Bukan, bukannya aku tidak mencintaimu. Tapi mimpi-mimpiku lebih penting untuk dikejar saat ini. Badai kegagalan masa lalu terus menghantui, menyisakan trauma mendalam di lubuk hati. Juga bukan, bukannya aku tega meninggalkanmu sendiri. Tapi waktunya telah datang lebih dulu padaku untuk pergi. Kau harus berjanji untuk menyusulku dengan berlari, supaya kita bisa berjalan beriringan lagi.
Waktu-waktu yang berlalu, kisah dan takdir yang membuatku jatuh sedalam ini padamu. Berulang kali, lagi dan lagi. Mungkin nampaknya biasa saja, bahkan seperti tidak ada rasa. Maaf, bukan bermaksud menyembunyikan kejujuran. Tapi beberapa hal lebih baik tidak diutarakan sebelum waktunya. Aku sudah merencanakan semuanya. Rentetan rasa sakit yang kau alami karenanya, akulah yang bertanggungjawab atas segalanya. Hingga tulisan ini diselesaikan, bersama itu juga ribuan maafku tak tersampaikan.
Aku memang harus pergi sekarang. Ya, aku harus pergi. Aku ingin menemui lagi. Tapi nanti. Di fase dimana aku siap memulai langkah selanjutnya. Di titik dimana aku akan sanggup menjawab semua pertanyaan yang menggantung di benakmu, yang selalu berputar di kepala mengganggu jam tidurmu. Itupun kalau masih ada tempat bagiku di hatimu.
Kau katakan aku jahat. Tapi si jahat ini menangis ketika menyakitimu. Kau bilang aku egois. Tapi si egois ini pun tak henti-hentinya memikirkan kepentinganmu dan mengalah. Kau bilang aku cuek. Tapi kau tidak tahu betapa cemburunya aku pada angin yang memainkan tiap helai rambutmu. Sementara aku tidak pernah senyata itu. Tidak pernah sedekat itu. Tidak pernah terang-terangan mengaku mencintaimu. Aku hanya merasa belum pantas. Dan atas itu, kau menyalahkan sikapku.
Kalau itu untukmu, aku mau menjadi yang sempurna. Meskipun aku tahu, semua yang ada di dunia pasti ada cela. Aku hanya berusaha. Aku ingin jadi sosok yang membanggakanmu. Aku ingin jadi bintang yang bersinar di matamu. Aku ingin jadi pelangi yang menyediakan semua warna bagi harimu. Jika itu untukmu, aku mau semua yang nomor satu.
Kalau aku menjauh untuk sementara waktu, maukah kau mengerti? Maukah kau menunggu? Maukah kau memaklumi maksud hati kecil ini?
Beri aku waktu untuk memperbaiki diri. Dan di sela-sela itu, bisakah kau bersihkan sisa-sisa dirinya dalam dirimu? jika aku kembali, aku tidak mau melihat bayang itu lagi. Meskipun semu, sakitnya tidak pernah sebercanda itu.
Nanti, di suatu hari, seandainya aku kembali dan kau telah bertemu orang baru yang lebih baik daripada aku, maka tentu saja aku akan dengan ikhlas melepasmu. Karena untukmu, selalu semua yang terbaik, apapun itu. Jika aku tidak bisa membahagiakanmu, maka tidak ada gunanya juga berdiri di sampingmu.
Cerpen Karangan: Wuri Wijaya Ningrum
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 9 September 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com