Gadis itu menatap jam dimana masih menunjukan pukul 08.30, kemudian menghentikan perdebatan polisi dengan mengatakan bahwa pelakunya akan ketemu jika sekarang pergi ke SMU Bintang sebelum ia kabur. Tanpa berfikir panjang, para polisi pun segera meluncur bersama gadis itu untuk memastikan ucapannya.
“Aaa aku menemukannya, sebuah pisau berlumuran darah di rerumputan taman, dan ada seorang siswi yang dari tadi mondar mandir di tempat kejadian!” Gadis itu tersenyum mendengar penjelasan Agara, tentu saja dia ada di sana untuk membereskan bukti yang belum sempat ia lakukan. Gadis itu nampak senang karena deduksinya akan tepat dan dia akan terbebas dari para polisi menjengkelkan yang terus menganggapnya sebagai tersangka tanpa menyelidiki lebih jauh lagi.
Tak lama kemudian mereka pun kembali tiba di TKP dimana seorang gadis lainnya tertangkap basah di tempat kejadian. Tentu saja itu membuat pihak kepolisian sangat terkejut karena perkataan gadis itu benar, pelakunya akan terlihat jika kita kembali ke TKP.
“Jadi kaulah pelakunya?!” tanya seorang detektif kepolisian yang selalu marah marah sejak tadi. Gadis tersangka itu pun menutar mata dan mendapati bahwa detektif itu bernama Atara Saputra. Ia bersungut sungut saat mengetahui bahwa detektif itu adalah ayah Agara, ya pantas saja Agara bertingkah gegabah dan konyol rupannya ia mengikuti tingkah ayahnya. “APA??!! Tentu saja bukan aku!! Bukankah pelakunya gadis itu! kalian juga telah menemukan buktinya bukan?!!” sanggah gadis itu menunjuk ke arah gadis yang menjadi tersangka. Semuanya pun menatap ke arah gadis tersangka dengan tatapan maut, dengan suasana yang semakin ramai karena bel istirahat berbunyi semuanya menjadi semakin panas.
“Jika kau bukan pelakunya lalu apa yang kau lakukan di tempat ini di jam pelajaran?” tanya si gadis tersangka pada gadis yang berdiri di depannya. Sesaat gadis yang kini diketahui bernama Sinta itu melototkan matanya sebelum ia mencoba mengatakan dengan gagap. Tentu saja kegagapannya membuat detektif Yunita mulai mencurigainya, karena dia tau betul bagaimana reaksi seorang pelaku jika tengah diinterogasi. “Aku mencari barangku yang hilang” jawab Sinta sekenanya Meski ia mampu menjawab namun gemetar tubuh dan ketakutan di matanya tidak bisa berbohong dan menutupi bahwa dia bukanlah pelakunya. Agara yang telah menemukan sebuah pisau berlumur darah pun melangkah maju dan membuka bungkusan berisi pisau di hadapan semuanya.
“Apakah barang ini yang kau cari?” Sesaat semua orang menatap ke arah Agara yang memegang pisau penuh darah kemudian kepolisian juga menunjukan pisau yang sudah mereka bawa saat membawa gadis tersangka itu pergi ke kantor polisi untuk diinterogasi. “Apa.. ada dua pisau?” tanya detektif Atara tak percaya bahwa ternyata anaknya juga memiliki pisau dengan lumuran darah. “Ya, Dia menyuruhku untuk mencari benda berlumuran darah di sekitar TKP karena ia mengetahui trik dan apa yang sebenarnya terjadi di balik kasus ini.” jelas Agara menunjuk ke gadis tersangka. Semua orang pun menatapnya, hingga ia melangkahkan kaki dan mengutarakan deduksinya. “Ya pisau yang ditemukan di samping korban bukanlah pisau yang digunakan untuk menyerang, karena pisau sebenarnya yang digunakan untuk menyerang adalah pisau yang ditemukan oleh Detektif Agara di rerumputan taman. Mungkin saja Sinta menyerang korban kemudian ia panik karena korban telah mati, darah dari tubuh korban mungkin saja mengenai tangan sinta dan membuatnya takut, ia berlari untuk membersihkan tangannya dan pisau itu tidak sengaja terbawa, jadi sinta melampar pisau itu dengan sembarangan agar tidak ada yang bertanya mengapa ia membawa pisau yang berlumuran darah atau semua akan terbongkar saat mayatnya ketemu dan yang melihat dia membawa pisau akan langsung mengatakan bahwa Sinta pelakunya.”
Sesaat semuanya pun hening dan menatap Sinta yang nampak semakin goyah. Gadis yang menjadi tersangka pun menatap sinta tajam kemudian berpaling saat seorang polisi mengutarkan sebuah pertannyaan. “Tapi untuk apa Sinta meletakan pisau yang lainnya di samping korban?” tanya seorang polisi tak mengerti. “Tentu saja ia berfikir bahwa jika polisi mengetahui barang yang digunakan untuk membunuh hilang maka polisi akan mencarinya dan menemukan pisau yang asli dimana ada sidik jari sinta disana. Itu sebabnya ia menggunakan pisau lain dimana sidik jariku ada di pisau itu karena itu adalah pisauku yang kuberikan pada Sinta untuk praktek nanti di sekolah, Sinta memanfaatkan pisauku lalu meletakannya di sisi korban, mengolesi pisau itu dengan darah agar terlihat seperti telah diguakan untuk membunuh, kemudian berlari mencuci tangannya. Saat sinta mencuci tangan kebetulan aku melihat mayatnya dan Miki melihatku, ia terkejut kemudian melaporkan ke polisi dan karena ada sidik jariku maka akulah yang menjadi tersangka utamanya, dan alasan Sinta berkeliaran di TKP adalah karena ia ingin mengambil pisau yang ia lempar tadi untuk menghilangkan jejak perbuatannya agar tidak ada yang mengetahui bahwa sebenarnya ia yang melakukan pembunuhan ini.”
“Tapi bagaimana bisa kau tahu jika Sinta yang melakukan ini?” Tanya detektif Atara Gadis itu pun memincingkan matanya sambil menghelan nafas, sungguh detektif yang sangat payah umpatnya kemudian kembali mengutarkan deduksinya. “Bukankah sudah kubilang itu pisauku yang kuantar ke rumah Sinta untuk praktek nanti di sekolah?! sidik jariku ada di sana dan tentu saja aku mencurigainya karena hanya dia yang memegang pisauku!” jelas gadis itu dengan datar namun sangat dalam. Sesaat semuanya hening, sebelum kemudian detektif Yunita mengurutkan semuanya.
“Jadi dengan kata lain, Gadis ini pergi ke rumah Sinta memberikan pisau untuk praktek dan Sinta membawanya ke sekolah. Setelah dari rumah sinta gadis ini pergi ke toko untuk membeli peralatan lainnya sedangka Sinta membunuh korban, Sinta menukar pisaunya dengan pisau gadis ini dan menelfon gadis ini untuk bertemu di sini tempat dimana sinta membunuh dan sinta bersembunyi, Miki melihat gadis ini di depan korban dan menelfon polisi karena di samping korban ada pisau yang berumuran darah dan terdapat sidik jari gadis ini maka gadis ini dicurigai sebagai tersangka, kemudian setelah aman Sinta kembali kesini untuk mencari pisaunya yang hilang. Namun tertangkap basah oleh detektif Agara.” Semua orang pun mengangguk mengerti dengan apa yang detektif Yunita utarakan, semua pun menjadi jelas karena memang itulah yang sebenarnya terjadi.
Wajah Sinta semakin pucat saat seluruh sekolah menatapnya tanpa ampun. “Maa, mana buktinya?!! Kalian tidak bisa menuduhku hanya dengan deduksi!!!” sanggah sinta tak terima jika ia dijadikan tersangka. “Buktinya ada di dua pisau itu, jika pak polisi memeriksa pisau yang detektif Agara temukan maka akan ada sidik jari di gagang pisaunya, sedangkan pisau yang polisi temukan ada sidik jarimu di bagian ujung pisau, karena kau tau ada sidik jariku di gagang pisau itulah sebabnya kau memegang bagian ujung pisau dan melumurinya dengan darah agar sidik jarimu tidak terlihat.” Jelas gadis itu lagi membuat Sinta menelan ludah kasar, sekarang mata bulatnya itu mulai menunjukan kebencian pada gadis yang gagal menjadi kambing hitamnya.
“Jadi itulah sebabnya pisau itu ada di samping korban bukannya menancap di perut korban, karena sinta tidak bisa menancapkan pisau itu kembali atau sidik jarinya ada di pisau tersebut dan dia juga dicurigai.” tegas detektif Atara dengan bangga. Sinta pun semakin goyah dengan deduksi deduksi para detektif yang sangat tepat, terlebih lagi tatapan maut dari teman temannya membuatnya semakin diselimuti ketakutan. Sinta pun semakin goyah hingga raganya ambruk.
“Dia… Dia jahat!!! Dia menabrak ibuku hingga meninggal, dia tidak bertanggung jawab!!” Sinta pun mengakui dendamnya pada Brian yang telah menabrak lari ibunya hingga meninggal, dengan tangis yang terus membanjiri dia pun dibawa oleh pihak kepolisian untuk mempertanggung jawabkan perbuatanya.
“Jadi kau memang mempunyai dendam pada korban, dan merencanakan pembunuhan ini saat diperbolehkan membawakan pisau ke sekolah untuk praktek, mungkin saja kau satu kelompok dengan korban dan gadis ini, lalu kau memanfaatkan dua pisau milikmu dan milik gadis ini untuk membuat alibi hingga mengecoh kami. Dan menjadikan gadis ini sebagai kambing hitam.” Tutur Inspektur Ariaga Samanta Dirgantara yang diiringi anggukan Sinta.
Beberapa jam kemudian, polisi menemukan sidik jari Sinta di pisau itu tepat dengan apa yang gadis tersangka itu katakan. Kasus ini pun selesai, dengan kepintaran para detektif dan bantuan polisi semuanya tuntas dan tidak ada lagi yang dirugikan.
“Terimakasih detektif Agara kamu sangat hebat aku bahkan tidak berfikir bahwa pelaku menggunakan dua pisau untuk membuat alibi, aku benar benar terkecoh.” ucap detektif Yunita pada Agra. “Tidak detektif aku hanya menjalankan arahan gadis itu” Mendengar hal itu pun, Detektif Yunita menatap ke arah gadis yang berdiri dengan tenang, ya gadis itu putri Inspektur Ariaga Samanta Dirgantara, gadis yang sangat pandai dan tenang, gadis yang penuh dengan berbagai sisi tersembunyi dalam dirinya.
“Siapa namanya?” tanya detektif Yunita pada Agara yang tersenyum pada Gadis berekspresi dingin itu. “Dia gadis hebat, si pawang misteri yang hebat, si master deduksi yang pintar, dia gadis setenang air dan sedalam samudra, namanya Putri” ucap Agara tersenyum sambil menggaruk kepala belakangnnya yang tak gatal. “Namaku bukan Putri!!!” teriak gadis itu membuat Agara dan semua orang menutup telinga karena suara gadis itu yang mampu menggetarkan dunia.
Selesai
Cerpen Karangan: Cahyanti
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 26 Januari 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com