereka semua tampak kebingungan dan berpikir keras.
“Ayu lihat ke sini! Ada buku katalog yang sama di rak ini!” “Coba lihat, Car!” “Lahh.. kenapa semua katalog di halaman ini dirobek semua??” “Aku juga tidak tahu. Tapi entah kenapa aku merasa semua informasi mengenai halaman ini seperti sengaja disembunyikan dan dikubur begitu saja oleh pihak kampus. Apa yang sebenarnya terjadi di tahun 2012?” “Tahun 2012, nomor rumah 13, hmm..” gumam Nathalie. “2012.. 13.. 12.. 13.. 12 13!!” Nathalie dan ketiga temannya hanya menatap heran pada Ayu dan pikirannya.
Ia menarik buku ke-12 dan 13 yang berada di kolom kedua rak nomor 13. Kedua buku ini bukan merupakan buku katalog dan hanya buku bacaan biasa. Dan betapa terkejutnya mereka berempat, tiba-tiba rak nomor 13 tersebut berputar sendiri dengan perlahan. Ternyata ada ruangan rahasia di dalamnya. Keempat orang tadi masuk ke dalam ruang rahasia tersebut. Mereka lebih terkejut lagi ketika mendapati isi ruangan tersebut yang sudah berantakan dan berdebu. Di dalam ruang tersebut ada banyak sekali buku dan kertas-kertas yang berceceran. Di dalamnya juga terdapat satu meja belajar berlaci dan satu kursi. Ayu membuka laci meja belajar tersebut dan menemukan satu pigura yang berisi sebuah foto keluarga kecil.
“Nat, coba lihat ke sini! Bukankah ini foto perempuan yang waktu itu terpajang sendirian di rumah kosong yang kita datangi?” “Wahh.. iyaa, Ipp, betull.” Rheagan mendatangi Nathalie dan Ayu. Sedangkan Oscar masih menyenteri buku-buku yang berceceran di ruangan tersebut. “Foto siapa itu, Yu?” “Entahlah. Tapi aku dan Nathalie merasa dia adalah wajah seorang perempuan yang terpajang di pigura di rumah kosong yang kemarin aku ceritakan ke kamu dan Oscar!”
“Tunggu, sepertinya aku mengenali wajah pria ini.” “Siapa, Gan?” “Ohh, aku ingat!! Kalau tidak salah dia adalah mantan rektor kampus kita beberapa tahun yang lalu.” “Bagaimana bisa kamu tahu soal itu?” Tanya Nathalie. “Waktu aku sedang mengumpulkan buku teman-teman sekelas ke ruang guru, aku melewati ruang rektor dan melihat pigura-pigura yang tersusun di ruangannya. Iya, aku yakin ini Beliau!” “Xara.. Pak mantan rektor.. Mereka satu keluarga?”
“Kalian! Lihat apa yang kutemukan di sini!” “Ada apa, Car?” “Sebuah buku diary!”
Ayu membersihkan buku dan mengamati buku tersebut. “Xara Dawsonn!” “Ipp, apa sebaiknya kita tidak balik saja, nanti bacanya di kos tidak apa-apa, kan?” “Iyaa, Yu. Sekarang sudah hampir pukul 12 tengah malam juga.” Rheagan membaca waktu pada jam tangan kirinya. “Ya sudah, tunggu sebentar, aku akan membawa pigura tadi!”
Tengah malam itu akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke kos masing-masing. Karena pintu perpustakaan digembok pak satpam maka Rheagan dan Oscar mencari alat untuk membuka jendela perpustakaan. Akhirnya mereka berhasil kembali ke kos masing-masing dengan selamat. Meski mereka tidak menemukan buku katalog yang diinginkan, namun ia malah mendapat pigura dan buku harian milik sosok Xara Dawsonn yang memang sedang dicari oleh keempat mahasiswa ini.
Sesampainya di kos, Ayu dan Nathalie langsung berbenah diri dan beristirahat. Karena Ayu sempat tidak bisa tidur karena rasa herannya, akhirnya malam itu juga ia membaca buku harian Xara, halaman demi halaman. Hingga akhirnya sampai pada halaman terakhir.
Dear Tuhan, Kalau aku mendapat kesempatan sekali untuk dilahirkan kembali di dunia ini, aku ingin meminta lebih baik hidup di keluarga yang biasa-biasa saja. Tolong sampaikan pada Mama Papa.. yang aku butuhkan adalah perhatian mereka, bukan uang mereka! Sepertinya kalian lebih senang sibuk dengan pekerjaan kalian daripada sibuk mengurusku di rumah. Dari kecil aku hanya mengenal sosok seorang Bibi.
Ma, Pa.. ketahuilah, aku sungguh tidak memiliki teman di dunia nyata selama ini! Perpustakaan adalah satu-satunya pelarian dan buku-buku adalah teman-temanku. Aku merasa hidup di dunia yang hampa ini seorang diri. Tak ada kawan, bahkan keluarga tak satu pun ada yang memedulikanku.
Ma, Pa.. aku belajar dengan baik, nilai-nilaiku selama ini juga sudah memuaskan menurutku. Aku pikir apabila aku mendapatkan nilai yang baik, maka kalian akan kembali kepadaku. Namun realitanya tidak begitu. Semua yang kulakukan rasanya sungguh sia-sia, tiada guna.
Ma, Pa.. belakangan ini tubuhku rasanya sakit sekali. Aku demam dan dadaku sesak. Napasku terpenggal-penggal. Aku sudah berkali-kali mencoba menghubungi Mama dan Papa tapi kalian selalu menyepelekan panggilan dariku. Aku tidak ingin berobat kalau yang mengantar ke rumah sakit adalah Bibi. Aku hanya ingin Mama dan Papa hadir di sisiku. Menemaniku di hari-hari yang selalu sepi dan sunyi ini.
Terkadang aku iri melihat teman-teman di kelas yang membicarakan mengenai kedekatan mereka dengan orangtua mereka. Aku malu Ma, Pa. Aku tidak memiliki cerita semenarik dan sehangat itu untuk dibagikan kepada mereka. Sempat terpikir apakah Mama dan Papa benar-benar hanya memedulikan pekerjaan dan bukan aku satu-satunya anak yang Tuhan titipkan kepada mereka?
Aku sangat bodoh sekali menulis ini semua, bahkan Mama Papa pun tidak akan pernah mengetahui soal hal ini. Tuhan, maafkan aku. Tubuhku yang lemah ini sudah tak sanggup lagi.
Siapa pun yang pada akhirnya menemukan surat ini, terima kasih sudah membaca tulisan anak bodoh penyendiri ini. Aku harap hidup kalian dikelilingi oleh orang-orang yang hangat yang menyayangi kalian dengan setulus hati. Hiduplah dengan damai bersama mereka. Kalau kalian sudah membaca sampai akhir surat ini, berarti aku sudah pergi dengan tenang dari dunia ini.
Salam rindu untuk Mama Papa, Xara Dawsonn
Ayu tiba-tiba meneteskan air matanya setelah membaca surat tersebut. “Kenapa, Ip? Tidak bisa tidur?” Ayu menyerahkan kertas tadi kepada Nathalie dan menangis sesenggukan. Nathalie hanya memeluk dan mencoba menenangkan Ayu.
Keesokan paginya Nathalie menceritakan semua kepada Oscar dan Rheagan. Ayu masih nampak pucat dan terlihat syok setelah membaca surat yang ditulis oleh Xara malam itu. Kenapa keluarganya sendiri tega menutupi semua hal ini pada anak mereka satu-satunya? Dan lebih sedihnya lagi, apakah mereka benar-benar lebih menomorsatukan pekerjaan di atas kehidupan anak kandungnya sendiri?
“Eh.. aku mau ke belakang dulu, ya.” “Mau aku temani, Ip?” “Tidak perlu, Nat. Terima kasih.”
Ayu berjalan menuju toilet sendirian. Selama berjalan itu ia mengingat-ingat kembali berbagai hal yang telah ia dan teman-temannya lakukan untuk mendapatkan informasi ini. “Ini semua salahku. Aku sungguh terlambat. Aku benar-benar terlambat.” Ayu masih tampak menyesali dan menyalahkan diri sendiri.
Brukkkkk.. Ayu langsung menatap ke arah suara tersebut dan ia mengucek matanya berkali-kali meyakinkan apakah yang ia lihat itu benar-benar nyata. “Ini semua bukan salahmu, Ayu. Memang aku sendiri yang memilih untuk mengakhiri takdir ini. Terima kasih, sudah mau mendengarkan ceritaku, Ayu.” “Xara??!” Lalu bayangan hologram itu tiba-tiba menghilang dari pandangannya.
Setelah Ayu kembali dari toilet. Ia menghampiri teman-temannya kembali namun ia tidak menceritakan apa yang baru saja ia lihat. “Terima kasih untuk Rheagan dan Oscar sudah mau menemani kami untuk menyelesaikan kasus ini malam tadi.” “Bukan masalah besar, Yu.” Kemudian Rheagan dan Ayu saling melempar senyum kecil. Melihat hal tersebut, Oscar tiba-tiba menghampiri Nathalie dan duduk di sebelahnya. “Iya, sama-sama, Nat.” “Idihh.. siapa juga yang bilang terima kasih sama kamu.” Mereka berempat tertawa bersama-sama.
Terkadang, seseorang hanya butuh didengar. Bukan untuk mendapatkan solusi, namun hanya sebatas untuk bercerita.
Cerpen Karangan: Puput Yugiani Instagram: @tsaesci
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 19 Januari 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com