Kususuri koridor sekolah dengan gamang, rasa bersalah kian membesar dan menghantui pikiranku. tak kubayangkan bahwa Ravid akan semarah ini padaku, walaupun aku sadar dia pantas marah atas semua ini. Kalau saja waktu dapat diputar kembali, aku ingin mengulang waktu dan tak membiarkan hati lain mengusik rasa yang selama ini kujaga. Namun semua sudah terlanjur kualami dan aku tahu bahwa hubunganku dengan Diky yang terjalin secara sembunyi sembunyi akan diketahui oleh Ravid. Namun apa daya, kehadiran Diky begitu saja dalam hidupku membawa sebuah rasa yang tak kumengerti. Kujalani juga cinta segitiga ini walau ragu.
Pulang sekolah kuhempaskan tas dan seragamku di lantai, lalu merebahkan tubuh lelahku di ranjang. Hpku berdering, kubuka, pesan dari Diky. “ren, kok kamu pulang duluan sih? Alda bilang kamu ngambek, ada apa?” kuletakkan hpku tanpa membalas sms itu. Haruskah aku jujur pada Diky tentang akhir kisahku dengan Ravid, ataukah terus membohonginya dan membiarkan jiwaku diteror rasa bersalah?
Diky dan Ravid, sosok yang hampir sama. membuatku tak bergeming. Aku harus menanggung resiko dari kesalahanku sendiri. Kini yang kupunya tinggal Diky setelah Ravid meninggalkanku. Tapi mungkinkah Diky mau bertahan untukku saat mengetahui semua?.
Seminggu berlalu. Kebencian yang diisyaratkan Ravid padaku seakan tak berujung. Kuputuskan untuk jujur pada Diky tentang semuanya. Tanggapan Diky begitu dingin. “kesalahan ini memang harus diperbaiki Ren, dan aku harus memilih persahabatanku dengan Ravid ketimbang mempertahankan hubungan kita, lebih baik begini daripada ada yang terluka karenamu. selamat tinggal…”.
Entah sudah berapa banyak airmataku tertumpah, menyesali kesalahanku sendiri. Kini aku juga kehilangan Diky, yang kuharap akan menerima kejujuranku. setelah Ravid yang kubuat kecewa, kini akulah yang menderita. Kesalahanku ini, apakah tak mungkin bisa dimaafkan? masihkah ada kesempatan untuk kembali pada masa masa indah bersama Ravid yang sepenuh hati percaya padaku, namun kukhianati? atau pada Diky yang teguh pada kesetiaannya, namun kubohongi? aku hanya dapat menunggu datangnya kesempatan kedua itu, entah sampai kapan harus begini.
Cerpen Karangan: Ning S Astry Blog / Facebook: Astryand Mgzean