Di bawah pohon yang teduh, sebuah taman yang menjadi tempat peristirahatanya. Nadira sedang mengamati gambar yang baru di lukisnya. Gambar gedung bertingkat dan kehidupan yang amat maju, membuat Nadira nyaman di negara korea itu. Tapi di hatinya ia berkecamuk pikiran akan pernikahanya bersama Andra sahabat kecilnya itu, oleh sebab itu ia diharuskan untuk pulang ke tanah kelahiranya Indonesia.
Andra sendiri sudah berada di Bandara, khusus menjemput Nadira dari Korea. Ia tersenyum geli, saat mengingat masa kecilnya bersama Nadira, hingga kini sudah tiba saatnya ia akan menikahi Nadira, sebuah pernikahan yang bahkan telah ia impikan sejak masih kecil.
Nadira sedang dalam perjalanan, di pesawat ia melamun memikirkan ketika pertama kalinya ia di lamar oleh Andra, ada kelucuan saat itu. Ketika seorang pemuda melamar seorang gadis dengan tidak langsung. Banyak hal kepolosan yang cenderung dengan ketololan, sulit memang menolak perjodohan sejak kecil itu, Andra melamarnya dan Nadira menganggapnya sebagai lelucon.
Setelah beberapa jam, akhirnya Nadira telah kembali menginjakan tanah kelahiranya. Kedatanganya disambut meriah oleh keluarganya, juga Andra. Setelah sampai di rumahnya, Andra segera menarik tangan Nadira menuju tempat yang hanya akan ada ia dan dirinya.
“Bagaimana perjalananmu? Apa menyenangkan?” “Tidak.” jawabnya ketus. “Kenapa tidak? Apa kau menyesal kembali ke Negara kelahiranmu?” “Ya, aku menyesal.” “Apa yang membuatmu menyesal Nadira?” “Karena aku tak menginginkan pernikahan ini, aku tidak mau menikah denganmu.” kesal Nadira lalu hendak pergi namun Andra segera menahanya. “Lalu, bagaimana dengan janjimu? kau pernah bilang setelah kau berhasil menggapai cita-citamu menjadi seorang pelukis di korea, kau akan kembali lalu menghabiskan waktumu bersamaku, bagaimana sekarang?” “Maaf aku tidak bisa.” “Kenapa?” “Kau menyebalkan yah, kau tidak perlu tau alasanya, yang jelas aku tidak ingin lagi berurusan denganmu.” “Aku berhak tau Nadira.” ucapnya dengan nada mulai kesal. “Apa hakmu? Dengar Andra, kita bukanlah anak kecil lagi jadi tidak perlu kita terang-terangan lagi, lupakan akan janji yang pernah aku buat dulu.” ucapnya dengan nada emosi, nafasnya bersikejaran. “Maaf Nadira aku sangka kau masih sama, tapi aku salah, kau bukanlah Nadira yang kukenal dulu, aku tidak akan memaksa. jika memang kau tak ingin menikah denganku tidak masalah kita akhiri di sini. Menikahlah dengan orang yang kau cintai. Besok atau lusa, aku akan kembali ke surabaya, jika kau ingin melihatku untuk terakhir kalinya datanglah.” ucapnya lalu melepas tangan Nadira dan pergi begitu saja. Nadira mematung, hatinya berkecamuk, merasa tidak enak hati pada Andra.
Nadira kembali ke kamarnya, tanganya segera mengambil tuas sesuai suasana hatinya ia melukis dengan sembarang, namun tak disangka lukisanya malah terbentuk wajah Andra. Nadira membung nafasnya dengan kasar. Sebenarnya selama ia di korea, ia diam-diam menjalin hubungan dengan pemuda tampan asal korea itu. Dira lagi-lagi membuang nafasnya dengan kasar, cermin wajahnya menyesakan lari dari hati ke hati, antara sahabtnya atau pemuda yang di cintainya di korea.
Tiba-tiba pemuda dari korea itu menghubunginya lewat video call, saat itu juga ia lupa segalanya lupa akan masalah hatinya. Walau hanya lewat ponsel tapi itu sudah lebih dari cukup baginya. Tapi malam itu adalah malam yang bahagia bagaimana tidak pemuda korea yang di cintainya. Ingin berkunjung ke rumahnya, lalu melamarnya. Hingga keganjalan timbul di hatinya. Ia bingung harus berkata apa? mengiyakanya atau tidak. Yang jelas ini mungkin akan bersangkutan dengan kedua orangtuanya, dan itu akan membuatnya kecewa.
Pagi itu Andra datang ke rumahnya dengan membawa seikat bunga mawar merah. “Untuk apa kemari?” “Ini mungkin akan menjadi hari terakhirku untuk melihatmu.” “Pulanglah.” “Kenapa? kau tak suka aku datang kemari, kau tak ingat saat kecil kita…” “Cukup Andra jangan membahas masa kecil lagi. Aku tak suka, semuanya tak suka.” “Karena suasana di Korea telah menggairahkan dirimu, hingga kau lupa akan Negara kelahiranmu.” “Cukup Andra.” “Kenapa?” balasnya dengan lembut. “Jangan bertingkah terhadapku Andra, jangan membahas masa kecil lagi sudah cukup, semuanya selesai kita tidak akan pernah bersama lagi.” ucapnya nafasnya bersikejaran. “Maaf Nadira, Aku pikir kau masih sama seperti Nadira yang ku kenal dulu, tapi kau telah berubah. Kau sudah lupa akan diriku teman masa kecilmu sendiri, cintamu bukanlah aku apa boleh buat? aku tidak memaksa kau bisa mencari cintamu. Kita akhiri di sini, semoga kita tak akan berjumpa kembali.” ucapnya lalu hendak pergi namun saat itu juga seorang pemuda berwajah tampan yang tentunya jauh berbeda denganya ia terlihat asing baginya.
Nadira langsung tersenyum bahagia saat pemuda itu memeluknya, di depan mata Andra. Yang bahkan Andra belum dapat senyum sebahagia itu. Mereka tertawa bersama sesekali bercakap menggunakan bahasa korea yang tidak di mengertinya. Nadira seolah-olah meniadakan keberadaanya. Saat itu juga hati Andra hancur berkeping-keping hilang sudah impianya, usai sudah semua harapanya bersama Nadira. Ini saatnya ia kembali, kembali ke surabaya. Untuk apa ia berada di sini sementara cintanya telah pergi.
Andra berdiri di stasiun kereta, ia terus menatap jam tanganya, mungkin beberapa menit lagi ia akan berangkat. Hatinya berharap jika Nadira bisa menemuinya tapi itu tidak mungkin baginya. Hingga suara teriakan seseorang memanggil namanya. Andra terdiam entah apa yang harus di lakukanya? dia… Gadis bernama Nadira memeluknya secara tiba-tiba, sehingga membuat tubuhnya sedikit terjengkan ke belakang.
“Andra maaf… maafkan aku, kumohon jangan pergi.” Andra melepas pelukanya, lalu ditatapnya wajah Nadira yang kini sudah dibanjiri Air mata. “Ada apa denganmu? hal apa yang membuatmu datang kemari?” ucapnya dengan menghapus air mata Nadira. “Aku mencintaimu, maaf aku baru menyadarinya Andra, pemuda korea itu telah merelakanku bersamamu, aku sadar cintaku padanya hanyalah cinta sesaat yang tidak disangka muncul saat aku jauh darimu. Tolong jangan pergi kita masih bisa bersama.” ucapnya memohon dengan menggenggam tangan Andra. “Tidak Nadira maaf aku tidak bisa kembali padamu. Hatiku telah mati rasa, aku tidak merasakan cinta lagi kau sendiri yang telah mematahkan hatiku.” “Tapi Andra aku sudah meminta…” “Aku pergi, jaga dirimu baik-baik kisah cinta kita yang telah bersemi, biarlah menjadi memori. Jika kita berjodoh Tuhan pasti akan mempersatukan kita kembali. Entah kapan itu akan terjadi selamat tinggal.” ucap Andra lalu mengecup kening Nadira dengan lembut lalu perlahan ia melepas genggaman tanganya. Nadira terisak tubuhnya bergetar entah apa yang harus di lakukanya. kini Andra telah pergi bersama kereta yang telah membawanya.. Penyesalan memang selalu datang di akhir cerita.
SELESAI
Cerpen Karangan: Shinta Atnisia Facebook: Shintha Agatha Sekolah: SMAN CIB wattpad: @sintayunia IG: Nia Yukaris Ksh Hanya penulis biasa yang ingin karyanya di hargai.