Hari itu hujan turun deras membasahi kota, setelah beberapa hari matahari bersinar terik membuat orang-orang enggan keluar rumah di siang hari karena panasnya yang menyengat. Hari ini suasananya mendung dari pagi, matahari pun malu-malu bersembunyi di balik awan.
Malam itu aku berjalan keluar rumah menuju toko di seberang rumah, dengan jaket pink milik kak Ara yang melindungi tubuhku dari gerimis di luar serta dingin yang melanda, aku pikir hanya sebentar saja pergi ke toko jadi tidak perlu membawa payung, lagi pula hanya ampas-ampas air yang jatuh.
Setiba di dalam toko, aku langsung menghampiri barang-barang yang ingin kubeli, beberapa keperluan dan juga makanan, mie instan pastinya di cuaca sepertu ini mie instan adalah opsi terbaik untukku.
Usai melakukan pembayaran, aku pun keluar dari toko, rupanya instingku salah. Hujan deras tiba-tiba turun mengguyur bumi, aku hanya bisa berdiri di koridor toko memperhatikan deras hujan yang jatuh. Harusnya aku membawa payung. Terlintas di pikiranku untuk menghubungi kak Ara agar dia datang menjemputku dengan payung, tapi aku tersadar bukan hanya payung yang tidak kubawa, benda pipih persegi panjang itu pun aku tinggalkan di tempat tidur. Baiklah, pilihan terbaik saat ini adalah berdiri disini sampai hujannya reda.
“Hai” Seorang pria tinggi yang tiba-tiba berdiri di depanku dengan payung merah yang melindunginya dari hujan, mataku terbelalak, dan jantungku langsung berdetak cepat. “Kak? Kak Arga?” Aku lumayan terkejut, muncul secara tiba-tiba seperti ini sangat tidak aman bagi jantungku, untungnya aku sudah lumayan mahir mengendalikannya. “Gak bawa payung?” Tanya Kak Arga, seniorku dulu di SMA yang juga tetanggaku sejak seminggu yang lalu. “Iya kak” jawabku sambil mengangguk. “Ayok, bareng Kak Arga aja. Satu payung” kata Kak Arga “Ahh? Se-serius?” Siapa sangka laki-laki yang sudah kutaksir sejak SMA ini tiba-tiba menawarkanku untuk sepayung dengannya, aku sudah sangat hati-hati menjaga perasaan ini agar tidak ketahuan. “Iyah, rumah kita kan bersebelahan. Lagian ini udah malam, kamu yakin nunggu disini terus?” Jawabnya, meyakinkanku. Tentu saja aku mau! “Iya deh kak, makasih yah” kataku, dan berjalan mendekat ke sampingnya.
“Sorry yah, nanti basah” ucap Kak Arga pelan, sebelum akhirnya meletakan tangannya di pundakku dan menarikku lebih dekat dengannya, rupanya sebagian tubuhku tadi basah karena berada di luar payung. Deg. Jantungku langsung berdetak lagi lebih cepat, aku diam-diam meliriknya, ternyata jika di lihat dari dekat dia jauh lebih tampan, hidungnya yang mancung, dan manik cokelatnya lebih tampak jelas. Mimpi apa aku, bisa berjalan berdampingan bersama orang yang aku suka di bawah payung yang sama, dan di tengah deras hujan yang melanda. Layaknya drama-drama korea yang biasa Kak Ara tontonkan padaku, ini nyata.
Kami tiba di depan rumah “Terima kasih kak” ucapku, dengan senyuman kaku karena nerveous. “Iya sama-sama” jawabnya pula dengan senyuman manis yang memperlihatkan lesung pipi di pipi kirinya. “Yaudah, Kiara masuk ya kak” kataku. “Iya… oh ya Kiara” panggilnya membuatku yang akan berbalik masuk pun terhenti dan menatapnya. “Iya kak?” “Hmmm… itu… selamat malam” lanjutnya Mataku berbinar-binar. “I-iya kak, selamat malam juga” “Salam buat kakak kamu” ucap Ka Arga, lalu ia pun berjalan pergi bersama payung merah yang melindunginya.
Hari itu, adalah hari paling membahagiakan untukku karena itu pertama kalinya aku berbicara secara langsung dengannya, dari dulu aku hanya bisa memperhatikannya dari jauh, dan malam itu dia sendiri yang datang meghampiriku, dia bahkan memanggil namaku “Kiara”, rasanya seperti ribuan kupu-kupu yang tertahan di dalan perutku siap terbang keluar. Perasaan yang masih sama sejak SMA, kini tumbuh semakin dalam sejak dia datang.
“Kiara” Aku yang baru kembali dari lari pagi, melewati depan rumah Kak Arga, pria itu sedang menyirami tanaman-tanaman miliknya. Dengan kaos hitam oblong dan celana pendek selutut. “Eh hai kak, pagi” ucapku. Sejak malam itu, kami menjadi lebih akrab, aku pun jadi lebih rajin lari pagi biar bisa lewat depan rumah dia, mencari alasan. “Sini deh lihat, aku punya bunga baru lagi” ucapnya memamerkan sebuah bunga miliknya.
Aku berjalan mendekat dan melihat “Waaah, cantik yah” pujiku, karena memang cantik “Apa namanya?” Tanyaku, penasaran. “Ini bunga gardenia” jawab Kak Arga, sambil tersenyum menatap bunga tersebut. “Ohhh gardenia, kenapa senyum gitu kak?” tanya ku “Bunga ini punya makna yang dalam” “Apa?” Tanyaku lagi “Gardenia melambangan cinta rahasia, cinta yang diam-diam kamu pendam untuk seseorang” Kak Arga menjelaskannya dengan wajah kegirangan, aku ikut terseyum memandangi gardenia, gardenia mewakili perasaanku. “Ohh gitu? Artinya kalau aku kasih bunga ini ke orang yang aku suka, bisa jadi kode buat dia yah” gumamku, sambil mengangguk-angguk.
“Do you like someone?” Tanya Kak Arga serius. “Ehh, ahh. Aku pulang ya kak, nanti dicariin kak Ara” Sebelum ketahuan dan makin panjang urusannya aku langsung berlari meninggalkan Kak Arga, yang terus memanggil namaku, meminta penjelasan.
“Kak Araa” aku berlari menuju kamar Kak Ara, dalam kondisi berkeringat sepulang lari pagi, aku tak menemukan wanita yang sudah sudah seperti orangtuaku itu, dia tak berada di kamarnya.
Kami tinggal berdua di rumah ini, hanya ada Aku dan Kak Ara, orangtua kami sudah lama meninggal sejak aku masih kecil, dan Kak Ara lah yang merawatku, bagiku harta paling berharga dalam hidupku adalah Kak Ara.
“Ade” kak Ara muncul dari belakangku “Ahh Kak Ara, kaget tau” “Kenapa?” Tanya Kak Ara, memperhatikan penampilanku dari kepala hingga kaki “Akh itu kakak kan suka ke toko bunga, Kiara mau pesan kalo kakak ke toko bunga beliin bunga gardenia buat Kiara yah” ucapku “Ehh? Ada apa ni?” Kak Ara memincingkan matanya, membuatku malu dan langsung berlari meninggalkannya.
Lengkap sudah hidupku jika ada Kak Arga dan Kak Ara, Kak Arga yang selalu ada untukku juga Kak Ara yang selalu sabar dan menjagaku. Tanpa kehadiran sosok orangtua dalam hidupku tak membuatku kekurangan kasih sayang, ada Kak Ara. Dan semoga Kak Arga juga memiliki perasaan yang sama.
Hari ini aku berniat mengutarakan perasaanku pada Kak Arga, mungkin ini saatnya sebelum terlambat. Sudah terlalu lama dipendam dan kini saatnya untuk diutarakan.
Kupandangi dari jendela kamar, bunga Gardenia yang sudah tumbuh subur di halaman rumah, pada akhirnya aku berhasil merawat tumbuhan dengan sabar hingga ia tumbuh indah seperti itu. Layaknya perasaan yangku jaga selama ini.
Aku sudah mengirim pesan pada Kak Arga, memintanya untuk menemuiku di suatu tempat malam ini juga, jadi tidak sabar dan deg degan.
“Kiaraa” Kak Ara masuk kedalam kamarku yang tidak terkunci pintunya. “Iya kak” “Malam ini temenin kakak ke suatu tempat yah” ucap kak Ara, “Hah? Kemana? Aduh Kiara udah ada janji sama orang” ucapku, bagaimana mungkin aku membatalkan pertemuan yang sudah kuatur dengan Kak Arga “Dee? Ayolah, ini momen penting. Kamu harus ada” kata Kak Ara “Jam berapa?” Tanyaku, tidak enak juga menolak anakan kak Ara. “7 malam” jawabnya. Okey, aku janjian jam 8 dengan Kak Arga. Pulang dari menemani Kak Ara aku bisa langsung menemui Kak Arga.
Pukul 7 malam, aku dan kak Ara pun tiba di sebuah tempat. Di sebuah restoran. Orang-orang yang datang tidak terlalu banyak, kata Kak Ara seseorang sudah memesan tempat untuk kami aku dan kak Ara dituntun oleh seorang pegawai restoran itu menuju tempat yang dimaksud.
Tempatnya sangat indah dia membawa kami ke lantai paling atas restoran, kami berdua terkagum-kagum dengan dekorasi yang begitu mewah dan indah
“Emang kita mau ketemu siapa sih kak?” tanyaku, kAra hanya terseyum
Kami berjalan hingga pandangan kami terjatuh pada seorang pria tampan yang gagah berdiri tak jauh di depan kami, dengan stelan jas formal dan bunga di tangannya. Dia sempurna, sangat tampan.
Mataku terbelalak, suasana apa ini. Jantungku berdetak cepat, pria itu adalah Kak Arga, orang yang akan kutemui pukul 8 nanti.
Aku dan Kak Ara berjalan bersamaan menuju pria itu aku belum bisa menebak suasana apa ini tapi pandanganku tetap tertuju pada pria itu.
“This is for you” seyum indah yang memperlihatkan lesung pipi, disertai tangannya yang ikut menyerahkan bunga itu… padaku. Bukan. Bukan untukku. Kak Ara membalas senyuman itu, dan mengambil bunga cantik yang Kak Arga berikan padanya.
Deg Deg Apa? Apa maksudnya ini? Situasi apa ini?
“Hai, Kiara” Kak Arga akhirnya menyadari keberadaanku, dia mengelus puncak kepalaku. “Kak Ara?” Aku butuh penjalasan, banyak pertanyaan muncul di kepalaku. Kurasa dua orang ini bisa menebaknya dari raut wajahku yang kebingungan “Kakak mau ngenalin kamu secara resmi ke calon suami kakak”
Deg Kalimat itu seperti ribuan panah yang dilepas bersamaan dan menusuk jantungku, aku, apa yang harus aku lakukan.
“Hah? Kalian? Gimana bisa?” “Kita udah lama kok dek pacaran, cuman kakak belum kasih tau aja ke ade, Kak Ara tunggu waktu yang tepat. Dan hari ini adalah waktunya” jelas Kak Ara.
Aku menatap kosong ke lantai, jadi selama ini, semua perhatian Kak Arga ke aku hanya karena sebatas aku adalah adik dari Kak Ara? Dan aku malah salah mengartikannya. Membuat aku makin mengharapkannya
“Kaget ya? kamu sih gak peka. Inget bunga gardenia waktu itu? Itu dari Ara” Kata Kak Arga. Dia masih bisa tersenyum bahagia disaat hatiku sehancur ini.
Aku memperhatikan keduanya secara bergantian. Aku sayang Kak Ara, juga Kak Arga. Jika aku bertahan pada cintaku dan memaksa untuk memiliki Kak Arga, artinya aku akan melukai keduanya. Mungkin memang benar, gardenia yang kutanam itu tetap berada di tempatnya. Perasaan yang kupendam selama ini, juga lebih baik tetap berada di tempatnya, tetap menjadi rahasia. Seperti gardenia yang menggambarkan Cinta Rahasia.
Cerpen Karangan: Ana Mairah Blog / Facebook: Ran Ran
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 16 Agustus 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com