Saat itu setelah aku selesei mandi, aku kini melihat wajahku di kaca. Terlihat dandananku yang begitu natural itu aku akan pergi ke pantai bersama Ari. Namaku Dila, aku memang suka bepergian ke pantai.
Sesampainya di pantai, aku terkagum melihat ombak yang menghantam batu karang. Walau ratusan kali ombak memghantam menghantamnya, batu karang masih kokoh berdiri. Suasana saat itu tenang. Udara terasa begitu sejuk. Aku berlarian ke sana ke sini demgan hati yang gembira. Kemudian diikuti oleh Ari yang menyiramkan air pantai kepadaku. Aku pun tak tinggal diam. Aku juga melakukan hal yang sama kepadanya.
Setelah puas bermain dengan air, kini kami duduk di atas ribuan pasir pantai. Tanpa aku sadari, kini tanganku mulai menulis dua angkaa yaitu,”22″. Angka ini merupakan angka kesukaan bagiku. Pada tanggal itu, Ari memintaku untuk menjadi pacarnya. Masih teringat olehku, saat itu Ari terlihat begitu malu-malu. Wajahnya yang putih dengan sekejab memerah, serta tangannya yang terlihat begitu gemetaran menyodorkan sesuatu padaku. Ternyata Ari memberiku sebuah gelang berwarna hijau yang bertuliskan, “22”.
Terdengar teguran di telingaku, Ari mencoba membangunkan aku dari lamunanku. Kini mata kami berdua tertuju pada sebuah titik terang di depan sana. Itu adalah sunset. Moment itu kami abadikan demgan sebuah foto. Hari sudah mulai agak gelap, Ari mengantarkanku pulang. “Makasih Ari. Hati-hati di jalan ya”. Ari menganggukkan kepalanya dan kemudian berlalu meninggalkanku. Tanganku kini telah berhenti melambai, kemudian aku masuk ke dalam rumah.
Dua belas bulan sudah kami menjalani ini bersama-sama. Suka, duka, canda tawa serta air mata menjadi pengikut setia kami. Tapi yang paling sering sih, canda tawa ya! Hingga pada sutu sore hari yang cerah, aku diajak Ari ke suatu tempat dengan mata yang tertutup. Aku semakin penasaran dengan Ari. Lalu perlahan Ari membuka tutup mataku. Alangkah terkejutnya diriku, Ari memberikan sebuah kejutan yang tak pernah aku sangka. Aku kira dia sudah lupa pada hari ini. Ternyata dia merayakannya. Air mata kini membasahi pipiku. Kemudian Ari memegang kedua tanganku lalu meletakkannya di dadanya. Senyuman yang begitu manis nampak di bibirnya. Kemudian mencium keningku. Beberapa saat kemudian Ari memainkan gitarnya dan diiringi demgan lagu kesukaan kami berdua, “Takkan Pisah”. Kami berdua bernyanyi dan terhanyut dalam alunan lagu tersebut.
Hubungan kami berdua makin hari makin lancar. Bahkan kami semakin akrab. Besok rencananya Ari mengajakku ke taman kota. Aku kini ingin terlihat beda dari hari biasanya. Saat aku keluar menemui Ari, Ari Begitu tercengang melihat penampilanku yang berubah drastis itu. Aku tertawa kecil. Aku kini memakai make up serta hiasan di rambutku, dan tak lupa aku memakai gelang yang diberikan Ari padaku.
Kami kemudian menuju taman kota. Setelah sampai di sana, Ari membelikan coklat untukku. Ari memang yang perhatian dan romantis. Kami kemudian duduk bersama. Ari bercerita tentang perasaannya selama bersamaku. Ekspresi wajahnya yang lucu membuat aku tertawa geli. Saking gelinya aku, aku menarik kedua pipinya hingga memerah. Ari juga ikut menarik kedua pipiku hingga aku berteriak kesakitan. Ari tersenyum dan kemudian memegang tangan kananku.
Namun, dari arah belakang tempat duduk kami, ada seorang cewek berambut panjang langsung memeluk Ari. Sungguh pemandangan yang tak ingin aku lihat. Wajahku langsung memerah, tanganku menggempal bajuku. Ari pun langsung melepaskan pelukkan itu, sekarang membalikkan badannya ke arah belakang. “Lola. Kamu ngapain di sini!” Ari langsung memegang tanganku kembali, setelah tadi terlepas olehku. “Ari, aku kangen kamu. Aku masih sayang sama kamu Ri”. Cewek itu kemudian memeluk tubuh Ari kembali. Aku menarik tangan Ari, sehingga pelukkan itu terlepas. Hati aku terasa hancur seketika, perasaan marah yang begitu dalam muncul seketika. “Ini cewek kamu Ri. Apa sih yang bikin kamu mau sama dia. Masih kalah jauh dari aku Ri!” Cewek itu berkata seakan dia lebih menarik di bandingkan aku. “Eh, kamu diam!” Suaraku terdengar begitu keras, membuat orang di sekitar kami memusatkan perhatian pada kami. “Lola mending kamu pergi dari sini sekarang”. Ari mengusirnya dengan nada yang sedikit keras. Lola menghampiriku dan memperhatikanku dari ujung kaki hingga ujung rambut. “Dasar cewek nggak tau diri kamu ya”. Nada itu seakan-akan memaki-maki diriku. “Nggak Tau diri! Bukannya kamu yang nggak tau diri”. Ari kini merasa khawatir pada diriku, dia takut jika aku melakukan hal yang aneh pada Lola, karena dia tahu kalo aku anak karate. Cuman aku saja yang bergaya biasa-biasa saja. “Kamu, kamu udah ngerebut Ari dari aku. Kegatelan kamu jadi cewek”. Tangannya hampir saja mengenai bahuku, langsung saja aku memegang tanggannya lalu menepisnya. Dia seperti menahan sakit. Dan kemudian pergi meninggalkan aku Dan Ari
“Itu siapa Ri!” Mataku kini melotot kepada Ari. Dan aku kemudian duduk kembali karena pegel kalau terus berdiri. “Itu mantanku, sayang”. Memelukku dan mengelus rambutku. Baru saja aku akan membuka mulutku, Ari sudah memotongnya. Ari tahu aku akan bertanya apa. “Apapun yang terjadi, aku nggak bakalan ninggalin kamu sayang. Ingat ya, aku bukan mantanmu, dan tak akan menjadi mantanmu”. Senyuman yang begitu lebar menghiasi bibirku. Aku merasa sedikit kesal pada Ari, dan mencubit perutnya itu. Aku kini tertidur dalam pelukannya.
Cerpen Karangan: Ayu Purnama Sari Facebook: Ayu Cager Sweger Nama: Ayu Purnama Sari Alamat: Batusangkar, Sumatera Barat