Kalau mencintai seseorang dalam diam merupakan suatu dosa, entah berapa banyak dosa yang sudah aku kumpulkan dalam tiga tahun ini.
Ya, aku mencintai seorang wanita dan hingga kini belum pernah kuungkapkan. Bagaimana mau disampaikan perasaan ini, ngobrol basa-basi di atas satu menit saja tidak pernah. Entah aku yang pengecut atau memang tidak akan ada kesempatan, kurasa sampai kapanpun aku hanya bisa memandanginya sambil meminum es kopi yang kubeli darinya.
Bicara soal es kopi, kurasa memang minuman inilah yang pertama kali mempertemukan kami. Dia adalah kasir yang merangkap sebagai barista di sebuah stand kopi di dalam minimarket, dan pertama kali aku bertatap muka dengannya adalah sebuah ketidaksengajaan. Aku hanya berniat membeli minuman ringan di minimarket yang sudah menjadi langgananku sejak awal kuliah di Bogor. Tapi niatku berubah ketika seorang perempuan, selanjutnya disebut “mbak kopi”, bersuara nyaring menawariku promo diskon kopi ketika baru masuk minimarketnya. Itulah pertemuan pertama kali kami, dan saat itulah aku menjadi pelanggan tetap dari kopinya. Ya, aku jatuh cinta pada pandangan pertamaku pada mbak kopi.
Kalau kulihat dari penampilannya, sepertinya dia memang menjadi daya tarik dari stand kopi itu. Dia memiliki mata yang indah, wajahnya bisa dibilang oriental tapi masih khas wanita Indonesia sekali. Dia juga selalu bersemangat ketika menyiapkan pesanan kopi, walaupun tidak jarang juga dia terlihat bosan ketika dia jongkok sambal memainkan handphonenya. Dipadukan dengan rambut yang selalu dikuncir kuda dan memakai topi, lelaki manapun sepertinya akan suka dengan mbak kopi ini. Aku bisa berkata seperti ini karena teman satu kostku juga mengatakan hal yang serupa. Begitu juga kata kakak laki-lakiku dan temannya yang sempat berkunjung ke Bogor untuk membantuku pindahan saat aku lulus kuliah. Jadi sudah dipastikan bahwa mataku masih sehat untuk memilih wanita.
Aku memiliki alasan mengapa belum pernah sekalipun mengajak ngobrol dirinya. Aku adalah orang yang selalu gagal soal cinta saat aku masih SMA di Malang. Pengalaman pahit inilah yang membawaku kabur ke Bogor setelah lulus dari SMA, karena aku mau jauh dari orang-orang yang sudah membuatku sakit hati perkara cinta. Alasanku pergi ke Bogor jugalah yang membuatku tidak memiliki persiapan bila aku jatuh cinta di kota ini. Saat aku dirundung masalah percaya diri karena aku tahu, mbak kopi sudah memiliki penghasilan sedangkan aku masih menjadi beban keluarga karena aku masih kuliah. Tapi entah mengapa krisis kepercayaan diri ini masih ada hingga aku sudah memiliki penghasilan sama sepertinya. Ya, aku berhasil mendapatkan pekerjaan di Bogor agar tetap bisa bertemu dengannya, tetapi hubunganku dengan mbak kopi ini masih hanya sebatas penjual dan pelanggan kopi. Heran.
Selama tiga tahun sejak pertama kali aku membeli kopi darinya, aku jadi memiliki kebiasaan baru setiap hari, yaitu membeli kopi di tempat perempuan ini, entah pagi ataupun sore. Kopi pandan kupilih karena cara membuatnya lebih lama dibandingkan minuman lain, sehingga aku bisa memandanginya lebih lama. Aku juga hanya akan membeli kopi bila yang sedang jaga stand-nya adalah mbak kopi ini, sehingga tidak jarang aku kecewa dan hanya memutari minimarket kemudian keluar tanpa membeli apa-apa. Kebiasaanku yang terkesan seperti stalker ini sempat membuatku berpikir untuk menghentikannya, karena aku tidak mau ada yang sadar dan membuat mbak kopi merasa tidak nyaman. Tapi hal itu urung kulakukan karena aku merasa setahun belakangan ini mbak kopi sudah mulai sadar akan keberadaanku. Terbukti ketika tempo aku baru akan memesan, dia langsung menebak kopi pandan yang biasa aku pesan.
Momen itulah yang membawaku ke hari ini, hari dimana aku membeli kopi pandan dengan mbak kopi sebagai baristanya. Aku sengaja datang saat sore hari saat menjelang mbak kopi pulang, dengan harapan aku bisa mengajaknya keluar untuk makan malam. Semua keberanian yang selama ini kupendam akan kukeluarkan semua malam ini. Itulah yang terus ada dipikiranku sampai kulihat mbak kopi justru menghampiriku. Aku terpaku, seperti melihat setan, tapi setannya cantik. Semua keberanianku luntur seketika mbak kopi memang mau menghampiri aku, karena memang tidak ada siapapun didekatku. Dan ya, dia mengajakku berkenalan! Mimpi apa aku diajak berkenalan oleh orang yang kusuka.
Sherly, nama perempuan yang selalu kusebut mbak kopi ini ternyata lebih indah dari yang kubayangkan sebelumnya. Setelah keberanianku sejenak melalang buana entah kemana, akhirnya dengan pasti kuajak dia makan malam. Dan dia mau! Ini akan jadi malam terindah untukku.
Kami memutuskan untuk makan malam di sebuah cafe yang sudah sering kudatangi, jadi aku tahu rate harga sehingga bukan masalah bila aku harus membayar makan malamnya. Obrolanku dengan Sherly tidak jauh dari sebuah basa-basi biasa, ya seperti dua orang yang dipertemukan lewat aplikasi kencan buta. Pekerjaan, keseharian, keluhan dia selama digoda pembeli, semua dia ceritakan tanpa perlu aku tanyakan terlebih dahulu. Kalau tahu Sherly adalah orang yang supel begini, harusnya kuajak saja sejak pertama aku bertemu dengannya. Obrolan panjang nan nyaman ini kunikmati setiap detiknya tanpa menghiraukan dinginnya malam itu. Sampai Sherly berkata “Aku tahu kamu dari tahun lalu waktu kamu beli kopi long black sampai 3 gelas itu lho”.
Aku terdiam, membisu, sembari mengingat-ingat kapan aku membeli kopi long black sampai tiga gelas, dan gagal. Aku bahkan tak pernah meminum kopi long black karena aku tak bisa minum kopi pahit seperti itu. Keringat dinginku mulai bercucuran karena takut bahwa selama ini Sherly salah memperhatikan orang. Sampai akhirnya aku teringat satu orang, kakakku. Ya, kakak laki-lakiku yang kuceritakan di awal, yang juga mengatakan bahwa si Sherly ini cantik. Aku teringat juga kalau dia membeli 3 kopi hitam untukku, untuk temannya, dan untuk dia sendiri karena waktu itu kita akan perjalanan jauh ke Malang menggunakan mobil. Semua benang merah ini akhirnya memunculkan satu kesimpulan: aku dikira kakak laki-lakiku! Dan yang selama ini Sherly perhatikan adalah kakakku, bukan aku.
Sekarang, bagaimana aku harus bersikap? Berpura-pura menjadi kakakku, atau memberitahukan kebenaran pada Sherly? Yah, tidak mungkin aku bersikap seolah itu adalah aku. Aku sudah dewasa, bersikap kekanak-kanakan hanya akan membuat hidupku berantakan kedepannya. Lagipula yang disuka oleh Sherly masih kakakku, dan harusnya aku bersyukur karenan kakakku memang sudah masuk usia berkeluarga.
Kuputuskan untuk memberitahukan pada Sherly bahwa aku adalah adik dari orang yang dia maksud, dan memberinya foto orang yang dia cari. Sherly terlihat antusias, dia banyak bertanya orang seperti apa kakakku ini. Kujelaskan semua yang dia tanyakan, dan kuakhiri dengan memberinya kontak kakakku. Sherly sangat bahagia, senyum sangat lepas. Senyum yang tak lama lagi akan menjadi milik kakak laki-lakiku sendiri.
Akhir cerita ini? Sederhana, Sherly dan kakakku saling bertukar pesan, bertemu, cocok, lamaran, dan menikah. Setelah resepsi keluargaku memujiku karena berhasil menemukan jodoh unutk kakakku. Si pengantin baru pun tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih padaku karena telah menjadi jembatan penghubung mereka berdua.
Semua bahagia, aku?
Yap, aku bahagia. Aku bahagia karena kakakku yang kusayang dan Sherly, orang yang kusuka selama tiga tahun, menemukan kebahagiaanya. Tapi sekarang kebiasaan membeli kopipun sudah waktunya ditinggalkan. Siapa lagi yang mau aku lihat kalau Sherly sudah tidak berkerja disana lagi. Sip, sudah saatnya mencari kebiasaan baru!
Cerpen Karangan: Muhammad Heraldi Garda Widyaswara Blog / Facebook: Heraldi Widyaswara Penulis adalah mahasiswa tingkat akhir dari Institut Pertanian Bogor yang sering menghayal tentang apapun. Penulis mencoba merangkai semua khayalan itu menjadi sebuah cerita yang semoga saja bisa menghibur banyak orang.