“Dan pada akhirnya, para pemanah pun akan merasakan sakit dari anak panah yang telah mereka lontarkan, mampukah kalian menahan rasa sakitnya”
Bbbuughhh… Dengan sadar tian pun telah melesatkan pukulannya itu mulus pada wajah faiz yang ada di hadapannya. Tak bisa ia menerima kenyataan bahwa sang kakak lah yang telah dicintai oleh wanita yang selama ini ia cintai pula. Disaat ia telah mengungkapkan segala perasaannya pada indri, ternyata ia mendapati penolakkan karena yang wanita cintai itu adalah faiz, kakaknya sendiri.
“harusnya lu tau kak, harusnya lu tau kalau gua itu cinta sama dia!!!” ucap tian dengan penuh kekesalan. Faiz pun bangkit dan mulai melayangkan pukulannya pada adiknya, akan tetapi ia pun menghentikan niatnya itu. Ia sadar semarah apapun ia pada tian, faiz tak bisa menggunakan cara fisik sekalipun pada tian. “pukul gua kak pukul, jangan karena gua sakit lu bisa lembek sama gua” ucapan tian benar-benar membuat faiz geram. “denger tian, gua bisa jelasin semua” ucap faiz berusaha menenangkan tian dan juga dirinya sendiri. “semuanya udah jelas kak, lu udah ngerebut indri dari gua, walaupun lu tau gua cinta sama dia, lu jelas-jelas tau semuanya” panjang tian. “lu salah, gua sama sekali gak pernah cinta sama dia” tanpa sadar faiz pun mengatakan hal yang membohongi dirinya sendiri. Ia lebih memilih satu-satunya keluarganya yang tersisa saat ini daripada perasaannya sendiri. “lu pasti bohong” “denger, kalau memang semuanya itu bener gua bakal lebih milih adek gua, satu-satunya keluarga gua, yaitu elu. Gak ada yang lebih berharga dari keluarga” ucapan faiz pun membuat tian tersadar bahwa yang ia lakukan itu keliru.
Pada akhirnya, faiz harus membohongi perasaannya sendiri akan cintanya yang begitu yakin kepada indri. Ia lebih memilih mengalah dan mengurungkan niatnya untuk bersama indri, keluarga baginya yang nomor satu. Hal yang harus ia terima bahwa adiknya sendiri telah mencintai wanita yang sama, tian pun sudah sering menceritakan banyak hal tentang kedekatannya dengan indri.
Sosok indri yang telah merubah banyak hidup tian membuat benih cinta mulai tumbuh pada diri tian. Semakin hari perasaan itu semakin tumbuh, tian meyakini bahwa indri adalah wanita yang tepat. Yang tidak tian ketahui adalah bahwa indri tidak memiliki perasaan yang sama padanya, tetapi tian terus berusaha untuk terus mendapatkan hati indri, hingga indri siap untuk menerimanya dan juga kekurangannya.
“kak gua minta maaf, gak seharusnya gua kayak gini sama lu gua memang adek yang kurang ajar” sesal tian. “gua ngerti perasaan lu, mungkin gua bakal ngelakuin hal yang sama kalau jadi lu” balas faiz. “ya tetep aja gua ngerasa gak enak sama lu, apalagi gua udah aaarrgghh…” ucapan tian pun terhenti saat ia merasakan sakit pada kepalanya. Seketika tubuh tian pun ambruk, ia pun masih meringkuk dan meringis sambil memegang kepalanya yang terasa sakit. Faiz pun panik bukan main, ini sudah sering terjadi pada tian akhir-akhir ini, dengan sigap faiz pun menghubungi ambulance dan membawa tian ke rumah sakit.
Setelah sampai di rumah sakit, indri pun mempercepat langkahnya untuk menuju ke ruangan dimana tian berada. Setelah mendapat kabar langsung dari faiz, dengan cepat indri pun langsung berangkat menuju rumah sakit. Sebelumnya ia hanya tau bila tian memiliki penyakit tetapi indri tidak pernah tau penyakit apa yang tian derita.
“kak, gimana keadaan tian?” tanya indri ketika ia sampai dan bertemu faiz. “dokter masih meriksa” jawabnya singkat, tanpa menoleh sekalipun pada indri. “sebenernya dia sakit apa kak? Kenapa dia gak pernah cerita sama aku” ucap indri, faiz pun menoleh singkat padanya dan menunjukkan senyuman khasnya. “sejak SMP tian udah kena penyakit kanker otak, terlalu dini buat dia nanggung penyakit seberat itu. Udah sering ia masuk keluar rumah sakit buat sekedar berobat, ketika kedua orangtua kita meninggal disitu tian udah mulai berubah. Semangat hidupnya udah gak ada, bahkan sempet satu waktu dia milih pasrah sama penyakitnya dan berniat buat ninggalin kakak sendirian” jelas faiz dengan mata berkaca-kaca.
Tanpa sadar air mata pun menetes saat indri mendengar cerita dari lelaki yang berada di hadapannya itu. Ternyata hal inilah yang tian selalu sembunyikan padanya, dan kini indri telah mengetahui segalanya dari faiz. Akan tetapi, indri menyadari satu hal, sikap faiz padanya sedikit berbeda, sejak datang tadi faiz sama sekali tidak menatapnya. Bahkan perkataan yang faiz lontarkan padanya pun tak seperti biasanya, seolah faiz tengah menjauhkan diri dari indri.
“kakak mau kamu jujur, siapa yang kamu cinta? Kakak atau tian?” tanya faiz dengan tenangnya. Berbeda dengan faiz yang merasa tenang, indri sangat terkejut saat faiz melontarkan pertanyaan yang tidak ia duga sama sekali. “ma… maksud kakak?” tanya indri. “kakak mau jawaban kamu, bukan pertanyaan kamu” ucapan faiz pun semakin tegas. “aku… aku…” “kakak harap lelaki yang kamu cintai itu bukan kakak” uacap faiz dengan tenangnya. Seketika lutut indri pun terasa lemas saat mendengar hal tersebut langsung dari faiz, tak disangka dengan tega ia mampu mengatakah hal tersebut, air matanya pun kembali menetes. “tian lebih mencintai kamu indri, dia lebih mengerti kamu dan dia pun lebih pantas untuk kamu, kakak adalah sosok lelaki yang tidak bisa kamu harapkan. Dan tolong, menjauh dari kakak dan coba lah dekat dengan tian, cobalah untuk mencintai dia. Untuk apa kamu mencintai seseorang yang tak memiliki cintanya untuk kamu, sedangkan ada seseorang yang lain dan jelas-jelas mencintai kamu”
Dan lagi, faiz harus berbohong untuk kesekian kalinya dan bahkan ia meminta indri menjauh darinya. Ia benar-benar terpaksa melakukan semua itu hanya untuk tian, hanya untuk kebahagiaan adiknya itu. Sementara itu indri hanya bisa menundukkan kepalnya dengan air mata yang terus menetes, ia tak mampu untuk mentap faiz. Ia pikir bahwa faiz telah merasakan hal yang sama dengan apa yang ia rasakan juga, ternyata semua itu hanyalah angannya semata. Bahkan hal tersebut tidak bisa disebut mimpi, bahkan sebelum tertidur kejadian tersebut tidak akan perah terjadi atau termimpikan.
Indri pun menghela nafasnya panjang dan mencoba menenangkan dirinya dan menghentikan tangisannya. Ia pun memberanikan dirinya untuk mengangkat kepalanya dan menatap mata faiz dalam-dalam. “sebelumnya aku mau minta maaf bila aku telah melayangkan cinta pada kakak, aku juga minta maaf bila aku terlalu menaruh harapan besar pada kakak. Benar yang kakak bilang, untuk apa aku mencintai kakak yang jelas-jelas tidak pernah mencintaiku, maaf bila denganku hanya membuang waktu yang kakak miliki.” Ucap indri dengan sadar. Indri telah mengatakan semuanya, bahkan hal yang jujur maupun bohong telah ia katakan.
Tak lama kemudian dokter pun keluar dari ruangan dimana tian berada di dalamnya. Faiz pun diminta sang dokter untuk mengikutinya dan indri diperbolehkan untuk melihat keadaan tian. Saat memasuki ruangan tersebut, indri pun di temukan dengan sosok tian yang terbaring lemah dengan sebuah alat pembantu pernafasan. Indri pun mendekati sosok tian dan duduk di sebelahnya, melihat wajah pucat tian membuat indri merasa bersalah. Bersalah karena telah mengkhianati perasaan tian padanya, dan kini perasaannya lah yang telah dikhianati. Tangan indri pun mulai bergerak mengelus lembut wajah tian yang pucat, tak di duga bahwa kini ia tengah melawan penyakitnya itu. “kenapa sih kamu gak pernah bilang kalau kamu sakit kayak gini? Kenapa kamu gak pernah cerita sama aku” ucap indri. “maaf ya kalau udah buat kamu kahawatir” akhirnya tian pun membuka matanya dan juga menunjukkan senyumnya.
—
“keadaan saudara septian kini cukup mengkhawatirkan” ucap sang dokter. “lalu apa yang harus saya lakukan dok untuk bisa menyembuhkan adik saya?” tanya faiz dengan khawatirnya. “selain kemoterapi, hanyalah doa lah yang bisa menyembuhkan saudara septian” ujar sang dokter. Setelah mendapat penjelasan dari dokter, faiz pun kembali menuju ruangan tian.
Saat ia ingin memasuki ruangan tersebut, ia pun melihat tian yang kini sudah tersadar sedang bercengkrama bersama indri. Senyuman pun mengembang pada wajah faiz, ia merasa senang karena melihat adiknya yang merasa bahagia. Di sisi lain, ia harus bisa mengalah untuk adiknya, ia membiarkan indri untuk bersama dengan tian.
Tak lama faiz pun akhirnya memilih untuk masuk kedalam ruangan tersebut, saat ia masuk terlihat bahwa tian dan indri pun menghentikan pembicaraan mereka. “gimana keadaan lu sekarang? Udah mendingan?” tanya faiz pada adiknya itu. “gua udah lebih baik, gimana kata dokter?” “lu harus banyak istirahat, dan minum obat teratur kalo mau sembuh” ucap faiz. “cih… dasar tukang bohong” ucap tian seolah mengetahui segalanya. “sssstttt gak boleh gitu ah ngomongnya” ucap indri menjadi penengah. Tian tau betul dengan apa yang tengah ia alami kini, ia tak akan percaya bahwa saat kini keadaannya baik-baik saja. Melihat bahwa kakaknya telah berada di dekatnya, tian pun mulai melaksanakan niatnya yang tak diketahui orang lain.
“selagi kalian di sini, gua mau ngomong sesuatu ke elu kak dan juga kamu indri” ucap tian dengan suara seraknya. “kamu mau ngomong apa?” tanya indri. “aku mau kamu bersama orang yang kamu cintai indri, aku mau kamu menikah dengan kak faiz” “apa!!!” ucap indri dan faiz bersamaan. “dek, kita udah bahas hal ini sebelumnya dan lebih baik kita mikirin kesehatan elu” ucap faiz yang mulai terpancing amarah. “itu gak perlu kak, gausah lu sembunyiin lagi tentang keadaan gua sekarang, gua tau kok kanker gua makin parah dan gak ada obatnya” ucap tian. “pasti ada obatnya dek, gua bakal bawa lu kemana buat bisa bikin lu sembuh, gua janji!!!” ucap faiz. “gak perlu kak, selama ini lu udah berkorban banyak buat gua sampe-sampe lu harus bohongin perasaan lu sama indri” Indri sendiri pun terkejut dengan permintaan tian, ia malah memintanya untuk menikah dengan faiz yang jelas-jelas sudah menolaknya tadi. Dan kini ia seperti sebuah mainan yang tengah di perebutkan oleh dua orang, ia pun merasa kesal dengan keadaan seperti itu. “tolong turuti permintaan yang bisa dibilang permintaan terakhir dari aku indri, kamu cinta kan sama kak faiz? Kak faiz juga ngerasain hal yang sama dan ini waktu yang tepat bagi kalian untuk bersama” ucap tian bersikeras meyakini indri. “aku… aku…” lagi-lagi indri tak bisa berkata apapun. “lu jangan ngomong yang aneh, gua kan udah pernah bilang kalau…” “cukup!!!” akhirnya indri pun angkat bicara, ia pun bangkit dan mulai menatap faiz dan tian bergantian. “aku ini bukan mainan yang bisa kalian mainin seenaknya, aku juga punya hati dan hati aku ini berhak untuk memilih. Jika adanya diriku hanya membuat ikatan persaudaraan kalian terputus, aku bakal memilih untuk pergi jauh dari kalian berdua. Jika aku adalah penyebab dari perkelahian selama ini, aku minta maaf” kata-kata indri pun terhenti, air matanya pun akhirnya meleleh.
“maafin aku tian aku gak bisa untuk memenuhi permintaan kamu, karena sampai kapan pun aku dan kak faiz gak akan bersama, untuk apa aku berusaha mencintai orang yang sudah jelas-jelas tak mencintaiku. Aku akan menjauh demi kebaikan semuanya, jadi takkan ada lagi yang terluka, permisi” indri pun pergi meninggalakan ruangan tersebut dengan air mata yang masih mengalir.
Tian pun memanggil nama indri berusaha untuk menghentikan kepergian indri sementara faiz seolah tak peduli dan masih diam di tempatnya. Sepanjang koridor rumah sakit indri pun mempercepat langkahnya seolah ingin cepat-cepat meninggalakan tempat tersebut. Sakit, itulah yang tengah indri rasakan faiz dan tian telah mempermainkan perasaannya.
“dan inilah akhirnya, tak ada cinta yang nyata untukku semua hanya kelabu semua yang datang akan pergi secara bersamaan begitu cepat. Begitu cepat yang maha cinta mencabut semua titik cinta pada diriku, hingga kini takkan ada lagi ruang cinta pada diriku. Wahai kau para pemanah, sudah yakin kah kau pada sasaran yang kau pilih? Yakin kah kau bahwa anak panahmu itu akan tepat mengenainya? Ataukah menyakitinya. Dan kalian, wahai arjuna dan artemis kalian memang memanah diriku dengan tepat. Bahkan hingga kini anak panah ini tak bisa dicabut, panah ini tak akan lenyap hingga suatu saat kalian sendirilah yang harus mencabutnya.”
Cerpen Karangan: Rizky Anugrah Pratama Facebook: Rizky anugrah pratama Nama: Rizky Anugrah Pratama Status: Mahasiswa Id line: rizkyap27