Aku punya sahabat, namanya Firmani yang biasanya dipanggi dengan Rini dan juga Selvi. Rini adalah teman pertamaku, bersama dengan Intan, namun Intan pindah sekolah ketika kelas 2 SMP dan disaat itulah Selvi juga pindahan dari sekolah lain dan menjadi teman keduaku. Kenapa aku bilang mereka teman pertamaku? Karena dulu, saat aku masih SD, tak ada yang berteman denganku, mereka ada hanya ketika mereka membutuhkanku, selebihnya tak ada. Dan semua hal yang terjadi kuceritakan kepada mereka terlebih Rini. Hingga saat aku menyukai Lucky pun, kuceritakan semuanya pada mereka.
Hingga saat kami sudah SMA, Rini berbeda sekolah dengan kami namun persahabatan kami tetap berjalan seperti biasa. Aku sekarang ikut kursus bahasa inggris, dan dari sanalah aku mengenal Mellenium. Aku senang sekali ketika mendengar bahwa Rini akan kursus di tempatku kursus juga dan aku tak sabaran untuk mengenalkannya pada Mellenium. Dan aku juga berjanji akan mengenalkan padanya tentang Mellenium. Yup, Mellenium ialah orang yang membuatku nyaman berada didekatnya, namun walaupun hampir setahun kami bersama, dia tak pernah sekalipun bicara denganku. Aku tau, dia malu padaku karena mungkin cintanya akan ditolak olehku. Dan jadilah kami sepasang remaja yang saling menyukai dalam diam di kelas.
Tepat hari kamis malam jum’at, akhirnya Rini ikut kursus bahasa inggris itu untuk pertama kalinya. Tapi sayangnya, waktu itu aku tak bisa datang karena aku menjenguk temanku di rumah sakit karena kecelakaan. Tapi dimalam Minggu nya, baru aku datang tapi Mellenium tak datang, karena ada ujian di sekolahnya selama beberapa minggu. Tapi setelah itu, dia datang kembali tapi waktunya yang kurang tepat untuk mengenalkannya pada Rini.
Namun saat malam Minggu, ketika kami sudah datang duluan di tempat kursus itu, barulah aku mengenalkannya pada Mellenium dan semua tentangnya. Dan semenjak aku mengenalkannya pada Mellenium, Rini selalu memperhatikannya. Dari mulai Mellenium datang hingga pulangnya. Pernah dia bilang padaku, “Mellenium itu imut, dan juga ganteng” sambil memperhatikan Mellenium yang sedang berjalan didepan kami. Mendengarnya saja, aku sudah merasa cemburu, tapi kemudian Rini bilang, “tenanglah, aku takkan mengambil Melleniummu itu. Aku sudah punya Kokoku kok”. Dan aku percaya dengan perkataannya.
Setiap kami bertemu, dia sering memperhatikan Mellenium, dan saat bertemu denganku, Rini bilang, “Fya, jangan marah ya? Aku menyukai Mellenium, tapi tenang.. aku cuma suka saja, nggak lebih”, akunya sambil memperhatikan Mellenium lagi. Aku cuma mengangguk pelan, “Rini, Rini.. kuharap kau takkan mengkhianatiku” batinku berkata sambil menggeleng kepala melihat matanya yang tak bisa lepas dari Mellenium.
Semenjak kejadian itu, aku lebih memilih untuk diam dan berpura-pura mendengarkan Rini karena aku bosan, dia terus menceritakan soal Mellenium. Pikiranku entah kemana-mana saat dia membahas soal Mellenium. Dan sesekali aku mendengarnya bahwa dia pernah berbicara dengan Mellenium dan dia bilang bahwa Mellenium itu memang menarik. Dari cara dia berbicara saja aku sudah tau apa maksud dibalik semuanya, tapi aku harap hal itu takkan terjadi.
Malam Minggu, ketika aku sudah pulang. Aku tak tau bahwa Mellenium masih berada di sana bersama dengan Rini. Dan aku menyadarinya ketika saat malam selanjutnya, Rini mengakuinya bahwa saat itu hanya dia dan Lucky berada di sana. Dan Mellenium duduk dekat di sampingnya dan memperhatikannya. Aku diam, dan selalu diam. Pikiranku entah kemana sejak Rini menceritakan itu. Dan saat kami masuk kelas, aku masih terpaku pada cerita Rini tadi. Dan saat Mellenium melihat tingkahku yang tak seperti biasanya, dia mencoba untuk membuatku tertawa dengan tingkah konyolnya. Namun aku tak tertarik dengannya dan ketika waktu pulang, aku tak peduli lagi dengannya dan bergegas meninggalkannya yang masih heran dengan sikapku. Aku tak sanggup mengingat semuanya lagi dan aku ingin pergi dari sana.
Hingga saat itu, saat dimana pikiranku kembali normal karena hal-hal buruk yang kupikirkan tentangnya hilang. Saat aku datang di kursus, aku melihat Rini bersama dengan Mellenium tertawa berdua. Ketika melihatku datang, mereka langsung diam dan Rini mendekatiku “eh Fya, kamu baru datang?” tanyanya dengan senyum yang licik. Dan aku hanya membalasnya dengan senyum sinis, dan aku pergi ke belakang untuk meredakan amarahku. Dan saat itu, aku menerima panggilan masuk dari seseorang yang tak lain ialah Didi. “thanks, Di.. kau datang disaat yang tepat!” batinku berkata. Dan aku pun tak ingin mengobrol dengan mereka melainkan aku meminta Didi memperpanjangan obrolan kami.
Kejadian itu, selalu kuingat dan semenjak itulah aku selalu mengobrol baik itu Didi maupun Rendi. Karena aku tak ingin berada didekat mereka. Walaupun mereka semakin dekat hubungannya, aku tak ingin berada di dekatnya karena aku hanya akan jadi pendengar mereka saja dan aku membencinya.
Tak butuh waktu yang lama, akhirnya dihari Minggu sore, di sebuah taman akhirnya mereka jadian dan aku menyaksikannya. Sungguh hatiku sakit, tapi aku tak bisa seperti itu lagi. Aku pura-pura senang atas jadiannya mereka, dan aku pun mengucapkan selamat kepada mereka dan akhirnya aku pergi meninggalkan mereka dengan alasan seseorang ingin menemuiku. Padahal airmataku tak bisa kubendung lagi. Sore yang cerah berubah menjadi mendung dan akhirnya hujanpun turun. Kurasa hujan tau, aku membutuhkannya dan aku pun menangis diantara hujan. Dan aku tak peduli lagi dengan mereka.
Aku ingin pergi, tapi mereka selalu mengajakku bertemu dan jikapun aku menolaknya, mereka memaksaku dan aku pun terpaksa ikut mereka. Aku tak tau kenapa setiap kali mereka ingin bertemu, selalu aku yang diajak padahal aku tak ingin jadi orang ketiga dalam hubungan mereka dan aku juga sudah terluka melihatnya apalagi mengingat janji Rini dulu yang takkan merebut Mellenium dariku namun sekarang?? Dia mengingkarinya dan aku sangat membencinya.
Setiap kali aku ikut dengan mereka, aku selalu mengajak Didi untuk menjadi teman obrolanku ketimbang harus mendengar kisah mereka yang menurutku sangat membosankan untuk kudengar. Pernah sekali, Rini dan Mellenium mengajakku untuk ikut mereka tetapi Didi tak boleh diajak dengan alasan yang kurang masuk akal. Namun aku bilang kepada mereka bahwa aku tak bisa pergi tanpa Didi. Dan setiap kali aku mengajak Didi, Mellenium merasa tidak nyaman karena Didi selalu berada didekatku. “cemburu? Kasihan.. itulah yang kurasakan saat melihat kalian berdua”, gumamku dalam hati ketika melihat Mellenium yang tak suka jika Didi berada disampingku.
Hampir setahun mereka jadian dan aku masih tak bisa melupakan kejadian hari Minggu itu walaupun Didi dan Rendi selalu menghiburku. Hingga malam Rabu, Didi ingin bertemu denganku dan aku pun bertemu dengannya di taman. “Fya, maaf aku menyuruhmu datang kesini dimalam hari karena malam hari ini menurutku cocok untuk kusampaikan sesuatu padamu” saat dia melihatku dan menatapku dengan tatapan mata yang serius. Diapun langsung menggenggam tanganku yang membuatku gugup setengah mati dan berkata “fya, aku mencintaimu.. sejak pertama kali kita bertemu, namun saat itu kamu masih mempunyai dia. Aku tau, kamu pasti terluka ketika seseorang yang kau anggap itu sahabatmu berubah menjadi pengkhianat. Walaupun aku tak sebaik dan setampan dia, aku bisa menjadi seperti apa yang kamu inginkan. Fya, maukah kau menjadi pacarku?” dan masih menggenggam tanganku dengan erat. Dan tanpa kusadari aku mengangguk pelan yang menandakan bahwa aku menerimanya.
Awalnya aku masih tak percaya dengan kejadian malam tadi tapi aku juga senang karena akhirnya aku bisa meluapkan kekesalan ini pada seseorang dan aku yakin ketika Mellenium mengetahuinya, dia akan semakin tak suka pada Didi dan Rini, dia pasti cemburu. Untuk merayakan jadiannya kami, aku mengajak Rini dan Mellenium untuk bertemu di sebuah bukit dan mereka pun mengiyakannya.
Ketika waktu yang ditentukan tiba, aku melihat kemesraan Mellenium dengan Rini dan sambil menunggu Didi yang masih belum datang, aku selalu mendengar kata-kata gombal mereka yang membuatku mual mendengarnya. Hingga saat aku tak kuat lagi mendengarnya, akhirnya Didi datang dan kamipun memulai perjalanan kami. Mellenium dan Rini di depanku sedangkan aku dan Didi berada di belakang mereka. Dan kali ini mereka tak segan-segan berpegangan tangan didepan kami, dan karena Didi tak mau kalah, dia pun langsung menggenggam tanganku erat dan akupun cuma nurut dengan Didi karena aku juga kesal dengan sikap mereka yang selalu menyombongkan hubungan mereka.
Selama perjalanan, Rini selalu bercerita tentang kemesraan mereka dan saat mereka melihat Didi menggenggam erat tanganku, Mellenium pun diam menatap kami berdua dan Rini, dia masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Dan aku pun memberitahu mereka bahwa kami sudah jadian beberapa hari yang lalu. Dan Mellenium yang mendengarnya semakin membenci Didi dan aku tak tau alasannya dan dia pergi meninggalkan kami bertiga.
Setelah sampai di tempat tujuan kami, semenjak Mellenium mendengar bahwa kami jadian dia selalu diam dan tak pernah bicara walaupun Rini mengajaknya bicara, dia tetap diam. Dan aku, semenjak Mellenium diam terus aku selalu memperhatikannya hingga kusadari dia masih menyukaiku.
Ketika kami mau pulang, Mellenium masih ingin berada di sana sedangkan hari sudah hampir malam. Dan aku memutuskan untuk tetap menunggunya dan menyuruh Didi untuk mengantar Rini karena takut kemalaman di sana. Setelah mereka berdua pergi. Suasananya begitu hening
“Fya, serius kamu jadian dengan dia?” Tanyanya. “ya, kenapa?” tanyaku kembali. “Aku ingin kamu segera memutuskannya,” Jawabnya dengan serius. “Kenapa aku harus memutuskannya? Kenapa kamu bertingkah seperti itu seolah-olah kamu tak menyetujuinya. Apa urusanmu Lucky?” Kuluapkan semua kekesalanku padanya. Kenapa dia mengatakan seperti itu. Dia bukan siapa-siapaku lagi melainkan hanya kekasih dari sahabatku sendiri. Sahabat yang mengkhianatiku. “aku ingin kamu tau, bahwa dia tidak pantas untukmu..” jawabnya datar. “kenapa? Darimana kamu tau bahwa dia tak pantas untukku? Apakah kamu ingin aku menderita karena aku sendirian? Jawab aku!!”, Tanyaku padanya, dan hening hingga malam harinya. Aku masih disana, bersama dengannya sedangkan dia masih menatap langit malam yang berawan. “aku ingin seperti ini selamanya, bersama denganmu bukan dengannya. Dan aku sungguh menyesal karena telah memilihnya daripada dirimu. Kau tau, pemikirannya berbeda denganku dan dia bukan tipeku. Aku suka saat dirimu mengatakan bahwa kamu baik-baik saja saat melihat kami jadian, padahal aku tau ketika waktu hujan itu, aku sengaja mengikutimu dan kulihat kamu menangis di tengah-tengah hujan dan awalnya juga aku tak tau kalau kau menangis karena airmatamu itu tersamarkan oleh air hujan yang membasahi tubuhmu. Dan semenjak itulah aku selalu mencari cara agar aku bisa putus dari Rini dan orang yang meminta mu untuk ikut itu adalah aku. Aku bilang padanya bahwa jika ingin bertemu denganku, kamu harus ikut. Tapi tak kusangka kamu cepat berubah, Fya. Kamu selalu mengajak dia. Dan aku juga tak menyangka bahwa kalian akan jadian secepat itu. Maafkan aku jika aku telah menyakiti hatimu, Fya.” Katanya dengan suara yang patah-patah. Dan diapun memelukku dan menangis. Sudah terlambat baginya tuk kembali seperti dulu lagi. Maafkan aku Mellenium, kurasa kisah cinta kita harus berakhir karena kesalahanmu sendiri.
Setelah aku sampai di rumah, aku mengistirahatkan tubuhku dan pikiranku darinya. dan keesokan harinya, Rini mengajakku untuk bertemu di taman dan akupun pergi kesana. Sesampainya di sana, aku disambut dengan tamparan di wajahku. “Fya, berani sekali kamu menghasut Mellenium agar dia putus dariku. Kenapa kau lakukan itu? Kamu tak tau diri, Mellenium itu punyaku sekarang kenapa kamu masih mendekatinya?” Bentaknya padaku. Dan aku tak tinggal diam dan kembali membalas tamparannya. “kamulah yang tak tau diri, kenapa kamu merebut Mellenium dariku? Kamu bilang, kamu takkan mengambilnya dariku tapi sekarang kau mengkhianatiku. Dan sekarang kau menuduhku menghasut Mellenium agar putus denganmu. Dimana Rini yang kukenal dulu? Rini yang takkan mengkhianati sahabatnya sendiri?” Tanyaku dengan penuh amarah. “Rini yang itu, dia sudah pergi dan aku memang mengkhianatimu. Sebenarnya ketika kamu mengenalkannya padaku, aku sudah menyukainya. Dan aku tak rela jika dia harus menyukaimu, padahal jelas aku lebih baik darimu.” Jawabnya. “huhh, ambilah Melleniummu itu, dan jangan pernah memaksaku untuk ikut kalian lagi karena aku tak sudi bertemu dengan orang sepertimu, pengkhianat!!” jawabku tak mau kalah dan pergi meninggalkannya yang masih menyimpan dendam padaku.
Lama setelah kejadian itu, aku tak pernah melihatnya ataupun Mellenium lagi karena aku selalu berada di dalam rumah dan jarang untuk keluar. Namun, yang pasti walaupun Mellenium bukan lagi pujaan hatiku tetapi dia selalu ada di hatiku karena itulah caraku mencintai seseorang. Dan Rini semenjak dia putus dari Mellenium, dia tak pernah terlihat lagi.
Cerpen Karangan: Livia Qur’ani Blog / Facebook: Mellenium Erick