‘Suatu hari, kita akan bertemu lagi.’ Kata-kata itu yang terakhir diucapkan ketika Sinta pergi. Aku merasa sedih ketika melihat temanku yang sudah enam tahun menemaniku sejak kecil harus pergi meninggalkanku.
Setelah lulus sekolah dasar, Sinta melanjutkan sekolahnya di luar negeri, lebih tepatnya di Australia. Pekerjaan ayahnya menjadi alasan dia pindah ke luar negeri. Sinta anak yang pintar, rajin dan tidak memandang siapapun dalam berteman. Dia berambut agak kecokelatan, mata hitam, kulit sawo matang dan agak tomboy. Dia selalu memakai topi biru berbahan jeans, kaos serta celana pendek ketika dia bermain. Dari mulai bermain kelereng, engklek, maupun kucing-kucingan, dia selalu ingin menang dan memang anak laki-laki seusianya pun kewalahan jika sedang bermain dengannya. Masa-masa kecilku dihabiskan dengan bermain tanpa ada gawai atau media sosial seperti sekarang ini. Maka dari itu kami sangat dekat satu sama lain.
Sudah hampir sepuluh tahun aku tidak bertemu dengan Dia. Tapi akhir-akhir ini dia selalu saja ada di pikiranku. Bagaimana kabar dia disana? apakah dia masih mengingatku?
‘Woi! Bangun! Masih siang.’ Tiba-tiba seseorang mendorong kursiku dari belakang. Aku kaget bukan main. Aku melihat ke arah belakang dan orang itu ternyata Andi, temanku. ‘Gue takut lo kelepasan dan meninggal. Hehe.’ Dia tertawa. ‘Lo kenapa sih, gue liat akhir-akhir ini banyak ngelamun? Tenang aja naik pesawat itu aman, persentase kecelakaan pesawat itu sangat kecil.’ Andi menepuk-nepuk pundakku. ‘Lagipula, kan cuma ke bali. Dua jam juga udah nyampe.’ Dia menambahkan. ‘Nggak lah. Gue gak kenapa-napa, Cuma cape aja semester ini padet banget.’ Jawabku.
Memang awal bulan ini ada kejadian pesawat jatuh yang membuatku agak sedikit takut untuk naik pesawat. Tapi bukan itu yang mengusik pikiranku. Akhir-akhir ini entah kenapa aku teringat kembali akan Sinta, sahabatku dulu.
‘Gue nitip baju ya, kalo ngga bawain Kopi kintamani deh.’ Dia berkata sambil pergi meninggalkanku. ‘Lo mau kemana?’ tanyaku yang belum beranjak dari kursi. ‘Biasa, Indah udah Whatsapp terus dari tadi.’ Dia pergi meniggalkanku tanpa menengok ke belakang.
Aku pun keluar dari kelas dan langsung pulang. Libur semester ini aku berencana untuk pergi ke Bali, melepas penat dari padatnya jadwal kuliah di tahun ketiga ini. Aku berjalan keluar gedung dan menuju ke parkiran motor. Cuaca diluar mendung, sepertinya aku harus bergegas pulang. Aku mengendarai motor keluar kampusku.
Di sepanjang jalan pun langit tak berubah, masih gelap. Gerimis mulai turun ketika aku pulang. Jarak ke rumahku hanya tinggal sedikit lagi, aku menancap gas dan berusaha agar bajuku tidak terlalu basah karena air hujan. Saat aku memasuki komplek perumahanku, hujan tiba-tiba saja mengguyur sangat deras. Tidak hanya itu, pintu pagar rumahku tertutup rapat. Susah payah aku membuka pagar dan alhasil tubuhku basah kuyup terkena tumpahan air hujan. Aku segera memasukkan sepeda motorku dan tampak di rumah sepertinya sedang tidak ada orang. Aku lihat lampu ruangan tamu belum dinyalakan. Aku dorong pintunya dan itu terkunci. Aku ambil kunci cadangan di bawah pot tanaman. Benar saja, Ibu dan Ayah sepertinya tidak ada di rumah.
Setelah mandi dan mengganti pakaian, aku turun ke bawah untuk makan. Ibu sepertinya sudah pulang, terlihat tas belanja berada di atas meja. Aku lihat ibu sedang di ruang tengah bersama dengan adikku, Nayasa. Ibu menyuruhku makan karena dia sudah membelikan pecel ayam untukku. Selesai makan aku langsung pergi ke kamar.
Ada notifikasi pesan di Instagram. Ada seseorang yang mengirim pesan baru. Dia hanya mengirimkan ‘Hai’. Aku pun hanya terdiam melihat pesan itu. Siapa orang asing yang tiba-tiba mengirimkan pesan. Dari gambar profilnya, dia adalah seorang perempuan berambut pirang dengan kulit cokelat, memakai kacamata hitam, kaos dan celana jeans ketat. Aku tidak mengenalnya sama sekali. Aku klik gambar fotonya untuk melihat akun dia dan ternyata akunnya dikunci. Hanya inisial ‘S.T.A’ saja tidak akan membantu untuk mengetahui dia. Mungkin dia hanya orang asing yang mengemis like atau seseorang yang ingin menjual produknya, aku tidak menghiraukannya. Aku browsing tempat yang akan aku kunjungi di bali, setidaknya aku buat rencana kemana saja aku akan pergi dan kisaran biaya yang harus aku siapkan ketika aku berada disana.
Tak terasa sudah petang, perutku kembali keroncongan padahal tadi baru makan. Aku pergi ke dapur untuk memasak mie instan dan kembali ke kamar setelah menghabiskannya. Aku pun tertidur pulas setelahnya.
Aku terbangun karena cahaya lampu kamar yang belum aku matikan. Aku melihat Jam dinding menunjukkan sudah pukul empat pagi. Aku lupa mematikan lampu karena semalam aku ketiduran. Saat aku melihat handphone, terdapat beberapa notifikasi pesan baru di Instagram dan pesan itu masih dari perempuan itu.
‘Kamu mungkin tidak mengenalku yang sekarang, begitupula sebaliknya.’ ‘Tapi aku tidak lupa akan wajah anak kecil ini.’ Dia mengirimkan gambar seorang anak kecil dengan rambut ikal sedang tersenyum lebar. Setelah aku melihat dengan teliti ternyata itu foto aku dahulu ketika masih sekolah dasar. Kemudian di bawahnya dia mengirimkan pesan lagi. ‘Apa kabar Rama Aditya, sudah hampir sepuluh tahun kita tidak bertemu.’
Seketika sekujur tubuhku merinding dan mataku terbelalak. Mungkinkah dia adalah orang yang akhir-akhir ini sering aku pikirkan? Aku tak percaya hal ini terjadi sekarang. Aku pun langsung membalasnya. ‘Tak mungkin, apakah kau benar-benar Sinta?’ Balasku.
Setelah menunggu beberapa menit dia sama sekali tidak menjawabnya. Aku sedikit kecewa tapi mungkin dia juga begitu karena lama menunggu balasanku. Pesan ini terkirim pukul Sembilan malam dan baru aku balas jam lima pagi. Mungkin dia sedang tidur atau sedang sibuk. Aku tidak tahu jam berapa sekarang di Australia sana. Tapi aku sangat senang sekali karena aku akhirnya bisa kembali menyapa Sinta. Aku membaringkan diri di tempat tidur. Membayangkan dia sewaktu kecil dan membandingkan dengan wajahnya yang sekarang. Sepertinya dia berubah. Dia terlihat lebih cantik dan kulitnya menjadi lebih gelap. Apakah dia masih tomboy seperti dulu?
Aku melihat kembali handphoneku dan masih belum ada jawaban. Lebih baik aku mandi saja sambil menunggu balasannya. Selesai dari kamar mandi, aku melihat jam menunjukkan pukul enam pagi. Sarapan pagi ini bubur ayam. Tiap jam enam pagi pedagang bubur ayam pasti melewati komplek ini dan Ibu sering membelinya. Selesai makan aku langsung kembali ke kamar. Ternyata Sinta membalas pesanku.
‘Baru dijawab? Kemana aja? Iya ini Sinta. Tetanggamu dulu.’ Meskipun kita sudah lama tidak bertemu. Ternyata dia masih mengingatku. ‘Aku baik, sangat baik. Gimana kabarmu dan keluarga di Australia?’ Tanyaku. ‘Baik, keluargaku baik, sekarang aku punya dua orang adik.’ Jawabnya. ‘Jam berapa sekarang disana?’ Tanyaku. Aku takut ini bukan waktu yang tepat untuk berbincang. ‘Lebih cepat sekitar tiga jam dari Jakarta. Lagipula sekarang aku berada di Denpasar.’ Jawab Sinta. Benarkah? Aku lebih terkejut lagi ternyata dia sedang berada di Denpasar, Bali. Dalam hati aku sangat senang sekali dan ini bisa jadi momen yang baik jika aku bisa bertemu dengannya.
Aku memberitahu dia bahwa aku akan pergi ke Bali hari Senin besok. Sinta pun terkejut dan senang mendengarnya. Dia baru seminggu di Bali dan rencananya dia akan menghabiskan waktu satu bulan berlibur disana. Sinta ternyata iseng mencari namaku di Instagram dan menemukan beberapa akun yang dia kira itu adalah punyaku. Foto aku ketika SD itulah yang akhirnya meyakinkan dia bahwa itu adalah temannya yang dia cari. Sudah sekitar tiga tahun lalu aku memposting foto itu di Instagram dan ternyata Sinta melihat unggahan foto itu. Kami pun menghabiskan seharian itu dengan Chatting menceritakan masa lalu saat kita masih sekolah dan juga berbagi pengalaman masing-masing selama ini.
Cerpen Karangan: Zed Penulis biasa biasa saja
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 9 September 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com