Setelah pukul delapan pagi aku dan Gio turun dan sampai di parkiran mobil. Setelah di dalam mobil Gio mengajakku jalan-jalan lagi. “Mau ke kebun strawberry?” tanya Gio dan tentu saja aku mengiyakannya. Semenjak di bandung aku belum pernah ke kebun Strawberry. Karena sibuk dengan pekerjaanku jadi belum ada waktu untuk kesana.
Sesampainya di kebun strawberry di lembang, aku memetik strawberry banyak sekali sampai penuh keranjangku dan Gio iseng, Gio mengambil semua strawberryku diam-diam dan menaruh di keranjangnya dia. Disana kami main kejar-kejaran sampai pengunjung yang disana perhatikan kita. Tapi itu sangat senang untukku, karena Gio salah satu alasan aku untuk semangat menjalani hidup
“Makan yuk laper, sekalian aku mau sholat disana” Ucap Gio memegang perutnya saat selesai memetik strawberry dan sedang ditimbang, aku hanya mengiyakan.
Kami kembali lagi ke mobil untuk menuju tempat makan, Gio mencarikan tempat makan dekat-dekat sini, dan berhentilah di sebuah restaurant Dusun Bambu. Kami memilih makan di dalam sangkar burung di antara pepohonan; lutung kasarung.
“Lucu,” sahutku saat memasuki di dalam sangkar “Kaya aku,” Seru Gio yang langsung duduk dan aku hanya mengacuhkan nya. “Bagus pemandangannya,” ucapku saat melihat pemandagan dari kaca sangkar, “Nggak salah pilih dong aku,” Seru Gio membanggakan dirinya dan aku meresponnya dengan senyum dan mengacungkan 2 jempol. Kami makan dengan puas disana.
“Mau kemana lagi?” tanyaku setelah selesai makan “Kawah Putih.” Jawab Gio yang masih bersender di kursi, ku hanya mangguk-mangguk. Dan kami menuju Kawah Putih setelah sampai sana bagus sekali kawahnya dan kami berjalan-jalan disana sesekali megabadikan lewat handphone.
“Oiya Van pacar kamu marah nggak? kita jalan-jalan hari ini?” tanya Gio yang sukses buatku kaget “Aku belom pernah pacaran.” Ucapku dan Gio kaget saat ku bilang seperti itu “Beneran?, ya ampun Vania ku masih polos banget kau,” Gio mengacak rambutku, Aku gerutu kesal. “Sini aku ajarin biar dapet pasangan.” Lanjut Gio tertawa langsung merangkulku dan ku melepaskannya dan jalan duluan, aku kesal. Emang aku anak kecil, sebenarnya kan aku nunggu kamu Gio. Aku maunya kamu buat jadi Cinta pertama dan terakhirku. Batinku
“Tunggu Van,” Teriak Gio dan langsung menyusulku. “Maaf-maaf deh.” Ucap Gio yang masih tertawa kecil “Aku nggak mau maafin.” Ledekku menjulurkan lidah, ketawa dan langsung lari, Gio ikut lari dan kami main kejar-kejaran.
Setelah senja datang kami akhirnya pulang, selama di perjalan kami mengobrol tentang apa saja yang membuat kami ketawa.
Di perjalanan dekat rumahku, kita mampir ke Taman Vanda. Aku sering banget kesini kalau sedang penat pekejaan. “Bagus Van, kamu tahu dari mana ada taman disini?” tanya Gio saat kami duduk di depan air mancur yang bergerak secara teratur dengan perpaduan lampu warna-warna yang menyala. “Dari temen kerja.” Jawabku santai. “Sebentar, beli minum dulu ya, tunggu sini.” Gio langsung berdiri unuk memebelikan air minum, Aku hanya melihat air pancur yang bagus sekali.
Setelah beberapa saat Gio membawakan 2 botol air mineral. “Ini dia,” Gio langsung duduk dan menjulurkan minuman kepadaku. “Dan ini bonus.” Gio langsung mengeluarkan dari balik punggungnya “Ice Cream,” aku langsung senang. Ice cream kesukaanku dari dulu apalagi yang rasa Strawberry “Rasa coklat buat aku, rasa strawberry buat kamu,” Gio langsung memberikan kepadaku “Tau aja kesukaanku.” Aku langsung mengambilnya dan membuka ice cream “Tau lah, waktu kecil kamu ke rumah aku ngambil ice cream rasa strawberry mulu. Jadi pasti kamu suka ice cream rasa strawberry.” Jelas Gio dan ku hanya manggut-manggut dan memakan Ice cream ditanganku. “Mau cobain?” tawar Gio dan ku mengagguk tapi Gio jahil bukannya menyuapkannya ke mulut malah kehidung “Ih jail.” Protesku dan Gio hanya tertawa. “Mau coba?” dan kini giliranku, Gio mengagunguk mulutnya sudah siap dan kupelesetkan ke pipinya. Gio tertawa dan aku pun ikut tertawa.
“Kamu pulang ke Sidney kapan?” tanyaku saat sampai di teras rumahku. “Besok aku pulang Van, ” ucap Gio menaruh buah Strawberry di meja teras dan duduk dibangku. “Makasih ya buat hari ini, aku seneng banget.”
“Van aku mau ngomong sesuatu,” ucap Gio serius “Ngomong aja, emang kamu mau ngomong apa?” Aku masih menatap Gio mendengarkan apa yang ia mau diomongin, semoga aja dia tau perasaanku. “Yang pertama, aku kesini buat ketemu kamu, ibu, nenek sama bi Sum.” Gio tersenyum. “Dan yang kedua aku kesini mau ngundang kamu, nenek dan ibu.” Lanjutnya. “Ngundang apa? Ulang tahun kamu ke 26?” Tanyaku. “Itu salah satunya, ngundang kamu di acara penikahan aku sama Aleena, bulan depan pas hari ulang tahun aku ke 26.” Jelas Gio dan aku merasa terkejut. Hatiku retak tanpa ada tersisa, ingin rasanya nangis tapi tak mungkin di depan Gio. “Apa? nikah?” Tanyaku, memastikan aku tidak salah dengar “Iya van, Aku mau kamu datang saat hari bahagia aku, kamu sahabat paling aku sayang. Aku udah siapin semuanya kok. Tiket, hotel buat kamu, nenek sama ibu disana. Aku berharap kamu datang,” ujar Gio dan aku mencoba untuk tersenyum. “Aku usahakan datang, selamat ya Gio.” Ucapku tersenyum sedu.
“Yaudah van aku pulang ke hotel ya, salam buat ibu dan nenek,” Ucap Gio. “Hati-hati.” aku melambaikan tangan dan menangis saat mobil Gio sudah hilang dari pandanganku.
Setelah sekian waktu berputar hidupku, tanpamu. Kini saatnya kau datang membawa sejuta harapan, untukku. Nyatanya, aku keliru. Kau datang hanya untuk mengucapkan selamat tinggal, bagiku.
Hari ini adalah hari terindah sekaligus malam terburuk buatku, seolah-olah Gio membawaku terbang dan setelahnya mendorongku terjun ke jurang terdalam.
Gio datang, berharap ia kembali untuk aku miliki tapi aku salah ia datang hanya untuk mengabarkan hari bahagianya dan hari terburuk buatku. Malam sepi hanya kesedihan yang mendalam.
“Vania, ibu masuk.” Ibu mengetuk pintu kamarku dan langsung masuk.
“Ibu tahu perasaan kamu sekarang, tapi kamu harus kuat. Mana anak ibu yang selalu tegar menghadapi masalah.” Ibu memelukku dan tersenyum menghapus air mata ku dan ku hanya memeluknya dengan erat.
Pagi ini harus berpisah dengan laki-laki yang selalu ada dimimpiku akan hilang dan tak bisa aku miliki. “Van aku pergi ya, ini tiketnya. Nanti aku kabarin kamu lagi Van, usahankan dateng ya van.” Gio memberikan tiket saat ingin pergi, Aku mengangguk dan mengambilnya. “Ibu, Nenek, Gio pamit ya,” ucap Gio kepeda nenekku. “Iya nak Gio, Vania udah cerita. Selamat ya,” ibu tersenyum dan bersalaman dengan Gio tidak lupa Nenek memberi selamat kepada Gio. “Makasih Bu, Nek.” “Kalau kamu rindu aku, kamu telpon aku. Sekarang kamu sudah punya nomorku kan?” Ucap Gio nyengir. “Sampai jumpa bulan depan. Aku berharap kamu bisa datang, dihari bahagiaku.” Gio memberiku salam terakhir dan akhirnya ia pergi aku hanya tersenyum dan melambaikan tangan saat mobil Gio berjalan.
Mungkin Gio bukan yang terbaik buatku. Aku harus merelakannya, walau terasa perih aku akan bertahan. Melanjutkan hidupku tanpa kamu Gio, aku harus menghilangkan rasa yang tumbuh sejak 16 tahun lalu sampai detik ini.
Mungkin benar, cinta tak harus memiliki. Walaupun kamu tidak tahu aku cinta kamu, lebih baik kamu tidak mengetahuinya. Dan akan menjadi memori terindah dalam hidupku. Terimakasih kamu sudah mengisi setengah dari hidupku. Tapi Gio kamu tetap pahlawanku, sahabatku, dan tetap jadi cinta pertamaku walau bukan cinta terakhirku.
Selamat tinggal Gio…
End
Cerpen Karangan: Fitri Dwiyanti Blog / Facebook: Fitri Dwiyanti
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 26 Desember 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com