Mataku tertutup sejenak menikmati suasana yang berulang di pagi itu, begitu penuh semangat, segala gairah pun berlomba di sekitar tubuh ini namun, tidak dengan hati ini yang sedari pagi telah layu bak bunga yang tak tersiram. Tiba-tiba mataku terbuka dengan rasa kaget mengiringi
“Dor! Ngelamun aja! Masih pagi nih!” ucap seorang lelaki yang tak asing lagi untukku “Sibuk banget sih lo! Gue kan lagi menikmati suasana” jawabku ketus. “Ya elah Nez, lo lagi meratapi kan? Bukan menikmati!”
Kami pun saling kejar mengejar, tak mempedulikan ratusan mata menatap tingkah laku kami. Ia adalah sahabat sekaligus sasaran empuk diriku tatkala hatiku terbakar, dan tubuhku pun hampir terjatuh sesaat ia menghentikan langkahnya sembari tersenyum tipis padaku. Aku pun hanya menatapnya sebagai isyarat keadaan diriku “Agnez, gak apa-apa?” Mendengar ucapannya aku menghela nafas panjang sembari menendang bola basket di sekitarku “Aku… tubuhku baik tapi, hatiku tidak” “Dia menolakmu? Atau kamu menolaknya?” “Kak Gerald jadian sama Cinta, padahal aku menyukainya bahkan sangat” “Nez, Gerald hanya cinta monyetmu! Bukan cinta sejatimu! Jika dia memilih Cinta berarti kamu bukan yang terbaik untuknya atau malah terlalu baik?” Aku hanya mengangguk pelan sebagai respons pada Haikal. Ingatanku pun membuatku kembali membuka sebuah pintu kenangan Pagi yang dihiasi pelangi membuat diriku menikmati pagi terlebih aku bersama cinta monyetku (Gerald), bersepeda bersamanya dengan sesekali meliriknya membuat diriku semakin bersyukur. Tak terasa kami telah sampai tujuan dengan selamat.
“Nez, aku masuk kelas dulu ya” ucapnya dengan tangan melambai. “Haruskah seperti ini? Secepat ini?” gerutuku dengan tanya. Tanpa kusadari dari kejauhan Haikal menatapku dengan kesal, lalu menemuiku seolah tak terjadi apa pun di hatinya. “Hari ini aku senang banget! Makasih ya Kal, ini semua karena kamu! Makasih” “Kamu senang?” “Ya iyalah, Makasih Haikal” Dan ia hanya menatap wajahku dengan senyuman tak berlambangHari-hari selanjutnya banyak waktu yang kulewati bersama Gerald dan mulai melupakan Haikal yang terus menjagaku dari kejauhan, hingga suatu ketika hujan mengguyur Jakarta dengan deras, untungnya aku, Gerald dan Cinta ada di teras sebuah mall mewah sehingga kami tak langsung merasakan derasnya hujan. Aku masih menatap Gerald dengan penuh arti sembari telapak tangan kuusap pada kedua lenganku. Akan tetapi, ia tak juga mengerti bahkan terkesan aku mengemis.
Tiba-tiba perkataan yang tak kuharap muncul dari bibirnya “Cin, kamu kedinginan ya? Ini pakai jaketku” “Makasih, kak!” Aku hanya tersenyum kecewa dan memalingkan wajah ke arah hujan. Jam tanganku telah menunjukkan pukul 16:30 WIB dan hujan tak kunjung berhenti, teringat sejenak akan tugas sekolah yang menumpuk, aku memutuskan untuk pulang “Kak, Cin gue pulang duluan ya? Banyak tugas nih” ucapku sambil berharap Gerald mengantarku pulang “Ini masih hujan Nez, bentar lagi juga reda” Cinta menghentikan langkahku “Gmana ya? Tapi, tugas gak bisa nunggu” “Agnez, gini aja aku antar pulang Cinta dulu dan kamu tunggu di sini nanti aku juga akan mengantarmu”
Mereka pun melaju dengan motor yang seolah berat meninggalkanku. Berawal dari 30 menit, 60 menit dan akhirnya 2 jam aku menunggunya dengan tubuh menggigil namun, tak kutemukan tanda-tanda dirinya hingga seseorang memberiku sebuah jaket dan aku menatapnya dengan tangis yang deras. “Masih menunggu dia? Ayo pulang!” ucap Haikal “Tapi, kalau Kak Gerald mencari kan? Aku gak mau mengecewakan dia” “Agnez ini sudah malam dan hujan, apakah mungkin dia menjemputmu? Jika iya seharusnya kamu dijemput tadi bukan nanti! Ayo pulang!” Tidak ada pilihan lain untukku yang harus menurut padanya.
Keesokan harinya aku mencari Gerald dengan menahan cairan di hidungku (pilek), mondar mandir di antara lorong sekolah membuatku semakin lemas dan lelah, cairan itu pun mengalir bebas disertai angin kencang di mulutku (bersin). Aku berdiri dengan perlahan dan mulai memperkuat “Benteng Pertahananku” Akan tetapi, aku terjatuh bebas dan tak sadarkan diri namun, aku merasakan seseorang menangkap tubuhku dengan sigap yang seolah menjadi pahlawanku.
Mataku mulai terbuka perlahan meski kepalaku masih sangat terasa pusing dan kutemukan satu sosok yang sedang kucari “Kak Gerald?” ucapku lirih. “Kamu sudah baikkan?” Aku hanya menganggukkan kepala dan langsung meyakini jika pahlawan itu adalah Gerald. Di UKS aku merasa menjadi “Tuan Puteri” yang sangat diagungkan nan dicintai oleh “Pangeran” Gerald, semua itu berlangsung sangat lama hingga aku benar-benar pulih. Aku pun melupakan sore dan malam yang tak mengenakkan.
“Lo sudah sembuh kan?” tanya Haikal. “Ya, aku sudah sembuh. Kamu ke mana selama aku sakit?” “Ada misi yang harus kuselesaikan untuk Bunga” “Bunga? Pacar atau gebetan?” “Kamu cemburu?” Aku hanya menggeleng pelan di hadapannya dan mencoba melupakan perasaan yang aneh di hatiku. Semakin hari aku semakin merasakan Gerald menjauhiku dan selalu kutemukan ia bersama sosok lain yang kukenal, yakni Cinta. Tiada rasa curiga di hatiku aku terus mendekati Gerald yang seolah selalu membuatku terpana dan ia hanya pasif padaku. Hingga akhirnya ia mulai mendekat…
“Hai, Nez” sapa Gerald “Hai juga, tampaknya ada bunga di muka kakak” “Nez, cewek paling suka ditembak dengan cara apa?” “Emm, mungkin bola basket yang disusun love atau dinner romantis atau pakai lagu genre cinta” ucapku pede. “Genre cinta ya? Hemm gimana ya? O ya besok kamu bisa datang ke taman dekat sekolah kan?” “Bisa! Bisa banget, memangnya ada apa?” “Ada sesuatu yang special di hari itu” Rasa percaya diri yang tinggi membuatku berfikir jika Gerald akan menembakku.
Keesokan harinya sepulang sekolah aku langsung ke taman dengan sejuta rasa bahagia dan tak lupa aku berdandan secantik mungkin. Akan tetapi, sesampai di sana aku bukanlah wanita yang special di hatinya dan hanya menjadi “Fotografer” untuk Cinta dan Gerald. Air mataku tak mampu kubendung lagi, di hadapan Gerald aku menangis dan mengungkapkan perasaanku yang tanpa kusadari Cinta dan Haikal melihatku. “Kak selama ini aku yang menyukai kakak tetapi, kenapa Cinta yang kakak pilih?” “Aku… menyukai Cinta dan kamu hanya aku anggap sebagai adik” “Adik? Lalu kenapa kakak menjaga aku selama sakit? Seolah kakak memilihku?” “Itu karena Haikal menyuruhku! Dia memintaku menjagamu! Dan yang menolongmu bukan aku tapi Haikal!” Aku menangis dengan deras dan meninggalkan Gerald seorang diri, rasa kecewaku pun menutup mata dan hatiku.
Saat di jalan raya aku tak mampu melihat sekitar hingga membuat tubuhku tertabrak oleh mobil. Selama di rumah sakit Haikal terus menjaga, merawat, dan menjadi sahabat terbaik yang mampu membuatku lupa akan rasa kecewa yang menyakitkan.
Pintu kenangan pun kembali tertutup dan aku melihat wajah Haikal yang seolah ingin menyatakan sesuatu padaku “Nez, aku baru sadar jika kita sudah lama bersahabat dan aku mulai…” “Mula apa?” “Mulai menyukai dan menyayangimu” “Aku…” “Kamu tahu jika aku ingin sekali kita lebih dari sahabat? Dan aku menginginkannya” “Aku tidak ingin merusak persahabatan kita hanya untu cinta monyet Kal, aku hanya ingin kita menjalani yang ada. Jawaban ini bukan karena aku masih menyukai Kak Gerald tetapi, untuk kebaikan kita” “Aku akan menunggu hingga kamu memyukaiku” Aku tersenyum sedih padanya dan ia pun membalas dengan senyuman harapan. Sebelum pergi ia sempat memberikanku sebuah gelang bertuliskan “Yess” “Nez, jika suatu saat kamu menyukaiku pakailah gelang ini dan bila tidak kembalikan gelang ini” Mendengar ucapan Haikal aku menahan tangis yang sangat menusuk hatiku.
Dua tahun kemudian tepat dihari kelulusan, aku mulai berbicara pada Haikal yang sudah sejak lama menjauhiku “Haikal, ada yang ingin aku bicarakan” “Apa ini tentang jawaban itu?” “Ya, maaf Kal, aku harus mengembalikan gelang ini dengan alasan yang sama” “Setelah dua tahun berlalu dan Gerald sudah tidak di sini tapi, kamu masih menyukainya?” “Aku sudah melupakannya, aku hanya ingin kita bersahabat, aku sayang kamu Kal, tetapi sebagai sahabat” “Mungkin kamu benar Nez, jauh lebih baik kita bersahabat bukan menjalin cinta”
Sejak saat itu aku kembali bersahabat dengan Haikal meskipun semua terasa berbeda dan menyakitkan untuknya. “Maafkan aku Haikal”
Cerpen Karangan: Osilia Deva Firdaus Facebook: Osilia Deva Firdaus