“Aaaahhh…”, Akhirnya bisa istirahat juga. Baru saja kupejamkan mata, wajah dia datang lagi di kepala ini. “Ya Tuhaaaaaaannnnn… tolong ambil kembali perasaan ini.” Aku tak mau menderita sebagai pengagum rahasia lagi Tuhannn…
Cukup sudah… satu-satu nya cara agar terlepas dari perasaan ini adalah aku harus mengungkapkannya pada Siti, ini yang kupikir adalah jalan keluar yang terbaik saat ini.
Hari telah pagi dan aku tak sadar tertidur jam berapa tadi malam. Yang kutahu untuk menekan rasa rindu pada Siti aku nonton anime favoritku semalam sampai akhirnya tertidur. Ya aku suka anime kenapa?? Mungkin karena Siti wajahnya hampir mirip karakter anime jadi akupun gampang suka sama dia.
Hari ini adalah 6 minggu setelah kejadian aku mengantar Siti, 2 Minggu lalu aku dilempari senyuman termanis oleh Siti dan hasilnya aku seperti orang gila yang senyum-senyum sendiri saat pulang kerja, nyanyi-nyanyi sendiri di kamar, tapi bikin ga bisa tidur karena kegirangan, sangat menyiksa… Lelah dengan perasaan ini..
Sampai di Kantor pagi ini nampak anak-anak cleaner yang sudah berbaris mendapatkan briefing dari Supervisor… nampak beberapa wajah dr mereka senyum kecil melihatku kesiangan, karena ini pertama kali aku kesiangan selama karirku sebagai foreman.
Saat aku masuk barisan foreman, “Pa Sandy…” Aku sangat kaget. “Push up 50 kali…” Seru Pa Bambang Supervisorku yang baik hati… “Haahhhh…” Anak-anak cleaner tercengang keheranan, karena baru kali ini ada yang mendapat hukuman push up sebanyak itu, rata-rata hukuman push up yang diberikan hanya 15-20 kali saja. Tapi aku tak masalah dengan itu, karena sudah terbiasa push up pagi-pagi di kantor sebelum yang lain datang dan Pa Bambang tau akan itu. Ya, aku terbiasa datang sangat awal jika kebagian shift pagi dan selalu olahraga kecil termasuk push up tadi.
Selesai briefing keringatku masih bercucuran akibat push up tadi. Saat semua berhamburan menuju ke area kerjanya masing-masing Siti menyempatkan memberi sapu tangan biru muda dengan sulaman bunga teratai di pojoknya. “Ini Pa Sandy, lap dulu keringatnya.” Ucapnya pelan sambil berlalu pergi. “Terima kasih..” aku masih tak sadar karena masih bersiap-siap di meja kerjaku.
Sesaat kemudian baru aku terkaget sendiri bahwa suara yang tadi kudengar adalah suara Siti. Dan aku berusaha mengejar Siti untuk berterima kasih kembali, namun Siti sudah jauh bersama dengan teman-temannya. Aku sangat senang kegirangan dengan yang telah terjadi. Sapu tangan itu harum khas parfum yang selalu Siti pakai setiap hari dan sering terbayang disaat aku tak ada di dekatnya. Untung hari ini Bu Sinta libur jadi tak ada yang akan menggodaku.
Jam istirahat pun tiba, aku sudah berada di kantor dan akhirnya Siti datang untuk makan siang. Kami mulai akrab akhir-akhir ini dan sudah terbiasa ngobrol bersama dengan anak cleaner yang lain, tidak ada lagi kecanggungan seperti sebelumnya namun tentu saja aku selalu memendam perasaan ini walau sempat beberapa kejadian aku terlalu berlebihan memperhatikan dia dan membuat yang lain curiga tapi sudah dianggap biasa oleh yang lain.
Sore harinya saat jam pergantian shift atau jam pulang shift pagi, terdengar suara teriakan seorang laki-laki saat aku berjalan di ramp untuk pergi ke kantor. “Pa Sandy… tolong…!!!” Aku menoleh dan kudapati Ridwan melambaikan tangannya padaku. “Ada apa?” tanyaku setelah setengah berlari menghampirinya. “Siti Pa… Siti Pingsan Pa, sekarang ada di ruang Medic di lantai dasar…”
Aku Pun segera berlari menuju ruang medic berharap tidak ada yang serius. Sesampainya di sana, Nandang yang sedari tadi menemani Siti menjelaskan kronologis kejadiannya dan syukurlah tak ada yang serius. Siti hanya kelelahan dan terlalu emosi setelah menerima telepon dari suaminya. Karena Bu Santi Libur jadi tak ada foreman yang bertanggung jawab di area toilet dan tanggung jawab pengawasan jatuh pada foreman area perlantainya. Tak lama akhirnya Siti siuman dan di ruang medic hanya ada aku dan Siti serta seorang security di luar ruang medic.
“Kamu baik-baik saja Siti..?” tanyaku cemas. “Baik Pak… Kenapa saya ada disini..?” Siti balik bertanya. “Barusan kamu pingsan, sekarang ada di ruang medic, udah mendingan?” tanyaku sambil menyodorkan air minum agar lebih tenang. “Udah yuk Pa kita ke kantor aja, malu saya kalo disini..” ajak Siti. Aku pun membawa Siti ke kantor untuk meneruskan istirahatnya.
“Mana nomor Hape Suamimu..?” Pintaku “Ga usah Pa, ga usah hubungin dia, saya bisa pulang sendiri. lagian ini masih sore, saya bisa naik angkot.” Jawabnya “Ya jangan pulang sendiri juga kali, kondisimu masih lemah begini…” kataku kesal “Telepon Suamimu cepat..” “Dia ga akan datang Pa, barusan setelah menelpon saya dia pergi lagi ke luar kota ada urusan pekerjaan.” Jawabnya sambil menahan tangisan yang seakan-akan mau pecah. “Begitu rupanya…”
30 menit Siti bercerita tentang hubungan dengan suaminya yang sedang tidak baik karena ternyata suaminya sudah menikah lagi dengan seorang perempuan yang dipilihkan oleh mertuanya karena pernikahan dengan Siti yang belum dikaruniai seorang anak setelah menikah 5 tahun lamanya. Suaminya beralasan ke luar kota hanya untuk menemui istri mudanya. Dan perlakuan mertua Siti juga semakin buruk belakangan ini karena Siti dianggap tidak bisa memberikan momongan. Makanya belakangan ini Siti sangat stress sehingga puncaknya hari ini Siti sudah tak bisa menahan emosinya sampai pingsan sendiri.
“Ya Sudah biar kuantar pulang ya..” tawarku pada Siti.. “Iya Pa makasih… tapi ga usah, biar Siti pulang sendiri saja. ga enak, takut jadi pembicaraan orang.” tolak Siti. “Nggak apa-apa, orang mereka tau kalo kondisi kamu lagi begini, mereka tak akan berpikiran yang macem-macem kok.” tegasku “Saya takut nanti Pacar Pa Sandy marah kalo saya diantar terus sama Pa Sandy…” Siti menolak sambil tertunduk. “Saya Nggak punya pacar Sitiii… ahahahahaha. Emang kamu tau dari mana saya punya pacar?” “Saya cuman nebak aja Pa, Lagian semua wanita pasti mau punya pacar seperti bapak, aneh aja kalo laki-laki seperti Bapa tak punya pacar…” “Emang kalo saya ga punya pacar itu aneh? berarti saya aneh dong di matamu?” tanyaku sambil tertawa kecil… Suasana lebih mencair dan Siti mulai lebih tenang.
“Ya sudah pokoknya aku antar ya…” Paksa ku kepada Siti. “iyaa,” Siti menjawab malu-malu.
Di perjalanan pulang kami sedikit berbincang ngalor ngidul dan sudah terasa sangat akrab, Siti sudah sangat terbuka padaku saat ini, dia menceritakan seluruh kisah pernikahannya dengan suaminya. Dan sekarang pun sudah berani memanggilku dengan namaku saja tanpa ada embel-embel bapak, karena itu pintaku padanya bila sedang berada diluar tempat kerja, lagipula dia 2 tahun lebih tua dariku.
Malam harinya kutelepon Siti sekedar menanyakan kabarnya setelah kejadian pingsannya itu. Aku berani meneleponnya karena kutahu suami Siti tak ada di rumah, karena sedang pergi ke rumah istri mudanya.
“Gimana keadaan Kamu Ti..?” Tanyaku memanggilnya dengan nama biar terasa akrab. “Baik, setelah curhat sama kamu jadi lega dada ini Dy” jawab Siti. “Syukurlah, Besok kamu libur kan.. ada acara nggak?” Tanyaku “Nggak… di rumah aja. meski bete ga ada suami. Tapi ada suami juga malah lebih bete..” jawabnya kesal. “Oh ya udah… istirahat aja. kondisi kamu kan masih belum baik, manfaatin buat istirahat ya..” saranku. “Iya Bapak Sandy…” jawabnya dengan sindiran “hmmm mulai deh…”
Tak terasa kami ngobrol 60 menit di telepon hingga akhirnya kami pun merasa sama-sama ngantuk dan memutuskan untuk menghentikan pembicaraan via Hape ini. Tak ada ucapan mesra saat menutup telepon karena siapa gue gitu, bukan siapa-siapa dia. Tapi ada getaran-getaran tak rela berpisah dari Siti pada pembicaraan jarak jauh ini.
Tut..tut..tut.. Telepon pun ditutup. Mataku terpejam namun tak bisa tidur karena merindukannya meski baru berpisah via suara.
Cerpen Karangan: Jaka L Hakim