Hari senin pun tiba. Driver Ojol yang akan mengantarku ke bandara akhirnya datang. Tiba di bandara, aku berangkat dengan pesawat penerbangan pagi. Aku tiba di Kuta setelah sekitar dua jam di perjalanan. Aku pergi ke penginapanku dengan Taksi. Hari ini Sinta kabarnya sedang berada di Gianyar. Dia akan menghabiskan hari ini disana dan besoknya baru akan ke Kuta. Tak lama aku menaiki taksi, aku pun tiba di penginapan. Setelah check-in dan merapikan barang bawaan aku beristirahat sejenak merebahkan diri yang lelah setelah perjalanan.
Aku terbangun jam satu siang. Sengaja alarm di handphoneku di setel pukul satu. Aku mencuci muka dan mandi karena udara disini sangat panas. Baru saja selesai mandi dan ganti baju tubuhku kembali bercucuran keringat. Panas sekali daerah Kuta ini, padahal AC sudah dinyalakan. Aku keluar dan menyewa sepeda motor untuk menemaniku berkeliling. Hari itu aku berkeliling Kuta ditemani motor matic dan sinar matahari yang menyengat. Memang sungguh indah pemandangan di Kuta, selain pantainya, beberapa bangunan disini pun masih memiliki arsitektur khas. Sore pun tiba dan aku kembali ke penginapan. Aku mengabari ibu bahwa aku sudah sampai di Bali. ‘Jaga diri disana, hati-hati jika di tempat orang.’ Ibu mengingatkan.
Hari yang cukup lelah. Malam ini kuhabiskan berjalan kaki di sekitaran penginapan. Suasana malam disini malah lebih ramai dibanding siang tadi. Udaranya pun cukup hangat walau sudah malam hari.
Esoknya aku bangun siang, sekitar pukul sembilan. Aku melihat notifikasi Instagram. Sinta mengabarkan bahwa dia ada di Denpasar, ia tidak bisa ke Kuta hari ini karena sedang menunggu temannya di Denpasar. Dia menyuruhku untuk datang ke Denpasar. Jarak Kuta-Denpasar tidak terlalu jauh. Kurang dari setengah jam dengan mengendarai motor matic untuk sampai disana. Jalanan di Bali terasa berbeda dengan Jakarta, tidak ada bunyi klakson bersahutan di persimpangan, jalanan yang tidak begitu padat, dan tidak ada angkot serta tidak ada pengguna motor yang melaju seenaknya di trotoar.
Aku tiba di lokasi yang dibagikan Sinta, Museum Bali. Aku hanya menunggu di luar karena Sinta sebentar lagi keluar dari Museum itu. Tak lama kemudian dia keluar dari Museum itu. Dia tampak berbeda dari foto yang aku lihat. Rambut cokelatnya panjang sepinggang, memakai kacamata hitam, topi, memakai kaos polos dan celana jeans pendek mengingatkanku akan Sinta yang dulu. Hanya saja sekarang rambutnya dibiarkan terurai panjang.
‘Hai.’ Aku canggung dan hanya terdiam, tak percaya melihat dia sekarang sedang berada di hadapanku. ‘Apa kabar Rama, kamu terlihat sama seperti dulu.’ Dia tersenyum.
Kami mencari sebuah tempat untuk beristirahat. Sinta membawaku ke sebuah restoran yang tidak jauh dari sana. Tempat itu adalah sebuah restoran vegetarian. Apakah sinta seorang vegetarian? Aku pun tak bertanya dan ikut masuk saja. Kami duduk dan mulai memesan menu yang ada disana. Sambil menunggu, kami berbincang cukup lama dan ditengah perbincangan kami, Sinta mendapatkan beberapa panggilan telepon dari temannya. Dia sepertinya sedang ditunggu oleh temannya. Makanannya tiba dan kami menyantapnya. Ternyata cukup enak, tidak seperti dugaanku sebelumnya tentang masakan vegeratian.
Kami asyik mengobrol dan Sinta sepertinya harus sudah pergi. Saat keluar aku menanyakan padanya apakah dia vegetarian atau tidak. Karena jika memang benar, maka aku akan sulit mencari tempat makan yang menyediakan menu vegetarian. ‘Sinta, memangnya kamu Vegetarian?’ Dia tersenyum. ‘Nggak, aku tidak tahu tempat makan disini. Terlanjur masuk jadi ya sudahlah.’ Kami pun tertawa terbahak-bahak.
Saat hendak berpisah, aku menawarkan untuk mengantar dia. ‘Aku antar saja, penginapan temanmu dimana?’ Tanyaku. ‘Nggak perlu, dia sedang berada di sebuah Taksi dan akan menjemputku. Aku hanya perlu menunggu disini.’ Jawabnya. ‘Besok kita ketemu dimana? Mau kemana?’ Tanyaku. ‘Terserah kamu mau bawa aku kemana, Surprise me. Tunggu saja aku di Monumen… Ground Zero.’ Jawab dia sambil berpikir sebentar. Monumen Ground Zero? Dimana itu? Aku harus mencari tahu nanti. ‘Ingat, Jam tujuh malam ya… dan Terima kasih untuk hari ini.’ Tambahnya sambil tersenyum simpul. Aku pamit dan kembali ke Kuta.
Senang sekali akhirnya aku bisa kembali bertemu dengan dia. Timbul perasaan lain dariku padanya. Hanya saja ini terlalu cepat dan aku tidak mau terburu-buru. Aku harus menunggu momen yang tepat, lagipula dia sepertinya akan pergi bersama teman-temannya. Mungkin besok pun aku tidak akan berdua bersama Sinta saja. Teman-temannya pasti akan bersamanya. Aku kembali berkeliling Kuta, Nusa Dua, dan sampai di Uluwatu. Tidak terasa waktu sudah malam dan aku kembali pulang ke penginapan.
Besoknya aku hanya diam di penginapan, menunggu malam tiba. Terbersit di pikiranku untuk memberikan sesuatu untuknya, sesuatu yang setidaknya menjadi pengingat pertemuan kita. Aku diberitahu oleh resepsionis disini bahwa di daerah Celuk, Gianyar terkenal dengan kerajinan peraknya. Aku coba mencari nomor kontak pengrajinnya di internet. Ada sebuah toko online dan aku melihat katalog barang yang dijual disana. ‘Cincin ini sangat bagus.’ Dalam hati aku berkata. Sebuah cincin perak dengan ukiran bunga di sekelilingnya. Tanpa pikir panjang aku memesannya dan kebingungan ketika penjualnya menanyakan ukurannya. Aku sempat melihat jari tangan Sinta dan sepertinya jari manisnya hanya sebesar jari kelingkingku atau malah lebih kecil. Tak apa-apa, mungkin nanti bisa ditukar jika longgar. Aku kirim alamat penginapanku dan pesananku akan dikirim besok.
Tepat jam tujuh malam, aku sudah berada di Monumen Ground Zero. Tak lama menunggu Sinta pun datang dengan beberapa temannya. Mereka lalu pergi mencari sebuah pub dan meninggalkan Sinta yang hanya melambaikan tangannya dan datang menghampiriku.
‘Kamu mau kemana malam ini?’ Tanyaku. ‘Entahlah, bawa aku kemana saja.’ Jawabnya.
Sinta langsung merebut helm yang aku bawa dan naik ke motor. Kami langsung berangkat dan mengelilingi Pantai Kuta di malam hari. Aku memarkir motorku dan kami berjalan menikmati suasana pantai Kuta. Sinta mengajakku ke sebuah café yang kebetulan kami lewati. Kami memesan minuman dan membawanya ke pesisir pantai, duduk dan berbincang sambil ditemani deburan ombak dan cahaya lilin.
‘Indahnya malam ini.’ Ucap Sinta dia melihat ke arahku dan tersenyum manis. Kemudian dia menyandarakan kepalanya di pundakku. Seketika tubuhku berkeringat, aku hanya membalas senyumannya dan tidak bisa berkata apa-apa. Perasaan apa ini yang menyeruak dan mengalir di sekujur tubuhku.
‘I have something for you. Tommorow, we should meet again at this place.’ Dia berkata dengan bahasa inggris, rasanya seperti bukan dia saja. Tatapan matanya membuat hatiku meluluh. Sepertinya aku jatuh cinta padanya. ‘Aku juga punya sesuatu untukmu. Besok jam empat sore. Kita bertemu di Ocean 360.’ Jawabku.
Dia bangun dari pundakku dan mengangguk. Aku mengantarkan Sinta di penginapan di sekitaran Pantai Jerman untuk menemui salah satu temannya dan akan pergi ke daerah Balangan untuk menginap disana. Aku pun kembali ke penginapanku. Jantungku berdegup kencang, aku tidak bisa memejamkan mata, aku masih merasakan sandaran Sinta di pundakku.
Tengah malam sudah tiba dan aku masih belum bisa tidur, tapi aku berusaha untuk memejamkan mataku. Aku terbangun ketika handphoneku berdering. Seseorang meneleponku, itu dari pengrajin perak. Aku terperanjat, berlari ke luar dan ternyata matahari sudah terik. Penjualnya itu menyerahkan pesananku dan saat aku buka ternyata cincin itu sudah dibungkus dengan sebuah kotak yang dibungkus kertas berhiaskan pita. Mungkin dia sudah tahu aku akan memberikannya kepada seorang perempuan.
Aku sudah tidak sabar untuk menunggu sore nanti. Jika dia juga menyukaiku, aku pun akan mengungkapkan perasaanku kepadanya. Meskipun rasanya terlalu dini, tapi aku tidak bisa menahan perasaanku. Setelah akhir-akhir ini dia ada di benakku, rasanya ini jalan yang tepat untuk mengetahui jawabannya agar aku bisa tenang dengan apapun jawaban darinya.
Waktu menunjukkan pukul setengah empat sore, aku pun berangkat ke tempat yang sudah kami tentukan. Ocean 360 Beach Club, sebuah restoran yang ada di pantai Kuta. Aku pun memesan tempat duduk untuk dua orang dan memesan sebuah minuman untuk menemaniku. Setelah sepuluh menit, Sinta pun belum muncul. Aku menunggu dan memesan sebuah Pizza untuk camilan. Aku menikmati matahari terbenam ditemani segelas minuman dan pizza.
Sinta belum juga datang. Siang sudah berganti malam dan Sinta belum juga terlihat. Aku coba chat melalui Instagram-nya dan sampai setengah jam aku menunggu, tidak ada jawabannya atau melihat dia sudah berada disini. Aku hanya terdiam, memandangi lagit gelap dengan kerlap-kerlip lampu berwarna-warni. Aku memandangi kotak cincin yang calon pemiliknya belum datang. Aku memesan satu buah minuman lagi kemudian menghabiskannya dalam satu tegukan lalu memutuskan untuk pulang.
Esok harinya tetap tak ada balasan darinya. Aku memutuskan untuk mengambil penerbangan sore untuk kembali ke Jakarta. Sebelum aku menaiki pesawat, Aku menoleh ke belakang. Aku berbicara dalam hati. ‘Terimakasih, kita akhirnya bisa bertemu lagi.’
Cerpen Karangan: Zed Penulis biasa biasa saja
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 9 September 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com