Aku sudah lelah dengan semua ini. Tentang semua hal yang telah kau janjikan padaku. Namun, sama sekali kau tak pernah menepatinya. Penantian ini terasa seperti semu belaka. Terkadang aku berfikir telah salah mencintaimu. Tapi mau gimana lagi jika ini pilihan hati. Aku tak pernah memilih jika mencintai seseorang. Karena mencintai itu berasal dari hati. Dan aku hanya bisa menerima apa yang dirasakan oleh hatiku.
Seseorang yang kutunggu selama ini adalah Jimmy. Dia telah berjanji padaku akan kembali dengan melamarku setelah kepulangannya dari Jogja. Aku selalu menunggunya. Menunggu kepulangannya. Dia adalah kekasihku. Kekasih yang sangat aku cintai.
Sebenarnya aku lelah menunggunya namun, hatiku masih ingin bersamanya. Entah berapa lama lagi aku harus menunggu. Padahal umurku telah 22 tahun. Dan ayahku bilang sudah waktunya untuk menikah. Maklum kami tinggal di desa. Dan bagi mereka anak gadis bila sudah berumur harus segera dinikahkan. Soalnya takut nanti akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Suatu ketika ayahku mencoba untuk menjodohkan aku dengan anak teman semasa wayangnya. Aku menolak, namun ayah bersikukuh dan tetap pada niatannya itu. Aku langsung menghubungi Jimmy untuk segera memperjelas hubungan ini. Karena jika tidak, ayah akan menjodohkan aku dengan laki-laki pilihannya. Namun, alhasil dia sama sekali tak merespon.
“Tidak! Pokoknya aku enggak mau dijodohkan. Aku memilih jalan hidupku sendiri” Teriakku pada ayah yang tengah memaksaku agar keluar untuk bertemu Dio (orang yang akan dijodohkan denganku). “Sekarang kamu sudah berani melawan orangtua Haa.. Beraninya kamu!!..” Pekik ayahku sambil tangannya seperti hendak menamparku, tapi niatannya diurungkan mungkin karena tidak tega. “Ayah, kumohon bersabarlah. Jimmy akan pulang ayah, dia akan kembali dan melamarku kelak” Jawabku sambil menunduk karena takut amarah ayah. “Harus berapa lagi waktu baik ini terbuang. Kamu sudah dewasa dan waktunya untuk menikah nak..” Bujuk ayahku. “Tapi ayah… ” “Sudahlah temui Dio dulu. Kalau kamu memang sudah merasa tidak cocok, kamu boleh menentang perjodohan ini” Jelas ayahku. “Baiklah ayah aku akan menemuinya” Jawabku menurut. Lalu aku pun pergi menemui Dio yang tengah duduk di ruang tamu rumahku.
“Hay, kamu Lidya kan?” sapanya ramah. “Iya” jawabku singkat. “Kenapa apa kamu sama sekali tak menginginkan perjodohan ini?” Tanyanya yang kali ini membuatku kaget seketika. “Emang kenapa” Jawabku sambil menunduk. Aku sama sekali tak berani menatapnya. “Ahh tidak, soalnya kelihatan sekali dari raut wajahmu. Bahwa kamu sama sekali tak tertarik akan semua ini. Bilang saja tak apa kok.” Jelasnya kembali.
“Sebenarnya..” “Bicaralah tak apa” “Aku sudah punya kekasih dia sedang bekerja di Jogja” “Ohh jadi itu alasannya” “Iya”
“Sebenarnya aku juga sudah memiliki kekasih, dan aku juga sangat menyayanginya” Jawabnya pasti. “Benarkah..” Kali ini aku terperangah mendengar pernyataannya. Namun masih tetap aku tak berani menatapnya. “Iya benar. Sesekali melihatlah ke arahku, jangan menunduk terus” Ucapnya sopan. Lalu kuangkat sedikit kepalaku dan melihat ke arahnya. Diaa.. Terlihat tampan dari dekat ditambah senyumannya yang ramah. “Nah gitu dong, sekarang kan jadi enak ngobrolnya jika saling menatap” Tambahnya yang membuat aku sedikit gugup. Dan aku hanya membalasnya dengan senyuman.
Percakapan waktu itu terasa begitu hangat. Seperti telah kutemukan sosok Jimmy di hadapanku. Namun tentu dengan orang yang berbeda dan paras berbeda tentunya. Lalu kami waktu itu juga sempat bertukar nomor Hp. Ternyata dia sebenarnya juga tidak menyetujui perjodohan ini sama sepertiku. Namun, dia sangat patuh terhadap ayahnya jadi dia menurut. Aku salut padanya. Karena tak biasanya seorang lelaki sepertinya bisa patuh pada orangtuanya. Apalagi ini menyangkut masa depannya serta kehidupannya kelak.
Disaat seperti ini aku sangat membutuhkan sosok Jimmy. Untuk menyakinkan orangtuaku. Namun, apa yang terjadi dia sama sekali tak mengidahkan keluhanku. Aku semakin ragu akan semuanya. Dihari perjodohan kami tiba aku terus menghubungi Jimmy. Namun sama sekali tak ada jawaban.
“Lidya sayang keluarlah nak, keluarga mempelai pria sudah datang” Suara ibu membuyarkan kepanikanku. “Ii.. Iiiya ibu, sebentar” Lalu dengan langkah gontai dan rasa pasrah aku keluar menemui para tamu dan pak penghulu. Inilah akhir dari penantianku selama ini. Ya ALLAH inikah jawaban dariMU. Pikirku. Namun ini harus dibicarakan dulu. Aku harus menemui Dio dulu sebelum mengucapkan janji suci di hadapan ALLAH dan kerabat. Sebelum semuanya terlambat. Dan Jelas kepastiannya.
“Mohon maaf sebelumnya buk, pak. Apakah saya boleh berbicara sebentar dengan mas Dio?” Ucapku agak sedikit ragu. “Oh iya boleh nak, silahkan” Kata pak penghulu. Lalu Dio pun pergi meninggalkan tempatnya dan mengikutiku.
“Ada apa kamu menyuruhku menemuimu” “Sebenarnya ada yang ingin kutanyakan padamu” “Bicaralah” “Apakah kamu ikhlas menerimaku sebagai istrimu. Sedangkan di sini kau tengah mencintai seseorang?” Tanyaku jujur. Dia tersenyum lalu menjawab “Insya ALLAH atas ridha ALLAH aku akan ikhlas. Untuk itu semua kuserahkan padaNYA. Karena DIA yang menentukan jalan hidupku. Dan untuk kekasihku aku sudah bicara padanya untuk melupakanku.” Ucapnya tenang. “Tapi, apakah kekasihmu itu setuju” tanyaku kembali. “Awalnya dia tak menyetujuinya. Namun, aku jelaskan alasannya. Dan dia pun menyetujuinya. Bagaimana apakah kau siap untuk kupersunting” “Baiklah jika memang kau adalah seseorang yang ditakdirkan untukku maka aku akan menerimamu”
“Tapi bagaimana dengan kekasihmu itu, apakah dia tau bahwa kau akan kunikahi” “Dia hilang kabar. Dan jika aku hubungi dia tidak pernah merespon. Mungkin ini jawaban dari ALLAH bahwa dia bukan jodohku. Karena aku sudah terlalu lama menunggunya. Bukankah segala sesuatu yang terlalu lama dan terlalu cepat itu tak baik” “Iya sudah kalau memang ini sudah takdir kita untuk bersama, maka kita juga tidak bisa memungkirinya” “Iya, kau memang benar”
Aku senang dan merasa yakin setelah mendengar keterangannya itu. Lalu kamipun pergi ke tempat awal. Dan kali ini aku memang benar-benar yakin pada Dio. Mungkin dia adalah seseoran yang memang ALLAH kirimkan untukku.
Setelah 2 tahun kami menikah dan alhamdullillah aku dipercaya oleh ALLAH untuk merawat seorang anak. Sungguh ini karunia yang besar bagiku. Dan disaat itu juga Jimmy datang menemuiku dengan janjinya.
“Tok-Tok..” Suara pintu mengagetkanku yang tengah menidurkan anakku. Kubuka pintu itu dan aku terperangah dengan apa yang kulihat. Dia.. Dia datang.. Jimmy..
“Jimm.. Jimmy” Suaraku serak seperti sudah tak kuasa keluar. “Lidya, aku datang sesuai janjiku padamu”. “Maafkan aku Jimmy” Aku tertunduk. “Maaf, apa yang perlu dimaafkan?” Tanyanya yang kini membuatku merasa bersalah. “Jim, aku sudah menikah” Jawabku jujur. “Kemarin kau menerima perjodohan itu?” Tanyanya kembali. “Iya, maafkan aku jimmy. Aku minta maaf, dan kini aku sudah menjadi milik orang lain” Terangku padanya. “Ohh, tak mengapa kasih. Kau memang benar dengan pilihanmu sekarang. Aku yang seharusnya minta maaf, karena tak menghubungimu sama sekali” Jawabnya sambil meneteskan air mata.
Sungguh aku yang melihatnya tak tega. Dan mungkin jika aku belum menikah, kini aku akan menjadi miliknya. Namun, ALLAH berkehendak lain terhadapku. Aku menerima suamiku dengan sepenuh hati dan ikhlas. Mungkin memang Jimmy bukanlah takdirku. Namun Jimmy kau akan tetap menjadi bagian tersendiri di dalam hatiku. Kumohon maafkan aku Jimmy. Aku akan selalu berdoa semoaga kau mendapatkan yang terbaik.
Cerpen Karangan: Irma Amaliya Facebook: Irma Amaliya