Secarik kertas putih di hadapanku, kugerakan tanganku, mulai menggoreskan tintaku dan merangkai kata. Seulas senyum dan semburat merah jambu menghiasi wajahku. Saat ini, aku tengah menulis surat cinta, iya.. Surat cinta untuk dia yang kucintai..
Aku berharap dengan menulis surat ini, ia akan mengerti arti perasaanku yang sesungguhnya dan mulai menyadari keberadaanku. Saat aku hampir menyelesaikan surat ini, tanganku berhenti menggores, sebuah wajah melintas di pikiranku. Ini salah, aku tidak bisa menulis surat seperti ini. Kubuang pena di tanganku dan meremas kertas putih yang telah kukotori dengan coretan pena itu hingga tak berbentuk lagi.
Sesak kurasa hati ini, mengingat kejadian saat sang mentari berdiri tepat di atasku. Dicky, orang yang kucintai, cinta pertamaku… Tak sengaja kulihat kak dicky tengah berduaan dengan temanku, ya teman baikku, selama ini aku tak pernah mengatakan bahwa aku menyukai dicky, aku merahasiakan darinya. Tapi aku tak menyangka, bahwa ternyata ia juga menyukai kak dicky, itu semua jelas ketika kudengar ucapannya. “Kak dicky, sebenarnya selama ini aku sering memperhatikan kak dicky. Apa kak dicky tak nenyadari hal itu?” Ucap ayu menatap kak dicky. Kak dicky kulihat hanya terdiam, ayu meraih tangan kak dicky lalu menggenggamnya. Tak ingin melihat lebih dari ini, aku segera berlari meninggalkan tempat itu. Sungguh sakit yang kurasakan saat itu, hatiku panas. Aku sadar, tak seharusnya aku merasakan hal itu, siapa aku? Apa hakku? Aku tidaklah penting, aku hanya juniornya di kampus, tidak lebih sadarlah keysa!
Kurasakan sesak di dadaku, malam ini aku menangisnya. Menangisinya yang bahkan tak pernah tau akan diriku. Buliran air mata semakin deras mengalir di wajahku, hatiku menjerit penuh pilu. Napasku tercekat, berharap waktu kan cepat berlalu agar luka di hati ini pudar termakan waktu…
Sebuah cahaya mengganggu tidurku, kubuka perlahan mataku, mencoba menyesuaikan dengan cahaya yang tiba-tiba menyilaukan pandanganku. “Jam segini masih tidur, kau akan terlambat keysa. Cepat bangun dan bersiap!” Omel mamiku sambil membuka semua tirai kamarku. “Mami, kayaknya aku nggak enak badan, tolong telepon ayu dong mi… Bilang kalau aku nggak enak badan jadi nggak bisa masuk hari ini” ucapku yang masih berbaring. Mamiku mendekat ke arahku, mendaratkan telapak tangannya di keningku. Raut wajahnya berubah “Apa perlu mami panggilkan dokter?” “Tidak, aku cuma butuh istirahat aja kok. Tolong ya mi, istirahat hari ini doang besok aku akan masuk kuliah kok…” “Jangan khawatirkan kuliahmu, kalau memang masih sakit besok jangan masuk dulu. Dan kalau butuh sesuatu panggil aja mami” aku hanya mengangguk sambil tersenyum lembut. Diusapnya pelan keningku dan menata rambutku lalu ia pergi meninggalkanku, menutup pintu kamarku dengan sebelumnya mengatakan untuk kembali tidur.
Kutatap langit kamarku, beberapa potongan tentang kak dicky kembali berputar seperti sebuah film hitam putih. Kupejamkan dengan erat mataku, mencoba tidur dan melupakan segalanya. Setetes air mata mengalir begitu saja ketika kututup kedua mataku..
“Keysa..” samar samar ku mendengar sebuah suara yang tengah memanggil namaku, suara yang sangat kukenal. “Bagaimana keadaanmu saat ini?” Tanyanya waktu ku membuka mataku, aku sangat terkejut dengan kehadirannya namun segera kuhilangkan rasa terkejut itu. “Udah agak baikan kok kak. Kakak ngapain di sini?” “Kok kamu kayaknya jadi agak dingin, kakak ada buat salah ya?” “Nggak kok kak, aku cuma butuh istirahat aja. Ntar selesai istirahat aku mungkin akan balik lagi seperti biasanya” “Kakak ganggu istirahat keysa?” “Hm iya kak, kak dicky pulang aja dulu. Besok aku udah masuk kuliah kok, besok kita ngobrolnya kalau aku udah baikan. Maaf ya kak..” ucapku tidak menatap wajahnya sama sekali “Nggak perlu minta maaf kok, ya udah kalau gitu kamu istirahat aja. Kakak akan pulang” “Iya, dan lebih baik kakak jangan sok perhatian kayak gini lagi, ini membuatku bingung kak” “Bingung gimana?” “Bukan apa-apa kok kak. Kakak pulang aja” kulirik wajahnya, dapat kulihat wajahnya yang kecewa akan ucapanku. Aku sebenarnya tak ingin melihat wajahnya yang seperti ini, tapi sungguh jika aku terus mendapatkan perhatian darinya, maka hatiku akan terus berharap padanya, dan jika itu terjadi, lalu bagaimana aku bisa memusnakah perasaanku padanya?
1 bulan sudah sejak pertemuanku yang terakhir di rumahku dengan kak dicky. Sedangkan dengan ayu, aku mulai sedikit merenggangkan persahabatanku. Aku tak ingin seperti ini, tapi dari pada aku harus makan hati, lebih baik aku menjauh dari mereka berdua. Aku tak tau hubungan mereka sudah sejauh mana, aku tidak tau dan aku tidak mau tau. Hari-hariku, kuisi dengan terus menghindari kak dicky dan ayu. Aku sebenarnya tersiksa dengan hal ini, tapi aku yakin ini yang terbaik.
Saat ini, aku tengah duduk sendirian di taman kampusku. Ditemani earphone yang terus mengalunkan musik. Tatapanku kosong lurus ke depan, tiba-tiba sebuah tangan menutup mataku. Kugenggam tangannya, berniat untuk melepasnya, namun pergerakan tanganku terhenti sejenak… Ini tangan kak dicky, segera kuhempaskan tangannya dan berdiri berbalik ke arahnya. “Takut amat, kakak nggak akan gigit kamu kok” “Kakak kok di sini?” “Emangnya kenapa? Nggak boleh?” “Bukan gitu maksudnya, kaget aja kak..” “Kamu sadar nggak? Selama ini kamu terus menghindar dari kakak” “Menghindar? Hahaha perasaan kakak aja kali” “Masa? Udah 1 bulan kakak nggak pernah liat kamu. Ke mana aja?” “Ke mana-mana haha” “Garing, Ke mana keysa? Nggak kangen apa dengan kakak?” “Nggak, untuk apa kangen. Emang kakak siapanya aku? Nggak perlu kangen dengan kak dicky” kak dicky terdiam mendengar ucapanku, aku rasa ini sudah cukup. “Oh iya, kak maaf ya kak aku lupa. Aku harus ke perpustakaan.. Maaf ya kak aku pergi dulu” ungkapku langsung berlari tanpa mendengar apapun darinya lagi.
Setelah hari itu, kak dicky lah yang menjauh dariku. Senyum seakan lenyap, ku tak melihat senyumnya lagi. Dan beberapa hari ini kulihat ayu selalu ada di samping kak dicky, aku merasa hatiku teriris melihat semua itu, tapi aku tidak bisa melakukan apapun…
Dan hari ini, kudengar bahwa kak dicky dan ayu telah merajut kasih. Bagaikan terhantam batu ribuan ton, hatiku hancur berkeping-keping. Musnah sudah semuanya, tak ada lagi yang tersisa, buliran air mata kembali hadir. Dulu aku sudah bersusah payah menahan air mata yang akan jatuh, tapi apa sekarang? Bahkan sedetik pun tak sanggup kutahan air mata ini tuk tak jatuh. Sesaknya kembali terasa, hatiku telah tertutup sudah selamanya. Kan kututup hati ini selamanya, dan kan kusimpan hati ini untuk kak dicky tanpa mengharapkan cinta dan balasan apapun darinya, cukup melihatnya dari kejauhan. Melihat senyumnya dan tawanya sudah cukup untukku…
“Keysa…” suara kak dicky, aku segera menghapus air mata dan berbalik menatapnya. Ia berjalan mendekat ke arahku “Tak ingin mengucapkan sesuatu untukku?” Tanyanya ketika telah berada tepat di hadapanku. “Hehehe maaf telat ya kak… Selamat untuk hubungan kakak dan ayu, semoga terus bersama sampai tua ya kak” ucapku penuh senyuman kepalsuan “Benarkah? Hanya ini yang ingin kau ucapkan?” “Kakak berharap apa lagi? Hm, ah semoga cepat ke pelaminan ya kak hahaha” tawaku, apakah ini terlihat palsu? Kuharap tidak, sakit jika terus berpura-pura seperti ini ternyata… “Grabb” mataku membulat sempurna, kak dicky tiba-tiba menarikku ke dalam pelukannya. Aku segera mencoba melepaskan diri, namun ia semakin erat memelukku. “Lepas, apa yang kakak lakukan?!?” “Aku mencintaimu keysa…” seketika kuhentikan tubuhku yang meronta, sungguh ku tak percaya dengan apa yang baru kudengar saat ini. Jantungku bahkan serasa berhenti berdetak untuk beberapa saat, ada rasa bahagia namun rasa sakit menutupi kebahagiaan itu. Kurasakan pelukannya yang sedikit melemah, segera kugunakan kesempatan ini untuk melepaskan diri.
“Plakk” sebuah tamparan kudaratkan ke pipinya “Kakak sadar apa yang baru saja kakak katakan? Apa kakak mempermainkan ayu? Kak, ayu itu sahabatku, kakak jangan sampai mempermainkannya aku nggak akan menerimanya jika kakak melakukan hal itu!” “Benarkah? Memangnya apa yang akan kamu lakukan?” “Kakak menantangku?!?” “Kalau iya?” “Kakak!” “Apa? Selama ini, kakak sangat menyanyang- ah tidak itu salah, mencintai lebih tepatnya. Kakak sangat mencintaimu keysa, dan kakak yakin kamu juga memiliki rasa yang sama, tapi apa? Kamu malah menjauh dari kakak.. Dan malah temanmu yang menyukai kakak, takdir yang sangat manis” kulihat senyum kecutnya, aku tak ingin mengatakan sepatah kata apapun. “Keysa, kakak dan ayu tidak memiliki hubungan apapun, dia cuma bantuin kakak. Kakak harap dengan begini kamu akan sadar dan mengakui perasaanmu… Tapi- sudahlah, percuma.. Semuanya percuma..” Ia berbalik dan mulai melangkah menjauh dariku.
“Kak dicky, ayu itu kayaknya tulus banget dengan kakak. Kak, sulit tau dapat yang tulus kayak gitu, kakak harus pertahanin dia dan jangan sampai kehilangannya” ia berhenti melangkah, berbalik menatapku. Kulihat ia tersenyum dengan aliran air mata di wajahnya, rasanya hatiku sangat sakit saat ini melihatnya seperti ini. “Benarkah? Kalau begitu selamat untukmu, kau baru saja melepaskan dan membuang laki-laki yang sangat tulus mencintaimu. Dan ya, aku akan mempertahankannya seperti keinginanmu. Jangan khawatirkanku habiskan sisa hidupku bersama ya untukmu” ia lalu berbalik dan benar benar menghilang dari hadapanku.
“Kakak… Sebenarnya aku juga sangat mencintai kakak lebih dari cinta yang mungkin kakak miliki untukku. Tapi aku tidak bisa kak, aku tidak bisa menerimamu ketika ku tau bahwa ayu juga sangat mencintaimu. Aku mencintaimu kak, maafkan aku… Maaf, maaf kak..” ucapan maaf terus terucap di sela isak tangisku, aku benar benar kehilangannya untuk selamanya setelah hari itu. Tak apa, aku baik baik saja, pelukannya dulu yang pertama dan terakhir adalah kenangan terindah yang mampu membuatku terus hidup. Ku hanya mengharapkan kebahagianmu, aku tak ingin menjadi egois mendapatkan cintamu di atas penderitaan sahabatku sendiri.
Cerpen Karangan: Susilowati Facebook: Susilowati