Anggi yang tadinya nggak niat ikut akhirnya mau juga. Ia juga tidak enak pada Arin karena sudah berjanji akan berangkat bersama dengannya. Dengan memakai blouse warna putih, celana coklat Serta tas selempang kecil yang dibelinya dua Minggu lalu di Summarecon mall Serpong.
Teman-temannya yang kebanyakan orang berada kebanyakan mengenakan boho dress, seperti mau ke acara pesta, padahal malam ini hanya bertemakan acara ramah tamah sesama pelajar.
Selama di perjalanan menuju tempat yang dituju ia tetap diam memandang ke arah jendela mobilnya yang langitnya indah banget. Lama lama suasana itu menjadi bosan untuk dirinya. Ia membuka ponsel miliknya dan mulai mencari cari blog milik seseorang yang ia nanti nanti.
Anggi tersenyum sendiri memandangi satu post terakhir di blog Erik yang desainnya minimalis. Lengkap dengan foto dan kata kata yang indah. Sebelum akhirnya ia sadar bahwa sedari tadi mamanya memperhatikan dirinya.
“Apaan sih senyum-senyum?” Tanya Arin sambil mendekatkan wajahnya ke arah ponsel milik Anggi yang dengan cepat anggi segera menutup ponselnya “Gapapa” “hm, bilang aja kalau lagi liatin blognya si Erik” ucap arin sambil berbisik ke telinga Anggi dengan nada meledek “Gak” jawabnya cepat dengan mesem mesem gak jelas “Kalian nanti pulang jam berapa?” “Sekitar jam sembilan ma” “Oya Tante, Arin nanti dijemput sama papa” “Oke oke” jawab mama sambil melirik sekilas ke arah mereka berdua “Itu acaranya di kafe, gratis kan?” Anggi hanya mengangguk kemudian melanjutkan kesibukannya bermain ponsel.
Arborea Café | Jl Gatot Subroto, Jakarta | 19:35 WIB Anggi dan arin sudah mengambil meja paling belakang yang menghadap ke jalan raya, dekat dengan jendela yang telah dipenuhi dengan kendaraan roda dua dan sebagian kendaraan roda empat. Jarak kedua rumah anggi dan Arin memang dekat. Selain itu mereka juga sering kali terlihat bersama, maka banyak orang yang menilai bahwa mereka adalah saudara.
Matanya sibuk mengawasi hilir mudik orang orang yang kesana kemari. Demi mencari seseorang yang tak kunjung datang. Ia yang mengira Erik tidak akan datang ke acara tersebut, Rupanya datang juga dengan menggunakan kemeja denim serta celana coklat. Tak lupa ia membawa teman akrabnya Brian yang gak kalah stylish dengan kemeja kotak kotak, celana jin hitam, serta sandal birkinstock.
Sadar dan terkejut akan kehadiran Erik dan Brian yang spontan langsung ngeluyur ke tempat duduk mereka berdua. merasakan pipinya yang mulai memerah bak kepiting rebus, Ia segera memalingkan wajahnya ke arah musik yang dimainkan oleh salah seorang temannya yang punya suara emas membawakan lagu “pupus dewa 19” dengan nada yang mellow bangeet “Elah lagu Ginian mah bikin galau aja” kata Anggi pada diri sendiri. Ia melamun sambil menatap ke arah udara kosong. Tanpa sadar matanya mulai berkaca-kaca. Padahal ia sendiri tidak tahu apa yang sedang dipikirkannya tiba tiba saja air mata turun dengan sendirinya. Anggi langsung mengusap poni dan menyentuh telapak tangannya hingga kelopak mata
“Kamu gak nangis karena Salman kan?” Tanya Erik yang tak tau bagaimana ia bisa Otomatis duduk berhadapan dengan Anggi. Juga Brian yang duduk di depan Arin yang sedari tadi mereka sibuk bermain dengan ponselnya masing-masing. Salman yang Erik maksud adalah temannya semasa SMP, saat mereka duduk di kelas delapan. Anggi dan Salman memang sering terlihat bersama. Tapi keduanya menegaskan bahwa mereka berdua hanyalah sebatas teman tidak lebih. Hanya gosip sekolah saja yang sudah terlanjur menyebar ke seluruh penjuru kelas. Sayangnya Salman tidak melanjutkannya sampai ke kelas sembilan dan lebih memilih melanjutkan sekolahnya di malang.
Anggi terkejut bercampur nervous sebab Erik meletakkan tangannya diatas bahu Anggi dengan tatapan penuh empati “aku gak nyangka kamu serapuh itu” “Enggaklah. aku enggak sedih karena itu kok. Lagunya melow banget sih aku jadi kebawa suasana” Erik mengangguk sambil membuang muka ke arah udara kosong.
“Aku juga belum punya pacar kok nyantai aja kali, nggak usah diambil ati” “Yeh siapa juga yang nanya masalah kamu mau kamu punya pacar kek, udah putus kek, enggak pernah pacaran kek itu bukan urusan ak-” “Biar menghibur kamu aja gitu nggi. Jadi lebih optimis dalam menghadapi hidup. Cie bijak bener ya gue” dengan gayanya yang kepedean sanggup membuat anggi hanya bisa menggeleng gelengkan kepala ia terheran heran dengan bocah yang punya senyum manis serta lesung pipi yang sangat jelas.
“Ekhem ekhem” Anggi yang sadar bahwa sedari tadi percakapan mereka berdua ternyata didengar oleh Brian dan Arin langsung mesem mesem “Paansih? batuk?” Tanya Erik judes dengan membelalakkan matanya ke arah mereka berdua dan kemudian segera membuang muka “Eh, kalian kok lucu banget sih, kaya cocok aja gitu diliatnya” “Are you kidding me brian?” “Cih, emang aku demen sama kamu nggi, kepedean banget. Udah kubilang aku gak suka cewek yang hobi bela diri” “Hahaha… aku juga nggak demen kok sama cowok yang main golf. Olahraga apaan tuh, banyaken gaya, atributnya mahal. Padahal cuma mukul mukul bola ke lubang gak jelas” “Itu butuh skill!”
“Udah berantemnya!, makan dulu aja!” Anggi yang gemas akan sikap mereka yang sekarang ini menjadi pusat tontonan orang orang di kafe
Brian yang sedari tadi hanya diam akhirnya memutuskan untuk memanggil pramusaji untuk memesan makanan. dari awal ia sudah berniat memesan makanan ala ala italia. Penne Pasta yang dimasak dengan Vodka Marinara dan potongan daging Salmon yang lezat abis Sementara Anggi memesan meat stuffs, Arin memesan Red Velvet yang super lembut dan Erik yang memilih memesan spaghetti bolognese dengan sausnya yang super melimpah. Lalu pramusaji itu undur diri ke dapur sementara seorang pramusaji lain yang cowok, datang ke meja mereka dengan Pesanan masing masing.
Diliriknya diam diam wajah Erik yang sedari tadi tengah sibuk memainkan ponselnya. lelaki yang memiliki rambut cepak 3 cm dengan kacamata yang keren banget memang terasa sempurna bagi anggi. Tetapi matanya tidak sanggup untuk tidak melirik mata bening dibalik bingkai kacamata hitam disampingnya itu. Bola matanya sedang menatap ke bawah.
Setelah melewati serangkaian acara yang cukup melelahkan dan memakan hidangan yang jarang untuk mereka nikmati akhirnya mereka memutuskan untuk bergegas pulang. Rupanya Arin tidak ikut pulang bersamanya sedangkan Brian ada urusan sebentar bersama teman basketnya. Mau tak mau mereka berdua harus keluar kafe bersama dan menunggu jemputan masing masing.
“Nggi, kita ke sana yuk” Anggi hanya mengangguk sekilas lalu menyusul langkah Erik yang lebih dulu berjalan. Anggi seperti salah tingkah. ia tidak ingin mendahului langkah Erik.
Mereka sampai di sebuah bangku yang tidak jauh dengan kafe tersebut. Dilihatnya kondisi kafe yang agak sepi, membuat nya agak bingung sebab mamanya yang belum kunjung menjemputnya. Ia tidak suka akan situasi yang tak biasa seperti ini. Keduanya sama sama diam. tidak ada yang membuka percakapan sampai akhirnya anggi Membuka pembicaraan.
“Erik..” panggil Anggi dengan tangan bergetar. angin semilir yang masuk dari celah belakang bangku itu membuat tubuhnya juga ikut bergetar. “Ya?” Sapa Erik bingung. Ditatapnya lekat lekat gadis dihadapannya berusaha mencari cari kebohongan yang ada di bola matanya “Aku mau ngomong…” Belum sampai ia selesai bicara tiba-tiba mobil Livina warna hitam yang tak lain adalah mobil milik papa Erik sudah membunyikan klakson ke arah mereka. “Ngomongnya entar aja ya.., udah dijemput sama papa. eh itu mobil mamamu nggi!” Ucapnya sambil setengah berteriak lalu segera masuk ke dalam mobil dan melambaikan tangan ke arahnya lalu pergi meninggalkannya.
“Anggi” “Eh mah?” “Ayo pulang ngapain bengong disitu”
Ia sadar Bahwa mamanya sudah tiba dan Erik juga sudah pulang. Padahal Baru saja ia akan menyatakan perasaan padanya tetapi harus mengurungkan niatnya detik ini juga. Sudah terbayangkan olehnya jika dirinya berhasil menyatakan terlebih dahulu. Pasti itu akan sangat berbeda, walau ia tidak tau pasti bagaimana jawaban Erik saat dia memberi tahunya. Entahlah
Ia segera masuk mobil sebelum mamanya membunyikan klaksonnya lagi yang akan membuat pusat tontonan saja. “Gimana acaranya lancar?” Tanya mama sambil memperhatikan wajah putri kesayangannya. “Lancar ma” Mama hanya mengangguk sekilas kemudian kembali konsen mengemudi
Anggi kembali memandang langit dan membuka layar ponselnya lalu seketika inspirasi muncul dari dalam kepalanya. Ia tersenyum sendu seperti ingin menitikkan air mata “Terkadang memendam adalah pilihan satu-satunya agar semua terlihat baik-baik saja.”
Selesai
Cerpen Karangan: Maulida hilyaturahma Instagram : @hilyamaulida_ Bernama lengkap Maulida Hilyaturahma yang akrab disapa Hilya. Lahir di Tegal,22 Maret 2008. Hobiku menulis. Bagiku menulis adalah cara untuk menuangkan segala isi hati ku