“Lelaki ya harus kerja.” perkataan Bapak Mertuanya itu yang selalu dia ingat dalam benaknya.
Pernah suatu hari Banyu jatuh sakit, typus, hasil diagnosis dokter. Dia berusaha untuk menyembunyikan rasa sakitnya dengan tetap bekerja. Namun, akhirnya badannya ambruk di lokasi proyek. Dia pun pulang ke kampung, tempat istri dan anak-anaknya tinggal.
“Sudah seminggu, kamu sakit,” kata Farhanah dengan nada sedikit sengit. “Aku masih lemas,” “Paksa! Kalau kamu terus seperti ini, kita mau makan apa?” sambil berlalu keluar Farhanah menaruh segelas air putih di meja yang berada di samping ranjang mereka. Banyu hanya bisa menarik napas meski dadanya sedikit sakit. Dia berusaha beranjak dari bantalnya, tetapi badannya yang masih lemah belum mampu untuk duduk. Banyu pun berbaring kembali. “Aku ini benar-benar anjing geladak,” kembali Banyu membalikkan tubuhnya di kasur tipis.
Malam telah terlalu dalam, Banyu masih belum juga terpejam. Banyak yang dipikirkannya. Memikirkan mertuanya, istrinya, anak-anaknya, dan Rara yang masuk begitu saja dalam hatinya. Rara sempat membuat gelombang tsunami dalam dadanya. Hari-hari terasa Banyu berjalan di antara bebunga nan harum. Namun, semua itu tidak lama hanya setahun saja Banyu merasa bukan seperti anjing geladak. Banyu merasa seperti lelaki yang benar-benar dibutuhkan, dihargai, dan dicintai. Apa yang tidak diberikan Farhanah, bisa didapatkannya dari Rara.
“Wanita itu sangat hangat, lucu, dan menggemaskan,” kata Banyu menceritakan Rara pada sahabatnya di tempat kerja. “Hati-hati! Main api terbakar sendiri loh!” sahabatnya mengingatkan sambil senyum-senyum dan menepuk belakang punggung Banyu. Banyu hanya tersenyum. Banyu sangat yakin suatu hari nanti dia pasti akan bersanding dengan Rara. Bayang-bayang Rara sangat melekat di benak Banyu sampai-sampai ketika dia harus bercumbu dengan isterinya, tetap yang dibayangkannya adalah Rara.
Siapa pun yang berada di posisi Banyu pasti akan memaklumi gejolak yang ada dalam hatinya. Banyu lelaki berhati lembut. Dia tidak mampu membendung rasa tersentuhnya akan kasih Rara setiap kali lelah dan penat menyelubung karena pekerjaan yang tak pernah usai. Rara tidak pernah berpikir untuk merebut Banyu dari Farhanah. Rara hanya berharap suatu hari nanti Banyu dan dia akan bersanding dengan tidak menyakiti siapa pun.
Terlalu dalam perasaan Banyu pada Rara hingga ketika kabar itu tiba, kaki Banyu tidak dapat menopang tubuhnya lagi. “Rara telah pergi tadi pagi setelah semalam mendapatkan perawatan di IGD karena tabrak lari.” Banyu membalikkan kembali tubuhnya ke lain arah sambil terus mengisak dalam temaram kamarnya.
Cerpen Karangan: Iis Nia Daniar Penulis bernama Iis Nia Daniar, lahir di Bekasi tahun 1977. Pengalamannya menulis masih seumur jagung. Beberapa karya telah dimuat dalam beberapa koran daerah, seperti Radar Bekasi, Madura, dan Harian Analisa serta beberapa antalogi. Aktif sebagai guru pada salah satu SMP di Kota Bekasi. email iisnia[-at-]gmail.com