Hari telah sore, matahari telah berada di ufuk barat. Bibir angin meniup-niup dahan pohon. Pemuda berusia 15 tahun itu sedang duduk di sebuah bangku taman. Tangan kanannya memegang sebuah gelas plastik berisi jus apel kesukaannya. Ben menyeruput jus apelnya melalui perantara pipet.
Setelah jus apelnya habis, iapun segera beranjak dari tempatnya dan berjalan menjejaki bumi. Ben melangkah masuk ke rumahnya, ia mendapati Reno adik tunggalnya telah tertidur di atas anyaman bambu. Ben dan adiknya hanya tinggal berdua, kedua orangtuanya telah lama meninggal akibat sebuah kecelakaan. Untuk kehidupan sehari-hari Ben bekerja sebagai pedagang asongan dan pekerjaan lain, namun ia dan adiknya tetap bersekolah.
Jam menunjukkan pukul 20.15 PM. Ben menjejaki kakinya menuju tempat ia mengaji bersama adiknya Reno. Keadaan di kampung itu sungguh sunyi, suara jangkrik berbunyi bersahutan. Hawa dingin menyelimuti tubuh.
Ben dan Reno melangkah memasuki rumah ngajinya. Ia melihat beberapa temamnya telah ada di situ, sedang duduk dengan sopan. Kemudian Ben beserta adiknya Renopun duduk bersila. Tak lama kalam Ilahi mengalun merdu, mengalir di udara.
—
Derapan langkah kaki Ben menggendang di telinganya. Di bahunya ia menyandang sebuah tas, tentu saja ia akan ke sekolah.
Pintu gerbang terbuka lebar, Ben segera memasuki perkarangan sekolahnya. Seseorang tersenyum padanya, saat ia meletakkan tasnya di bangku duduknya.
“Hai Ben,” sapa Vey dengan senyum terekah. “Hai juga Vey,” balas Ben. “Kamu ada buat tugas IPS?” tanya gadis berkerudung putih itu. Ben mengangguk, “Ada.”
Saat pulang sekolah Ben dan Vey berjalan beriringan. Hembusan angin menerpa wajah mereka. Selama berjalan, mereka mengobrol ringan. “Ben, kamu mau gak, habis ashar kita ke perpustakaan,” kata Vey. “Boleh aja,” kata Ben.
Vey sedang berjalan menuju rumahnya Ben. Dari bibir gadis itu, terdengar siulan merdu. Jam di tangannya menunjukkan pukul 16.20. Setelah berada di depan rumah Ben, iapun memanggil Ben. “Assalamualaikum Ben…”
Pintu dari anyaman bambu itu terbuka, dan menampakkan Ben dengan pakaian rapi. “Waalaikumsalam. Eh Vey,” ujar Ben. “Kamu jadi ke perpustakaan?” tanya Vey. “Ya, jadi kok,” jawab Ben. “Yaudah yok!” “Yaudah.” Kemudian merekapun berjalan dengan langkah santai, menuju perpustakaan yang ada di daerah mereka.
Ben dan Vey melangkah memasuki ruang pustakaan. Mereka melalui beberapa orang yang berada di situ. Kemudian mencari tempat yang cocok untuk membaca.
“Kamu baca buku apa Ben?” tanya Vey. “Aku baca buku fantasi,” kata Ben. “Kamu?” “Oh, aku baca buku Misteri,”ucap Vey. Setelah itu, merekapun melanjutkan membaca dan hanyut dalam dunianya masing-masing.
Jam menunjukkan pukul 17.30 PM. Ben dan Veypun beranjak dari tempatnya dan melangkah keluar dari ruang pustaka itu. Bibir angin meniup-niup dedaunan pohon. Hari yang kian sore membuat suasana semakin redup. Burung-burung berkicau bak nyanyian yang amat merdu. Setelah berada di persimpangan, merekapun berpisah dan pulang ke rumahnya masing-masing.
Ben sedang duduk di bangku anyaman bambunya. Ia melihat adiknya telah tertidur dan menjalin mimpi indah. Saat ini jam menunjukkan pukul 00.00 PM, mereka berdua baru pulang ngaji. Kedua mata Ben mulai kantuk, ia segera berwudhu sebelum tidur. Karena orang yang berwudhu sebelum tidur akan dijaga oleh malaikat.
Alunan adzan mengalun syahdu, memanggil setiap umat untuk menghadap kepada Rabb-Nya. Ben membangunkan adiknya, untuk menunaikan shalat shubuh. Kemudian merekapun shalat dan Ben berlaku sebagai imam.
Hembusan angin menggerakkan rambut Ben yang tengah berteduh di bawah pohon, di halaman sekolah. Ia merenungkan hidup yang sungguh berat.
Ben melihat Vey sedang menangis saat ia masuk kekelas. Ia tahu, kehilangan orang yang kita sayangi memang sakit, tapi ya inilah takdir dari Tuhan. Ben berjalan menghampiri sahabatnya itu.
“Kamu sabar ya Vey, semoga orangtua kamu tenang di sana. Kamu harus sabar dan selalulah berdo’a untuk mereka,” ucap Ben. Vey mendongakkan kepalanya dan berkata, “Iya Ben terimakasih. Kamu memang sahabat aku yang paling baik,” kata Vey mengusap air matanya.
‘Aku sungguh bersyukur memiliki sahabat seperti dia, yang selalu ada dalam suka dan duka. Ya Allah semoga kau beri ia keselamatan dunia dan akhirat. Dan sebenarnya aku juga cinta padanya, namun biarlah aku saja yang mengetahuinya. Apakah ia juga memiliki perasaan yang sama seperti ku? Ah, semoga saja,’ Vey membatin.
SELESAI!
Cerpen Karangan: Tinta Hitam Blog / Facebook: Tini-tini
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 8 September 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com