Siang ini seperti biasa begitu mendengar bel istirahat berbunyi, semua murid SMAN 1 memasuki kelas masing-masing. Tidak terkecuali Dean dan Siska, kedua sahabat satu muka itu. Mereka dijuluki “satu muka” oleh siswa-siswi sekolahnya karena jika dilihat sekilas kedua wajah mereka hampir mirip dan bahkan nyaris sama! Padahal mereka berdua tidak memiliki hubungan darah. Hal yang membuat mereka mudah dikenali dan dibedakan adalah Dean berkacamata sedangkan Siska tidak.
Begitu tiba di kelas XII IPA 2, merekapun duduk di bangku masing-masing.
“Eh De, kamu bawa tugas IPA nggak?” tanya Siska sambil mengeluarkan seluruh isi tasnya satu-persatu. “Aku bawa. Kenapa?” “Kamu ngeliat buku tugasku nggak?” Dean menggeleng, kemudian ia pun bertanya “Emangnya kamu nggak bawa?”
“Tadi udah aku bawa. Tapii …” Siska menghentikan ucapannya, sambil mencoba mengingat ke mana dia meletakkan buku tugasnya itu. Kemudian … “Aduh, mampus deh aku!” ujar Siska menepuk jidatnya. “Loh, kenapa? Kamu udah tau di mana buku kamu?” tanya Dean. “Duuhh … bukunya tadi aku bawa, trus aku taruh di kursi mobil. Waktu aku buru-buru turun dari mobil, aku lupa ambil. Aduuhh … gimana nih!?” kata Siska panik. Dan ketika itu juga Bu Rasty guru IPA yang killer itu memasuki kelas. Semua terdiam, begitu juga dengan Dean dan Siska.
Bu Rasty berdiri di depan kelas sambil menatap satu-persatu wajah murid kelas XII IPA yang pada tegang-tegang semua! “Ehem. Kumpulkan tugas IPA yang Ibu kasih semalam sekarang juga!” perintah Bu Rasty tegas. Semua murid pun satu-persatu mengumpulkan tugas. “Duh .. De, gimana nih!?” ujar Siska panik ketika melihat Dean hendak mengumpulkan tugasnya.
Dean memandangi buku tugasnya itu, kemudian ia memandangi Siska dan berkata “Nih, ambil aja buku aku” “Ha? Maksud kamu?” tanya Siska tidak mengerti. “Udaahh .. ambil aja” ujar Dean dan langsung memberikan buku tugasnya yang kini berada dalam genggaman tangan Siska. Siska memandangi Dean dengan heran. Dean hanya tersenyum tipis, kemudian ia melirik Bu Rasty yang kini tengah menatap mereka berdua.
Tiba-tiba Dean menarik buku yang berada di tangan Siska, ia pun langsung berkata, “Eh, Sis! Pinjam buku tugasmu dong, aku nggak buat tugas nih!?” ujar Dean dengan suara lantang yang membuat semua orang memandanginya. Siska yang sama sekali tidak mengerti maksud Dean hanya bisa berdiri mematung ketika melihat Bu Rasty menghampiri mereka berdua.
“Ada apa ini?!” bentak Bu Rasty dengan suaranya yang keras. Dean dan Siska hanya menunduk dan terdiam. “Cepat jawab, ada apa ini?!” kata Bu Siska lagi. Kemudian Bu Siska mengambil buku tugas yang berada di tangan Dean. Bu Rasty membuka dan melihat buku tugas itu, ia pun bertanya “Buku tugas siapa ini?”
“I-itu …” “Punya Siska, Bu!” ucap Dean memotong pembicaraan Siska. Bu Rasty memandangi Siska, “Benar punya kamu?” tanya Bu Rasty kemudian. Sejenak Siska memandangi Dean yang tampak memberi isyarat agar ia menjawab “iya” . Kemudian, dengan terpaksa Siska pun menganggukkan kepalanya.
“Terus, kenapa buku ini bisa sama kamu Dean?” kini Bu Rasty mengalihkan pandangannya pada Dean. “Saya mau pinjam, Bu” jawab Dean. “Untuk?” “Kan saya tidak bawa, Bu. Jadi saya mau pinjam”
“Oh, jadi kamu tidak bawa tugasnya?” Dean mengangguk, yang membuat Siska terkejut mengapa ia bisa berbuat seperti itu. “Bagus. Sekarang kamu dihukum berdiri di lapangan sampai jam istirahat!” pintah Bu Rasty. Akhirnya Dean pun berjalan meninggalkan kelas menuju lapangan.
“Bu, kenapa Dean dihukum? Dia nggak salah” protes Siska setelah Dean meninggalkan kelas. “Sudah jangan protes! Kembali duduk di kursimu!?”
Beberapa hari kemudian semenjak kejadian itu, Dean yang juga diberi hukuman tambahan oleh Bu Rasty tidak diperbolehkan masuk dijam pelajarannya selama satu minggu. Seperti biasa Dean mengisi waktu kosongnya dengan nongkrong di perpustakaan sambil membaca buku-buku.
Sementara itu, Siska yang tengah mengikuti pelajarannya bersama siswa-siswi lainnya dikagetkan dengan suara pintu kelas yang diketuk. Semua memandang ke ambang pintu. Tampak Pak Hartono, kepala sekolah SMAN 1 memasuki kelas bersama seorang cowok yang bertampang keren.
“Anak-anak, hari ini kalian kedatangan murid baru. Dia pindahan dari Jakarta. Namanya Rangga” ujar Pak Hartono dengan suaranya yang tegas. Kemudian Rangga tersenyum ramah yang membuat sejumlah siswi-siswi kelas XII IPA 2 terpesona. Tidak terkecuali Siska, yang diam-diam di dalam hati mengagumi Rangga. “Selamat datang Rangga, silahkan kamu duduk di …” ujar Bu Rasty mencari tempat duduk untuk Rangga, begitu Pak Hartono keluar kelas.
“Bu, gimana kalo Rangga duduk di sini aja?” usul Siska tiba-tiba. “Loh, bukannya itu tempat duduk Dean?” “Emm … nggak papa kok Bu. Nanti saya yang jelasin ke Dean” ucap Siska yang pandangannya tidak pernah terlepas dari Rangga. Bu Rasty terlihat berpikir sejenak, kemudian” Baiklah. Kalo begitu kamu pindahkan barang-barang Dean ke kursi belakang kamu. Dan Rangga duduk di samping Siska”
Dengan cepat Siskapun memindahkan barang-barang Dean kekursi belakangnya. Rangga pun duduk di sebelah Siska. “Aku Siska, salam kenal ya” ujar Siska pada Rangga. Rangga sejenak memandangi Siska, kemudian ia pun tersenyum tipis yang membuat Siska semakin tertarik pada pesonanya.
Bel istirahat terdengar berbunyi, Dean meletakkan buku-buku yang dibacanya ke rak buku perpustakaan. Ia pun melangkahkan kaki keluar dari perpustakaan. Baru beberapa langkah saja berjalan, Dean terkagetkan ketika melihat Siska berjalan menghampirinya bersama seorang cowok yang tidak pernah dilihat sebelumnya.
“Hai, De!” sapa Siska. Dean membalas dengan tersenyum. “Kenalin ini teman baru kita, namanya Rangga” ucap Siska memperkenalkan Rangga pada Dean. Sesaat Rangga dan Dean hanya saling berpandangan. “Rangga” ucap Rangga sambil mengulurkan tangan kanannya. Namun Dean hanya membalas dengan tersenyum. Rangga sempat heran, tapi kemudian ia menarik tangannya kembali.
“Eh, De. Kita berdua mau ke kantin, kamu mau ikut?” tanya Siska. Dean terlihat berpikir sejenak, kemudian ia pun berkata, “Nggak deh, Sis. Aku mau ke kelas aja” “Oh ya udah, kita duluan ya De. Byee …” kata Siska sembari berjalan meninggalkan Dean. Sepeninggal Siska dan Rangga, Dean sempat bertanya-tanya dalam hati melihat tingkah laku Siska yang tampak sangat senang tidak seperti biasanya.
Setengah bulan telah berlalu, hubungan pertemanan Dean, Siska, dan Rangga semakin dekat. Terutama Siska dan Rangga, tampaknya Siska mempunyai perasaan dengan Rangga. Itu yang dipikirkan Dean, karena setiap Dean dan Siska ngobrol ia selalu bercerita tentang Rangga. Dan sejujurnya Dean cemburu. Tapi ia tidak tau harus bagaimana, baginya sahabat adalah segalanya.
Hari ini, kelas XII IPA 2 sedang melaksanakan ujian matematika. Dean telah selesai mengerjakan soal ulangannya dan ia pun diperbolehkan keluar ruang kelas. Ketika Dean sedang duduk di pinggir koridor sekolah, tiba-tiba ia merasa pundakya ditepuk oleh seseorang. Dean pun menoleh.
“Loh, Rangga” ujar Dean agak kaget. Rangga tersenyum, kemudian ia pun ikut duduk di samping Dean. “Kamu udah selesai ujiannya ya?” tanya Dean. Dan entah mengapa jantung Dean berdebar setiap menatap mata Rangga. Rangga mengangguk pertanda iya, lalu keduanya hanya terdiam dan sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.
Tapi kemudian, Rangga pun bertanya “Eh, ngomong-ngomong kamu dan Siska kembaran ya?” Dean tersenyum,” Kamu adalah orang yang ke seratus bertanya seperti itu” “Maksud kamu?” “Aku dan Siska bukan kembaran kok. Kami hanya teman biasa dan bersahabatan”
“Masa sih?” Dean mengangguk. “Kirain kalian kembar. Oh ya, aku mau tanya sesuatu sama kamu” “Kamu mau tanya apa?”
“Kamu udah punya cowok belum?” tanya Rangga hati-hati. “Emang kenapa?” “Nggak. Aku Cuma pengen tau aja” “Oh, belum kok.” jawab Dean singkat. Padahal Dean berharap Rangga bertanya lagi, tapi tepat saat itu Siska yang baru selesai ujian datang menghampiri mereka berdua.
Dua minggu kemudian setelah kejadian itu …
“De, kamu serius mau pindah?” tanya Siska pada Dean yang tengah mengepak bajunya. Karena besok Dean dan keluarganya akan pindah ke Singapura. Dean tersenyum, “Iya Sis” Siska langsung memeluk Dean, “Aku pasti bakalan kanget banget sama kamu” “Aku juga kok”
Kedua sahabat itu akhirnya melepaskan pelukan masing-masing. Dan Dean kembali mengepak bajunya dengan dibantu oleh Siska. “Oh ya, Sis. Kalo kamu ketemu sama Rangga tolong kasih surat ini ke dia ya” kata Dean sambil memberikan sebuah amplop pada Siska. Dan Siska pun mengambil amplop yang berisi surat itu. “Dan, kalo kamu kasih surat ini. Kamu mau kan sambil pakai kacamata aku?” Siska yang sebenarnya tidak mengerti sama sekali apa maksud Dean hanya menuruti dengan anggukan kepalanya.
Keesokan harinya, Dean yang baru saja sampai di sekolah merasa kaget ketika melihat Rangga berlari menghampirinya. “Eh, Rangga” ujar Siska. Rangga tersenyum,” Ikut aku yuk!” Rangga langsung menarik tangan Siska dan membawanya menuju taman belakang sekolah. Kemudian mereka duduk di kursi taman.
Sesaat keduanya hanya saling terdiam. “Aku pengen ngomongin sesuatu sama kamu” kata Rangga memecah keheningan. “Sebenarnya … dari pertama kali teman kamu kenalin kamu ke aku, aku udah suka sama kamu. Tapi aku nggak berani ngungkapin ini karena kamu selalu terlihat menjauh ketika aku berusaha untuk mendekatimu. Dan sekarang, aku mau tanya sama kamu. Kamu mau kan jadi pacarku, Dean?” “Apa?!” Siska terlonjak kaget begitu mendengar perkataan Rangga, “Dean? Maksud kamu?!”
“I-iya, kamu Dean” Siska melepaskan kacamatanya. “Siska?” Rangga kaget begitu tau cewek yang di hadapannya adalah Siska bukan Dean. “Iya, aku Siska. Bukan Dean”
“Tapi kenapa …” “Aku memang pake kacamata Dean. Dean yang memberikannya padaku. Aku nggak nyangka ya, kamu lebih memilih Dean daripada aku. Udah jelas-jelas aku yang lebih dekat dengan kamu daripada Dean. Tega kamu ya Ga, tega!” Siska langsung melemparkan sebuah amplop pada Rangga. Rangga tanpa banyak bicara langsung membuka amplop itu dan membaca isinya, sementara Siska berlari meninggalkannya.
Dear Rangga, Maaf kalo aku nggak bisa kasih tau kamu soal keberangkatan aku ke Singapura. Dan gimana? Kamu udah jadian dengan Siska kan? Aku harap sudah. Tapi kamu jangan pernah memarahi Siska kalo dia berpenampilan seperti aku. Itu semua keinginanku, aku mau dia bahagia sama kamu. Maafkan aku Rangga kalo semuanya jadi seperti ini. Karena inilah arti sahabat sesungguhnya Dean
Tamat
Cerpen Karangan: Selly Sun Facebook: Selly Sun