Dia seorang yang periang. Setiap bertemu, dia selalu menyapaku dan tersenyum. ‘sungguh menggugah hati’. Kami tinggal sedesa. Jarak rumahnya tak jauh dari rumahku. Namanya Indah. Paras wajahnya sesuai dengan namanya. Tak salah jika banyak pria yang memperebutkannya.
Pada tahun ajaran baru, Indah masuk ke sekolahku. Ia menjadi sorotan teman seangkatanku. Sekarang, aku sudah kelas 3 SMA. Indah kelas 1 SMA. Seperti senior-senior pada umumnya. Teman-teman saya selalu mendekati Indah yang berparas cantik dan berkulit putih. Setiap jam istirahat, teman saya berkunjung di kelasnya.
“Ahh sudahlah, untuk apa juga ikut-ikutan, pacaran tak ada gunanya”, batinku. “Indah tidak mungkin suka sama aku, aku kan cuma temannya”. Fikirku. Sifat psimisku membunuh rasa di dada.
“Wahid, dapat salam dari indah”, sapa Putry dari sebelah kiriku, sahabat Indah. “Dia itu suka sama kamu!”, lanjut Putry. “Ah, mana mungkin”, jawabku dengan spontan. “Dia itu sudah lama suka sama kamu Wahid, cuma kamunya yang tidak peka”, tambah Putry untuk meyakinkanku. Aku terdiam. Rasa psimisku itu kian memudar. “Makasih, ya, Putry”, ucapku dengan sedikit tersenyum. “Sama-sama Wahid, hhh”, balas Putry sambil tertawa. Kemudian Putry kembali ke kelasnya. Kelas 3 IPS.
3 hari berlalu. Perkataan Putry semakin tampak nyata dari sikap Indah yang cuek kepada teman-temanku. ‘Tanda Putry menolak harapan teman-temanku’. Perasaanku riang. Ditambah lagi setiap aku bertemu Indah, senyumnya tak pernah absen dari wajah putihnya itu. Aku semakin yakin bahwa Indah memiliki rasa yang sama sepertiku. Tak henti teman-temanku mendekati dan merayu Indah. Namun, Indah mengabaikan mereka.
“Aku heran dengan Indah, sepengetahuanku, Indah itu orangnya periang dan murah senyum. Tapi, kenapa Indah seperti itu?”, tanyaku dalam batin. “Ahh, sudahlah, tidak penting. Lebih baik aku fokus belajar, sebentar lagi kan ujian”, tegasku pada batin.
Belum juga berlalu ujian sekolah, Putry lagi-lagi menyampaikan pesan bahwa, “Roy akan menyatakan perasaannya kepada Indah”. Putry tahu karena dia berteman dekat dengan Roy. Aku terdiam, batinku terasa terombang-ambing. Aku tak ingin pacaran, tapi, disisi lain aku menyukai Indah. Di tambah lagi, aku ingin fokus pada ujian sekolah. “Cepatlah, jangan gantung perasaan Indah, Indah itu sukanya sama kamu!”, tambah Putry sambil memandangku. “Ok”, sahutku.
Malamku dipenuhi dengan rasa bingung. Apakah harus menyatakan rasa ini, atau tidak. “Ahh, sudahlah, lebih baik belajar”, tegasku batin.
Tiga hari berlalu. Aku belum juga menyatakan perasaanku kepada Indah. Rasa bimbang masih hadir dalam batinku. Fikiranku pada pelajaran lebih mendominasi. Kuabaikan batinku.
Aku melihat gerak gerik Roy yang selalu merayu Indah. “Ahh, aku tak perlu menyatakan rasa ini, aku tak harus pacaran dengannya. Indah pasti menyukai Roy yang tampan dan putih bersih. Sedangkan aku”. Batinku bergulat, sifat psimis itu tumbuh kembali dan semakin subur. “Aku yakin, mereka pasti akan resmi pacaran”, firasatku.
Semakin hari, semakin dekat pula Roy dengan Indah. “Pasti sudah jadian”, fikirku.
Ketika jam istirahat, aku menemui Putry di kelasnya untuk menjawab rasa penasaranku. “Hi Putry, apa kabar?” Sapaku sambil mendekatinya. “Hi Wahid” jawab Putry sambil menulis. “Tumben kamu kesini, ada apa?”, tambah Putry. “Emm sorry, aku belum jawab. Alhamdulillah kabar baik”, tambahnya lagi.
“Putry, Indah dan Roy sudah resmi pacaran?”, tanyaku sambil menatap wajah Putry dengan rasa penasaran. “Cie-ciee, cemburu yaa? Makanya gerak cepat dong”, canda Putry sambil tertawa. “Mereka masih PDKT kok, masih ada peluang kok”, tambahnya. “Alhamdulillah”, sahutku sambil menghembuskan nafas panjang. “Terimakasih ya, Putry, kamu memang teman terbaikku sejak kecil”, ucapku sambil tersenyum.
Aku berjalan menuju parkiran, tempatku melihat jajaran ruang kelas. Tak lama kemudian, sahabatku datang menghampiriku. “Hi Wahid, lagi memantau Indah, ya?”, Sapa Dimas kepadaku. Sahabat sekelasku. “Hhh iya”, jawabku singkat. “Owh iya, bagaimana dengan Indah, sudah ada strategi tidak, untuk menyatakan perasaanmu ke Indah?”, tanya Dimas. “Strategi? Hhh memangnya mau main sepakbola!”, candaku. “Hati-hati Wahid, kalau Indah jadian dengan Roy, bisa saja Indah diapa-apakan, kamu tahu kan, Roy seperti apa!”, tegasnya. “Waduuh, tambah bingung, bro”, ucapku.
Kita harus lebih giat belajar, karena sebentar lagi kita akan berhadapan dengan soal ujian.
“Sudahlah, ayo kita masuk kelas, sebentar lagi Pak Rizky akan masuk. Guru Fisika kami”. Ajakanku sambil menepuk pundaknya.
Sepulang sekolah, Wawan menemuiku. “Bro, Indah itu menunggumu, dia itu suka sama kamu. Ayolah, nyatakan secepatnya”, perintah Wawan, sepupu Indah. “Aku lebih setuju dengan hubungan kalian daripada dengan Roy”, kata Wawan sambil menepuk pundakku.
Wawan adalah sahabat Roy, juga teman dekatku. Dia tahu segalanya. Tentang Indah, Roy, dan tentangku.
Cerpen Karangan: Moh Khairul Blog / Facebook: Khairul