Namaku Renata, aku adalah seorang ratu mimpi yang ingin tetap singgah pada dunia khayalku dan tak ingin kembali pada dunia nyata. Kehidupan nyata tak seperti kehidupan dalam mimpi. Yang dirasakan terkadang manis, pahit, bahkan hambar. Setiap manusia mengharapkan bahwa dunia nyatanya sama seperti mimpi yang indah semalam. Kita terjaga oleh beberapa malaikat pelindung dan dicintai oleh banyak orang, seakan kita adalah putri raja. Namun, hidupku hanya memiliki satu malaikat pelindung yaitu Ibuku.
Memiliki seorang ibu tunggal dan menjadi anak semata wayang membuatku iri dengan keluarga teman-temanku yang hidup bahagia, yang selalu ada ayah yang bisa menutupi kebutuhan keluarga, dan juga selalu ada canda serta tawa. Sedang aku, aku seperti tak memiliki ayah. Hanya ibu yang menjadi tulang punggung keluarga. Semenjak 17 tahun perceraian, ibu tak menikah lagi. Karena setiap kali ingin membangun rumah tangga dengan laki-laki, pasti dia bukan orang yang tepat. Dan ibu memilih untuk tetap sendiri.
Dua sahabatku yang menjadi kebahagiaan tersendiri ketika aku merasa bosan. Setidaknya aku punyai teman bermain, meski aku adalah seseorang yang tak mudah bergaul dengan yang lain. Selain bermain bersama kedua sahabatku, mendengarkan lagu bernuansa klasik menjadi penenang hati ketika aku berada pada kegalauan.
Hari-hari lalu sangat indah dengan birunya langit pagi, namun kini cuaca mengalami pergantian musim penghujan. Alunan lagu selalu menemani kesendirianku ketika titik-titik air itu berjatuhan dengan cepat. Gemuruhnya air membuat volume suara lagu kukencangkan seperti sedang beradu suara dengan hujan. Ternyata cara seperti itu tak akan mampu mengalahkannya, kupasang earphone di telingaku agar tak lagi bisa mendengar gemuruhnya hujan saat ini. Kunikmati setiap alunan lagu hingga aku terhipnotis.
Suatu ketika aku kehilangan Catty, kucing peliharaanku. Kucari Catty di sekeliling rumah dari pagi hingga petang, namun Catty tak kembali. Ku mendengar alunan lagu terus saja mengikutiku sedari tadi, suara itu seperti di belakang rumah. Kudekati alunan lagu itu, lebih dekat dan lebih dekat. Seseorang memakai baju dan topi hitam sedang bersandar di pintu belakang dengan menyanyikan lagu tersebut. Kulihat si Catty sedang bersamanya, namun tak biasanya Catty seperti itu. Jika melihat diriku ia langsung mendekat dan bersuara, sekarang ia diam dan tak mendekat padaku. Aku semakin curiga dengan orang itu, ingin ku mendekat namun aku takut. Saat akan berbalik, orang itu memegang tanganku. Wajahku menjadi pucat dengan keringat dingin. Tiba-tiba terdengar suara Catty. kubuka mataku, ternyata itu hanya mimpi dan langsung memeluk Catty.
Hujan belum reda juga, lagu masih terus berlanjut hingga ponselku hampir lowbat. Kumatikan alunan lagu yang masih berputar dan sepertinya perutku mulai keroncongan ingin diisi makanan, aku menghampiri Ibu yang sedang sibuk memasak di dapur.
“Bu, ada makanan apa, aku lapar” tanyaku “Belum ada makanan, ini saja Ibu baru mau masak” ujar Ibu “Aigoo” kataku
Kudapati roti tawar dan selai coklat kacang di meja, kuhabiskan semua roti itu hingga perutku tak lagi muat untuk diisi makanan lagi. Sepertinya hujan mulai reda, aku bosan di rumah dan memutuskan untuk main ke rumah Panji, sahabatku sewaktu SMP. Catty ingin ikut juga bersamaku, sepertinya ia merindukan sosok Panji.
Setelah sampai di rumahnya, aku lupa bahwa hari ini aku harus membuat naskah drama untuk acara pelepasan kelas 12 minggu depan. Namun Catty masuk ke dalam, akhirnya aku harus mengulur waktu membuat naskah dramanya.
“Hai Catty” sapa Panji pada Catty dan menepuk kepala anak kucing itu “Kayaknya Catty kangen sama kamu tuh” kataku “Wahh, ada yang kangen sama aku nih, walaupun cuma anak kucing” katanya sembari menggendong Catty “Ish, lebay” kataku “Biarin” katanya
“Ehh bentar, baju ini kayak aku kenal” menarik baju Panji sambil memperhatikan baik-baik pada baju hitam yang dikenakannya “Masa sih, ini baju baru aku pakai” ujarnya “Bajunya persis kayak di mimpiku tadi pagi” ujarku “Dasar tukang mimpi. Biarpun jomblo ternyata ada yang mimpiin aku juga” Panji ke PD-an “Aish, ya gak tahu itu kamu atau bukan, wajahnya saja gak kelihatan. Cuma bajunya sama” kataku “Jagain Catty bentar ya ji. aku mau pulang, aku harus buat naskah drama buat acara minggu depan” perintahku “OK” jawabnya
Disetiap perjalanan pulang aku mendapati pelangi yang sangat cantik, itu membuatku tersenyum. Kuperhatikan pelangi itu, namun sedikit demi sedikit pelangi itu pudar dan tak nampak lagi. Kulihat Radit yang berdiri di halte busway, sepertinya ia sedang menunggu seseorang. Aku memperhatikannya seiring aku berjalan mendekatinya, namun langkahku terhenti. Seorang perempuan cantik berhijab menghampirinya ketika busway datang, mungkin ia adalah kekasihnya. Kulihat sebuah Taxi dan memberhentikannya.
Setelah sampai di rumah, semangatku untuk membuat naskah drama semakin berkurang. Ibu membawakan makanan ke kamarku, Ibu mengira bahwa aku belum makan. Terdengar suara Panji dari depan rumah, aku menghampirinya. “Cepat pulang banget si Catty” kataku “Mungkin dia kelaparan kali ren” ujar Panji
Aku membawakan makanan kucing kesukaan Catty, ternyata benar apa kata Panji bahwa Catty ingin makan hingga ia lahap memakan satu mangkuk sereal. Kami seperti keluarga yang sedang memberi makanan pada hewan peliharaan.
Hari yang selalu ingin aku lewati adalah hari senin, entah kenapa. Sorot matahari dari jendela kamarku telah membangunkanku, dengan wajah males bangun pagi dan membuatku enggan tak ingin berangkat sekolah. “Ren bangun, sekolah!” teriak ibu dari luar kamar “Iya…”
Karena di kamarku tak ada jam dinding ataupun jam beker, aku tak tahu ini sudah jam berapa. Ketika keluar kamar dan melihat jam dinding di ruang tamu menunjukkan pukul 7:30. “Sial” gumamku sembari berlari ke kamar mandi
Selesai cuci muka dan berganti seragam, aku langsung berangkat sekolah dan melewatkan sarapan. Jarak sekolah dari rumah menurutku lumayan jauh, sekitar 15 menit pakai motor dan 30 menit jalan kaki. Biasa aku jalan kaki bersama teman sekampung, karena terlambat jadi hari ini berangkat sekolah pakai motor.
Halaman sekolah sudah sepi, portal pun sudah ditutup. Sepertinya aku benar-benar akan dihukum. Parkiran sudah penuh, akhirnya aku memarkirkan motorku di luar portal. Berlari menuju kelas dan beruntung pelajaran belum dimulai. Pelajaran jam pertama adalah matematika, pelajaran yang membuatku selalu ingin melewatkannya. karena matematika adalah salah satu pelajaran yang paling aku benci.
Jarum jam masih diangka 7:55, kurang 5 menit lagi jam pelajaran akan dimulai. Pak Galih, guru olahraga masuk ke kelas dan memberitahukan bahwa hari ini bu Tuti, guru matematika sekaligus KEPSEK tak bisa mengajar karena ada kepentingan di luar sekolah. Hari ini aku benar-benar beruntung.
Senangnya, minggu kembali lagi. Persediaan makanan si Catty sudah habis, jadi aku pergi membeli makanan serta susu untuk Catty. Selesai membeli makanan, plastik yang berisi makanan dan susu milik Catty ternyata sobek hingga semua terjatuh berceceran di jalan. Saat akan kuambil, seseorang membantuku mengambil barang belanjaanku dan itu adalah Radit. Dia adalah seseorang yang pernah membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama semasa aku masih dibangku SMP, namun sial cinta itu hanya bertepuk sebelah tangan. Ia kemudian pergi membeli plastik.
Hujan pun turun dengan perlahan yang kemudian semakin deras. Terpaksa aku membeli payung agar makanan Catty terlindung dari hujan. Dengan rasa canggung, satu payung itu kami pakai. Karena aku lebih pendek darinya, jadi Radit yang memegang payungnya dan aku membawa barang belanjaanku.
“Ternyata kamu suka kucing juga” tanyanya “Iya, kamu juga?” tanya balik “Bisa dibilang gitu, aku punya anak kucing cowok. Kamu?” jelasnya “Oh, aku punya anak kucing tapi dia cewek, namanya Catty” ujarku “Memelihara kucing itu sangat menyenangkan, apalagi kalau masih kecil, masih imut-imut gitu” sambungku “Aku juga sependapat sama kamu” ujarnya “Emang anak kucing yang kamu pelihara itu namanya siapa?” tanyaku “Namanya Tomy, lucu bukan?” ujarnya Aku hanya tersenyum, ternyata Radit adalah seseorang yang asik diajak ngobrol.
“Taxi. Aku duluan ya ren” Radit memberhentikan Taxi dan kemudian pergi. Aku tak menyangka bahwa Radit juga menyukai anak kucing, sama sepertiku. obrolan yang terlihat pendek itupun membuatku bahagia. Waktu terasa sangat cepat sekali hingga malam pun tiba. Aku yang masih mengingat obrolan tadi membuat naskah drama tak kunjung selesai. Setidaknya aku bahagia meskipun itu hanya satu detik, setidaknya aku bahagia meskipun dia telah berdua, setidaknya aku bahagia meskipun hanya beberapa langkah jalan berdua dengannya.
Cerpen Karangan: Rintan Marika Blog: cerpenremajablogaddress.blogspot.com