Cinta, tiba-tiba saja aku tertarik ingin menceritakan kisahku. Kisah yang meninggalkan pertanyaan dan aku pun tidak yakin dengan jawabannya. Bermula dari ketika aku dan sahabatku ayu sedang duduk di taman menunggu seseorang. Tak lama waktu berselang, yang ditunggu pun hadir. Sejenak aku tercengang dengan dia yang perlahan mendatangi kami. Dengan mataku yang tak berkedip lurus memperhatikan dia yang terus berjalan mendekati kami.
“Mas.. Maaaassss.. Biasa aja dong liatnya..” bisik ayu kepadaku.
Dia terus mendekati kami, dengan pakaian yang anggun, gamis berhiaskan hijab yang panjang menutupi seluruh auratnya. Namun bukan itu yang membuatku terus memperhatikannya. Namun sikap dia yang membuat benakku bertanya-tanya. Dia terlihat bingung dan canggung. Ketika dia sampai, ayu langsung meminta kami untuk berkenalan. Dengan sedikit gugup aku perkenalkan namaku. Dan dengan senyum yang manis dia menyebutkan namanya. Dina, itulah namanya. Suasana aneh pun terjadi ketika itu. Aku gugup dan terdiam, dina juga diam, ayu pun bingung dan tak mengeluarkan kata-kata. Untuk mencari kesibukan, mulailah kami satu persatu mengeluarkan hp masing-masing. Suasana pun tetap hening.
Jam terus berjalan, minuman yang kami pesan pun terus berkurang. Akhirnya kami memutuskan untuk pulang. Dina pulang sendiri, sedangkan aku pulang berdua dengan ayu. Sambil berjalan menuju ke parkir, ketika itulah semua yang ada di kepalaku keluar.
“Yu, kok si dina tadi diam-diam aja ya?” “Emangnya mas ada ngajak dia ngomong?” “Iya juga ya.. Tapi tadi ayu diam juga” “Aku pun bingung mau ngomong apa.. Tadi mas kenapa liatin dia sampai segitunya?” “Tadi aku heran aja liat dia, kok dia keliatan bingung gitu ya?…” “Ouh itu, mungkin dia belum pede mas” “Maksudnya?” “Iyaa.. Dia baru baru ini berpenampilan kayak gitu..” “Oh ya? Bagus deh.. Lagian cewek tu cantik kalau berpenampilan kayak gitu” “Tu kan, bilang aja mas tadi terpana liat kecantikan dia” “Bukan.. Jangan salah paham”.
Mulailah rasa penasaranku muncul dan ingin mengenal dina lebih jauh. Aku minta nomor teleponnya dengan ayu. Setelah ayu memberinya, aku pun mencoba menelepon dina. Namun ya inilah aku, aku masih merasa gugup dan membatalkan niatku untuk menelepon. Kemudian kuputuskan untuk sms aja. Tak lama kemudian, dina menjawab pesan sms ku. Sejenak ku berfikir, akhirnya kuberanikan diri untuk menelepon dia.
“Assalamu’alaikum” “Wa’alaikumussalam” “Ada apa mas edo?” “Nggak apa-apa, lagi sibuk ya?” “Nggak kok ini baru selesai ngerjain tugas”
Perbincangan kami pun berjalan panjang, ternyata dina orangnya asyik. Sejak itulah aku mulai mengenal dina. Kami saling berbagi cerita satu sama lain dan membuat kami semakin dekat. Namun bukan ini inti dari kisahku, sebab niatku saat itu terus dekat dengan dia hanya karena aku tertarik dengan niatnya yang ingin memperbaiki diri dan dia mau terima motivasi dan nasehat dariku. Jika difikirkan, tidak ada salahnya mengajak orang lain menuju ke jalan yang baik. Meskipun aku sendiri belum yakin bahwa diriku baik.
Dan saatnya inti kisah ini dimulai. Yaitu ketika sahabatku fahmi memperkenalkan temannya abdi kepadaku. Sekaligus meminta izin jika abdi ingin satu kos dengan kami. Karena kami kos cuma berdua, aku pun mengizinkan abdi gabung bersama kami. Dalam satu hari pertama abdi bersama kami, aku sudah mulai bisa mengenalnya. Dan yang menarik darinya adalah dia sangat aktif dalam bercerita.
Ketika malam, seperti biasa, setelah mengerjakan tugas aku menelepon dina. karena terlalu bersemangat, aku tidak sadar ternyata fahmi dan abdi memperhatikanku sepanjang aku menelepon. Setelah selesai menelepon, fahmi pun mencadaiku. “Hampir tiap malam nelepon terus, tapi nggak pernah dikenalkan ke aku” Aku pun tersenyum mendengar fahmi berkata seperti itu. Aku pun memperlihatkan foto dina. “Oo jadi ini dia pujaan hati yang selama ini diteleponin terus?” ucap fahmi sambil tersenyum. “Bukaan… Itu teman, bukan siapa siapa” “Ah gak usah bohong, lagian cantik pun, anggun, insyaallah solehah nih pasti.”
Dengan wajah penasaran, abdi pun ikut melihat foto dina dan mengucapkan kata yang sedikit membuat hatiku tersinggung. “Fahmi, kita gak bisa menilai orang dari penampilannya aja.. Bisa aja penampilannya kayak ustadzah tapi dalamnya bukan perempuan baik baik. Lagian baju kayak gitu banyak yang makai, sekarang lagi tren”. Rasanya tidak pantas abdi berkata seperti itu, tapi ya sudahlah. Semoga dia tidak berniat su’uzon.
Hari demi hari perlahan aku mengenali abdi. Selain karena tinggal satu kos, sifat dia juga sangat menarik perhatian. Tanpa ku berusaha keras mengenali dia, abdi sudah memperlihatkan siapa dia sebenarnya. Memang sudah difitrahkan sebagai manusia, akhlak bisa lebih baik dari malaikat dan bisa pula lebih buruk dari iblis. Ada beberapa sifat abdi yang sedikit mengecewakanku. Mulai dari sering berkata kotor, sedikit angkuh, dan terkesan munafik.
Dan tibalah saat yang membuatku sangat kaget, yaitu ketika ayu menceritakan bahwa abdi tanpa sepengetahuan dariku ternyata sedang berusaha mendekati dina. Ayu sangat yakin dengan itu sebab memang abdi yang mengatakannya sendiri. Hanya saja abdi tidak berani secara terang-terangan menunjukkan jika dia suka dengan dina sebab dia menganggap bahwa aku dan dina dekat dan pacaran.
Kekhawatiranku pun muncul. Mengingat sifat-sifat abdi yang kuketahui membuatku berfikir bahwa seharusnya dina mendapatkan lelaki yang lebih baik dari abdi. Namun kekhawatiranku berangsur menurun melihat sifat buruk abdi perlahan berubah. Aku tidak yakin dengan penyebabnya. Namun bersyukur dia mulai berbenah diri. Dia mulai bertanya-tanya kepadaku tentang persoalan ibadah, berangsur menghafal doa-doa sholat, dan surat-surat pendek. Dari tingkah lakunya, terlihat keikhlasan dia dalam berbenah diri. Aku kagum dan terharu dengan niat baiknya itu. Dan tidak sepantasnya juga aku menghalangi dia untuk mendekati dina.
Tanpa berfikir dengan baik dan mencari cara yang bijak, kuputuskan untuk tidak komunikasi dengan dina lagi, dan berhenti bergurau dengannya dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa tidak ada apa-apa antara aku dan dina. Abdi pun paham dengan keadaan itu dan mengambil jalur dalam untuk mendekati dina. Setelah itu aku baru sadar bahwa cara yang kuambil adalah salah. Dina tidak mau lagi menyapaku dan hubungan kami layaknya musuh. Sangat sukar untuk memperbaiki hubungan pertemanan kami. Dan baru tersadar olehku apa yang telah aku bangun menjadi hancur hingga ke pondasinya.
Keserasian mereka menjadi api kecemburuan yang membakar hangus hatiku saat itu. Dan aku juga sadar bahwa tidak ada yang salah dalam kisahku ini melainkan diriku sendiri. Dan di sinilah ingin kusampaikan bagaimana caraku memandang cinta. Dari yang kupahami, cinta tidak harus suka, melainkan karena biasa. Cinta yang dalam bahasa arab yang berakar dari kata “Ahaba”, dan digunakan pada istilah kegemanaran (hobi), yang tercipta dari kebiasaan yang terus berulang. Yang membuatku menyesal adalah bukanlah karena dina menjadi kepunyaan orang lain, melainkan momen yang pernah tercipta dan tidak lagi terulang.
Cerpen Karangan: Masedo