Pria itu terkapar dengan luka serius di perutnya, sepertinya ia dibunuh menggunakan pisau berlumuran darah yang ditemukan disampingnya. Tak lama, para medis dan anggota kepolisian datang ke TKP untuk menjalankan penyelidikan. Pertanyaanya, bagaimana bisa sidik jariku berada di pisau berlumur darah itu? memang benar aku mengamati barang itu, namun aku yakin bahwa aku tak menyentuhnya sama sekali!!
Pikiran gadis itu terus melayang layang di ruang interogasi. Mencari celah agar tidak lagi dijadikan tersangka atas kematian Brian Pratama seorang siswa kelas 2 SMU Bintang yang mayatnya ditemukan tergeletak di bangku taman dengan sebuah pisau di sampingnya, Gadis itu dijadikan tersangka karena seorang siswi bernama MIKI melihat dia berada di depan korban, dan setelah melakukan penyelidikan polisi menemukan sidik jari gadis itu di pisau yang menjadi alat pembunuhan. Tentu saja itu membuat si gadis langsung menjadi tersangka karena kuatnya barang bukti dan kesaksian Miki.
“Sekarang jujurlah pada ayah, apa kau membunuhnya?” tanya seorang lelaki paruh baya yang duduk di depan gadis itu. Suasana yang mencengkam antara gadis dan pria yang merupakan ayahnya itu semakin terlihat dari tatapan mereka yang saling membunuh. Sang ayah nampak terlihat marah karena mendapat laporan bahwa anaknya tidak mau menjawab satupun pertanyaan dari pihak kepolisian. “Tidak! Bukan aku!” jawab gadis itu lirih dengan begitu tenangnya. “Lalu mengapa sidik jarimu ada di pisau itu?” Tuan Samanta menatap putrinya lebih tajam dari sebelumnya. Ia benar benar tidak mengerti bagaimana putrinya bisa mengatakan bahwa dia tidak membunuh sedangkan sidik jarinya di temukan jelas di alat itu. “Itulah yang tidak kumengerti” tutur gadis itu membanting tubuhnya kesandaran kursi dengan frustasi.
Gadis itu pun menutup matanya mengurutkan kembali kejadian dari awal dengan seksama, kasus ini lebih rumit dari dugaannya. Lebih buruknya lagi ia menjadi tersangka utama dalam kasus ini, bahkan dihari pertamanya masuk ke SMU itu. Benar-benar sial! Umpatnya mengacak-acak rambut.
“Dasar gadis tak tau untung!! Dia tak menjawab satupun pertanyannku meski aku memukul meja dan membentaknya, tapi ia langsung menjawab pertanyaan inspektur dengan sangat mudah!” Di ruang sebelah dimana semua orang berkumpul menyaksikan jalannya interogasi seorang pria yang merupakan detektif kepolisian mengutarakan kejengkelannya pada gadis itu. “Ya kurasa gadis itu hanya akan bicara pada pawangnya, yaitu Inspektur Ariaga Samanta Dirgantara, ayahnya.” Jelas seorang wanita yang berdiri di sebelahnya. Nampaknya ia juga seorang detektif kepolisian yang sama. “Jadi tersangkanya adalah putri dari inspektur Samanta?!” pria paruh baya itu tak percaya, bagaimana mungkin putri seorang inspektur Samanta yang sangat tegas dan disiplin kepribadiannya berani melakukan sebuah pembunuhan kejam di sekolah?! Benar-benar gadis gila. “Ya, tapi bukankah ini aneh? Biasanya seorang tersangka akan terlihat was was bahkan ketakutan jika diinterogasi, dan jika dia memang tidak bersalah ia akan menyanggah dan marah marah karena dia tidak mau dijadikan tersangka kasus yang bukan ia lakukan, tapi gadis itu, ia bersikap sangat tenang seakan tidak terjadi apa apa.” Ucap detektif yang ternyata bertanya Yunita, nampaknya ia tak memalingkan pandangannya dari gadis itu.
“Itu karena aku memang tidak membunuhnya dan aku tidak mau membuang tenagaku dengan berteriak seperti orang gila. Lagipun kalian tidak akan mempercayaiku meski aku berteriak teriak bukan? Detektif Yunita Antara Senja.” Sesaat detektif Yunita bungkam, dan semua orang di ruangan itu menatap ke arah monitor. Tentu saja mereka sangat terkejut saat Gadis itu menjawab sambil menatap arah kamera tersembunyi yang mengawasi ruangan itu. “Baagaimana kau mendengarku?” tanya detektif Yunita heran “Tentu saja dari pengeras suara yang ada di depanmu, kau belum mematikannya detektif” Mendengar hal itu semua orang diam, mereka semakin menatap tajam gadis yang dengan santainya duduk di ruang interogasi, sembari menunggu ayahnya mengobrol di luar dengan anggota polisi yang lain. Mereka berfikir bahwa gadis ini bukanlah gadis biasa, lihat saja kepribadiannya yang setenang laut namun perkatannya sedalam samudera, bahkan ia dapat melihat kamera yang disembunyikan di tempat yang hanya beberapa anggota kepolisian yang mengetahuinya.
Tak lama setelahnya beberapa detektif dan anggota kepolisian masuk ke ruang interogasi bersama Pak Rahmat sopir pribadi gadis itu. Tentu saja itu membuat gadis tersangka menghembuskan nafas kasar, ya jadi sekarang ayahnya pun menganggap ia tersangka dengan membawa sopir pribadinya kemari untuk menjadi saksi.
“Tuan Rahmat apakah anda mengantarkan gadis ini ke sekolah pagi ini?” Tanya seorang detektif pada pak rahmat. Dengan heran pak Rahmat menatap ke arah detektif dan para polisi di hadapannya itu kemudian menganguk sebelum menatap ke arah gadis yang masih duduk dengan pikiran melayang layang kesana kemari. “Pria itu terbunuh dan kebetulan aku di sana, setelah itu tak lama kemudian polisi datang dengan petugas medis dan para siswa yang ingin melihat kejadian, dan setelah penyelidikan berlangsung sidik jariku ada di pisau bersimbah darah di samping kor… Tunggu ada yang aneh dari kasus ini” gumam gadis itu saat polisi sibuk menginterogasi pak Rahmat.
Gadis itu mengeluarkan sebuah rubik dari tasnya, mengacak warnyanya kemudian menyusun kembali warna itu perlahan, meski diluar ia nampak serius menyatukan warna rubik namun jauh di otaknya ia lebih fokus menyusun kejadian kasus itu dari pada rubiknya, ya anggap saja rubik itu hanya permainan yang melancarkan otaknya. Sesaat gadis itu berhenti tepat saat semua warna rubik kembali ke posisi semula, dengan cepat ia mengabil telepon dan menyelinap keluar dari ruangan.
“Dengan detektif Agara disini ada yang bisa…” “Diamlah!!” bentak gadis itu saat si konyol terus mengoceh. “Huh, ternyata kau, ada apa?!” tanyanya mengubah nada menjadi ketus. Tanpa basa basi Gadis itu pun menceritakan masalahnya pada Agara si detektif swasta yang merupaan teman baik kakak keduanya, percakapan mereka di telepon begitu serius dan panjang hingga si gadis tiba di ruang senjata kepolisian, gadis itu berhenti sambil terus melanjutkan ceritanya.
“Apa kau menjadi tersangka pembunuhan di hari pertamamu masuk sekolah? Ya wajahmu memang semenyeramkan pembunuh” ucapnya diiringi gelak tawa yang sangat menjengkelkan. “Itu tidak lucu! Sidik jariku berada di pisau berlumuran darah di samping korban!” “Tunggu jadi kau memang membunuhnya?!” “Tentu saja tidak! Untuk apa aku membunuh orang yang tidak kukenal?!” Gadis itu menyanggah tuduhan Agara dengan emosi, kini ia benar-benar terlihat sangat marah dengan situasi yang semakin memanas.
Sesaat keduanya hening, nampaknya mereka mulai hanyut dalam deduksi dan pikiran mereka masing masing. Gadis itu kembali melangkah hingga bertemu dengan dua petugas forensik yang sedang membersihkan penyelidikan, gadis itu perlahan masuk melihat pisau yang ditemukan di sisi korban, tunggu… itu lah yang aneh! Pisau itu!! gadis itu pun menerawang lagi menatap pisau yang tersegel di kotak kaca dihadapannya.
“Aku tau mengapa pisau ini memiliki sidik jariku!” ucap gadis itu penuh semangat “Aaa apa? Kau sudah menemukan pelakunya?” tanya Agara cemberut, ia tak percaya jika gadis itu selalu mendahuluinya menemukan pelaku kejahatannya. “Tidak belum, tapi aku punya petunjuk untuk menemukannya” ucap gadis itu mulai beraksi
Gadis itu kembali ke tempat interogasi dimana para detektif dan polisi masih berdebat deduksi untuk menghukum atau melakukan penyelidikan ulang karena pak Rahmat memberikan kesaksian yang mengarah bahwa ketidakmungkinan aku membuhun korban. Para detektif payah! Mereka sangat lamban dalam menyelesaikan kasus, umpat gadis itu kemudian kembali pada Agara di telepon.
“Aku butuh bantuanmu” ucapnya setengah tidak percaya bahwa dirinya meminta bantuan pada detektif konyol yang bahkan tidak pernah bisa memecahkan kasus dalam kurun waktu 24 jam. “Wah wah wah lihatlah si pawang misteri yang terhebat meminta bantuan pada detektif sepertiku? Ini keajaiban!!” ucap Agara membuat gadis itu semakin menunjukan kegeliannya. Ya ia sendiri tidak percaya dengan hal ini, namun tak ada lagi yang bisa ia lakukan selain ini karena ia tak akan bisa pergi dari kantor polisi karena dia satu satunya tersangka yang paling dicurigai dan menjadi sasaran empuk untuk dimasukan kedalam jeruji besi. “Datanglah ke SMU Bintang dan temukan benda berlumuran darah!!” pinta gadis itu pada Agara. Tentu saja Agara bingung dengan permintaan gadis menjengkelkan itu, sudah jelas barang buktinya ada di kantor polisi dengan sidik jarinya bagaimana bisa ia menyuruh mencari benda lain? Apakah dia sedang dipermainkan? Atau ia akan dijadikan kambing hitam demi keluar dari kasus ini? “Cepat!! Temukan benda apa pun yang berlumuran darah di taman belakang sekolah dimana kejadian itu terjadi, di semak semak ataupun lainnya!!” tambah gadis itu. Meski diselimuti kebingungan dan kecurigaan namun Agara tetap menjalankan perintah gadis itu tanpa berfikir, satu-satunya yang ada di pikirannya sekarang adalah menemukan benda itu atau dia akan mati di tangan gadis seperti monster itu.
Cerpen Karangan: Cahyanti
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 26 Januari 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com