“Maafin aku, gara gara aku kamu jadi sering sedih. Gara gara aku kamu jadi sering nangis. Maaf, maaf..” Ucap Dirga sembari menunduk. Kuseka air mataku, lalu kunaikan wajahnya untuk menghadapku. “Kamu gak perlu minta maaf, aku gak papa kok. Mungkin ini ujian cinta,” Ucapku menatap manik matanya yang hitam legam dengan senyum. Dia menatapku sendu.” Aku janji, suatu hari nanti aku bakalan akhiri semuanya! Aku bakalan bahagiain kamu! Aku bakalan bilang sama Papa dan Mama untuk ngebatalin perjodohanku dengan Rere!” Aku tersenyum mendengarnya dan menggeleng tak setuju. Dirga menatapku dengan alis tertaut. “Jangan kamu batalin perjodohan itu jika salah satu dari kalian tersakiti hatinya. Jangan buat aku malah merasa bersalah karena hadir di antara hubungan kalian,” Ucapku dengan air mata yang kini telah bercucuran. Kupaksakan bibir ini tuk tersenyum. Memberitahu pada Dirga bahwa aku bahagia. “Kamu ngomong apa sih?! Aku itu dijodohin sama Rere bukan berdasarkan suka sama suka! Dia yang nyuruh orangtua aku untuk dijodohin sama aku! Dan aku gak mau, Flo!” Sergah Dirga yang kini menatapku tajam. “Terserah kamu. Sekarang aku mau pulang, aku gak mau Mama nyariin aku gara gara khawatir,” Ucapku mengakhiri perdebatanku dengan Dirga. Lalu berdiri sembari menghapus sisa air mata. “Flo, biar aku antar,” Ucap Dirga mencekal pelan tanganku. Aku tersenyum di balik gelenganku. “Gak perlu. Kamu antar pulang Rere aja. Dia lebih berhak buat kamu antar pulang. Dia tunanganmu,” Jawabku yang membuatnya mendesah, lalu melonggarkan cekalannya membiarkanku pulang sendiri. Ya! Pulang sendiri dengan air mata yang kini jatuh lagi.
“Flo! Dirga batalin perjodohannya dengan Rere! Sampe Rere nangis kejer loh, Flo!” Teriak Maharani histeris. Dia sahabatku. Mataku membulat dan berdiri karena terkejut. Untung Maharani berteriak saat kelas sedang kosong. Tak ada yang tahu tentang hubunganku dengan Dirga, selain aku, Dirga, sahabat sahabatku dan sahabat sahabatnya Dirga.
“Di mana dia sekarang?!” Tanyaku penuh emosi pada Maharani. “Siapa?” Tanya Maharani bingung. Kuhela nafasku, membuang sedikit rasa marah di dada. “Dirga!” Jawabku lantang. Jari telunjuk Maharani mengarah ke arah taman belakang sekolah. Kulangkahkan kakiku menuju taman belakang sekolah, dengan tangan mengepal penuh emosi. Aku harus bicara pada Dirga sekarang juga!
Kudapati Dirga tengah duduk sendiri di atas rerumputan, kuhampiri dia, menatapnya tajam. “Dirga!” Panggilku lantang. Dirga berbalik, menatapku dengan senyum mengembang di bibirnya. “Aku butuh bicara sama kamu! Serius!” Ucapku yang membuatnya berkerut kening. “Bicara apa sih? Kamu lagi bercanda ya, Flo? Aku lagi malas bercanda sekarang,” Timpal Dirga merasa bahwa ini adalah lelucon bulan April. “Dirga, serius!” Teriakku kesal. Dirga mematung. Mungkin ia terkejut melihatku semarah ini. Kutarik nafasku dalam dalam, lalu membuangnya secara perlahan dan kembali menatap wajah tampan milik Dirga. “Maaf, kita putus!” Kuucapkan kalimat yang tak ingin kuucapkan. Dirga menatapku tak percaya. Dan kini tangannya bertengger mencekal bahuku sedikit kencang, hingga membuatku meringis. “Kamu kenapa sih?! Datang datang lalu minta putus! Aku punya salah apa?! Hingga kamu minta putus secara sepihak seperti ini?!” Tanyanya menatapku dengan mata merahnya, menahan amarah. Kuberanikan menatap mata itu tajam, meski aku tahu jika Dirga akan tahu aku masih mencintainya. “Semuanya udah berakhir! Kita udah gak cocok! Kamu yang jelas jelas udah punya tunangan, dan tiba tiba aku dengan gak tau dirinya masuk tanpa permisi ke hubungan suci kalian! Aku ini benalu buat hidup kamu! Aku gak bisa bikin kamu bahagia! Aku cuma bisa bikin kamu dan Rere sedih karena aku berada di tengah tengah hubungan kalian! Dirga, tolong mengerti… bahwa aku gak mau mengikat kebahagiaan kamu dan Rere,” Ucapku panjang lebar. Aku sudah tak kuat untuk menanggung beban seberat ini. Aku berhenti berjuang.
Kulepaskan cekalannya di bahuku. Kurasakan badannya melemah. Dirga menunduk. Air mata yang kuharap tak jatuh, kini mengalir tak terbendung. “Maaf, dan sekarang Gue udah gak punya rasa apa apa lagi sama Lo!” Ucapku lagi yang kini lebih kasar, sebelum pada akhirnya aku berlari meninggalkan Dirga dengan kekecewaan yang sangat besar terhadapku.
“Lo putus sama Dirga?! Kenapa?” Tanya Maharani terkejut mendengar penuturanku. “Ya, karena Gue gak mau mengikat kebahagiaan mereka,” Jawabku sembari menunduk. “Flo? Dirga…” Ucap Maharani menatap terkejut ke arah belakangku. Aku menatapnya penuh tanya. “Lo liat sekarang!” Ucap Maharani tanpa menggubris tatapanku. Kubalikan tubuhku 180 derajat, dan… Aku melihatnya! Dirga bersama Rere berjalan mesra. Mataku memanas, namun kucoba untuk menahan air mataku untuk tidak keluar lagi. Kubalikan lagi tubuhku, menghadap Maharani yang kini menatapku penuh iba. “Flo, sabar. Semua akan berakhir bahagia kok, Flo. Jangan sedih lagi, Gue gak mau liat Lo jatuhin air mata Lo lagi,” Ucap Maharani yang entah sejak kapan dia duduk di sampingku. Seperti petir menyambar di siang hari, Dirga melewatiku dengan tangan yang bertengger di bahu Rere. Ah! Sudahlah, aku sudah tak ingin memikirkan cinta.
“Kamu bahagia sekarang? Setelah melihat aku bermesraan dengan Rere di depan matamu?” Suara bariton terdengar dari belakangku. Menghentikan langkahku untuk pulang. Mataku membulat sempurna. Kini dia ada di depanku. “Ka.. eh? Lo? Ngapain sih di sini? Awas! Gue mau pulang,” Ucapku kasar pada Dirga. Maafkan aku Dirga, hatiku menjerit tak setuju ketika aku bersikap kasar pada Dirga. Lelaki yang aku cintai. Ku berbelok ke kiri untuk melanjutkan langkahku, namun Dirga mengikuti. Begitu dengan langkahku ke kanan, Dirga juga mengikuti. Aku mendesah kesal. “Jawab pertanyaan aku!” Ucap Dirga tegas. Ini pertama kalinya aku melihat Dirga setegas ini. “Bahagia? Melihat Lo sama Rere? Ya! Gue bahagia! Gue bahagia melihat Lo bermesraan dengan Rere di depan mata Gue! Sudah puas, Tuan?” Ucapku yang kini membuat panas mataku. “Kamu bohong,” Sergah Dirga yang kini menatapku dengan senyum remehnya. “Gak percaya? Terserah Lo!” Ucapku yang kini meninggalkannya sendirian.
“Flo! Ada berita baru lagi!” Teriak Maharani dan Ghina padaku saat aku baru menginjakan kakiku di depan kelas. Aku mengerutkan dahiku, bingung. “Dirga lagi lagi putusin Rere di depan banyak orang!” Lanjut Maharani dan Ghina. Aku terkejut, Tapi dengan segera kuganti mimik wajahku menjadi datar. Lalu berjalan mendahului mereka. “Ya udah sih.. bukan urusan Gue juga kok,” Jawabku enteng, membuka novelku, lalu membacanya. Maharani dan Ghina menghampiriku dengan tergesa, hingga Ghina hampir terjatuh akibat dorongan Maharani dari belakang. “Lo hampir aja buat Gue benjol!” Gerutu Ghina sebal pada Maharani. “Maaf!” Jawab Maharani singkat. “Flo! Ini ada hubungannya sama Lo! Dirga nyebut nyebut nama Lo sebagai cewek yang buat dia bahagia! Di depan banyak orang!” Jelas Maharani. Kuberhentikan membaca kalimat dari buku novelku, menatap Maharani dan Ghina bergantian. “Di mana?” Tanyaku yang kini telah berdiri menghadap mereka. “Di mading sekolah,” Jawab Maharani dan Ghina serempak.
Kupandangi pertengkaran mereka. Masih belum berani untuk mendekat. Hingga pada akhirnya suara bariton mengagetkanku. Gian, sahabat Dirga. “Eh? Ngagetin!” Gerutuku pada Gian dengan tatapan galak. Dia tak menggubris. “Lo samperin mereka. Lo buat pernyataan bahwa Lo juga bahagia berada dekat dengan Dirga. Kebahagiaan Lo ada di tangan Lo. Gue cuma gak mau aja, liat Dirga yang terus menerus murung mikirin hubungannya sama Lo, yang berakhir tragis itu,” Ucap Gian yang membuatku tersenyum mendengar kata ‘tragis’. “Gue bodoh ya, Gi? Gue lepasin cowok sebaik Dirga. Dia masih aja baik walaupun Gue ngomong kasar ke dia,” Sesalku pada diriku sendiri. “Maka dari itu! Lo harus memperbaiki semuanya! Lo harus buktiin ke semua orang, bahwa Lo dan Dirga itu saling mencintai! Jangan buat kebahagiaan Lo tercampakan begitu aja, Flo!” Ucap Gian lagi. “Tumben bijak,” Setelah mengatakan itu kuayunkan kakiku untuk menghampiri kerumunan itu.
“Re! Lo gak bisa paksain hati Gue buat jatuh cinta sama Lo! Gue emang sayang sama Lo, Tapi sayang Gue ke Lo gak lebih dari sebagai adik dan kakak! Dan sekarang Gue mohon sama Lo, biarin Gue bahagia sama cinta Gue. Dan tolong, akhiri perjodohan kita!” Kudengar kalimat kasar itu keluar dari bibir Dirga. “Dirga?” Panggilku lirih, namun masih terdengar oleh Dirga dan Rere. Rere menyeka air matanya, lalu tersenyum menatapku. “Flo?” Pekik Dirga kaget. “Re, Gue minta maaf sama Lo. Karena Gue hubungan Lo dan Dirga berantakan. Gue minta maaf,” Ucapku yang kini telah berurai air mata. “Flo, semuanya bukan salah Lo. Ini takdir, takdir bahwa Gue gak bakalan bisa bersatu sama Dirga sekuat apapun cara Gue buat dapetin dia. Lo beruntung Flo. Lo bisa meluluh lantahkan hati Dirga yang kerasnya mengalahkan batu karang. Dia bisa bersikap manis terhadap Lo. Dan Lo beruntung bisa diperjuangkan oleh Dirga sebesar ini. Maaf, karena Gue kalian harus backstreet kayak gini. Dan sekarang, di depan banyak orang, Gue putusin untuk berhenti mengharapkan Lo, Dirga! Gue gak bakalan ganggu hubungan kalian lagi! Gue janji! Sekali lagi Gue minta maaf,” Ucap Rere yang kini telah tersenyum rela. “Tapi, Re.. di sini Gue juga salah. Jadi Gue juga minta maaf,” Ucapku yang diangguki Rere. Dirga menatapku dengan senyum yang sangat kurindukan. “Banyak masalah udah kita lewati. Tapi kita masih diperbolehkan bersatu. Ini takdir untuk kita, bahwa seberat apapun masalah di hubungan kita, kita harus berjuang bersama buat usir masalah itu. Dan aku janji, aku akan tetap di samping kamu untuk melewati masalah kita bareng bareng,” Ucap Dirga lirih. “Kamu gak usah janji, aku cuma butuh bukti,” Tantangku dengan senyum yang tertahan. Dirga mencubit pipiku, hingga warnanya berubah menjadi merah padam. “Nantang terus ya kamu…” Ucap Dirga yang membuatku menahan sakit karena cubitannya. Dan masalah pun selesai!
Aku tak tahu bagaimana mengekspresikan betapa beruntungnya aku mendapatkan Dirga. Lelaki yang selalu membuatku tersenyum dan tertawa karena bahagia. Dirga bukan lelaki yang romantis, tapi Dirga begitu manis.
Dan pada akhirnya, aku, si kekasih kedua kini telah bahagia dengan predikat tunangan dari seorang Dirga Nugraha. Yang tak harus bersembunyi lagi jika ingin berdua bersamanya. Seperti saat ini, aku dan Dirga sedang berada di taman belakang sekolah, berdua menikmati indahnya senja. Dan tanpa orang kedua, ketiga, keempat dan seterusnya.
Cerpen Karangan: Hana Nur A Facebook: Hana Nur Aini