Sudah larut malam tapi aku tidak bisa tidur, lalu aku berjalan dan kubuka jendela kamarku, kutatap langit biru yang cerah. Malam ini langit begitu cantik dengan dihiasi bintang-bintang yang bertaburan. Di bawah indahnya langit aku melamun tentang hari esok. Saat ini pikiranku gundah gulana memikirkan 2 hari lagi akan mengikuti panggilan kerja di Jakarta. Sudah satu tahun aku lulus kuliah dan saat ini aku bekerja menjadi tenaga honorer bagian administrasi di Kampus. Aku ingin mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari pekerjaanku sekarang dan mencari pengalaman baru di Jakarta. Rasanya aku sudah buru-buru ingin berangkat ke Jakarta.
Di Jakarta ada seseorang yang aku suka namanya Agus. Kami sama-sama berasal dari Palembang dan kuliah di kampus yang sama tapi beda jurusan. Aku kenal dengannya karena dikenalkan oleh teman kuliahku yang kebetulan pernah jadi satu kelompok dalam sebuah pengabdian masyarakat. Agus orangnya baik, cool dan cukup bersahaja. Sejak dikenalkan temanku aku baru sekali bertemu dengan dia karena dia berada di Jakarta dan aku di Palembang. Setelah pertemuan pertama aku dan Agus bertukar nomer ponsel dan kami sering mengirimkan pesan melalui whatsapp. Dari percakapan di whatsapp rasanya sangat nyambung dan diam-diam aku selalu memikirkannya. Akupun berharap dia mempunyai perasaan yang sama denganku. Dia sering kirim whatsapp dengan kata-kata yang indah. Membaca pesan-pesannya benar-benar membuatku menjadi terbang melayang jiwa ragaku.
“Selamat pagi Dewi. Sambutlah hangatnya mentari pagi dengan senyum yang indah dan diiringi dengan semangat pagi untuk menyongsong hari yang indah”
Tak jarangpun setiap malam dia juga mengirimkan pesan pengantar tidur. “Cahaya bulan malam ini hadir khusus untuk menerangi malammu agar mendapatkan tidur yang nyenyak, selamat tidur Dewi”
Pagi ini aku masih bermalas-malasan bangun tapi mentari pagi yang masuk lewat jendela kamarku memaksaku untuk membuka mata dan kulihat di smarphoneku ada pesan masuk yang dikirim oleh Agus, buru-buru aku bangkit dan kubaca pesan dari dia.
“Selamat Pagi Dewi, sambutlah pagi dengan senyuman dan suasana hati yang baik” “Pagi juga hehehe” “Oya nanti pesawatmu jam berapa?” “Jam 17.00” “nanti aku jemput” “Oke sampai nanti”
Ahaaaa… aku langsung melompat kegirangan. Aku segera berkemas-kemas memasukkan pakaian ke dalam koper kecilku.
Pesawat Boeing 77 membawaku dari Palembang menuju Jakarta. Aku sangat senang apalagi Agus akan menjemputku di Bandara, rasanya aku sudah tak sabar untuk sampai Jakarta.
Aku duduk disamping jendela jadi aku bisa menikmati indahnya langit dari atas pesawat. Pemandangan dari atas pesawat sangat cantik ditambah lagi tampak matahari yang akan tenggelam kelihatan dengan jelasnya. Guratan warna kuning keeemasan seketika berubah menjadi jingga dan aku segera mengabadikan moment ini dari kamera smartphoneku. Beberapa saat sebelum mendarat, tampak daratan pulau jawa yang indah. Sungai yang mengalir terlihat samar-samar di balik awan putih. Ketika melintas di atas Jakarta, jalanan kota dengan beberapa bangunan Gedung bertingkat dan kendaraan terlihat sangat kecil.
“Aku tunggu di depan pintu keluar terminal 3 ya”, kata Agus “sebentar aku masih nunggu bagasi”
Setelah aku selesai ambil bagasi dan aku keluar menuju pintu keluar. Dia bergegas menghampiriku dan membantuku membawakan koperku. Kemudian dia mengantarkanku ke rumah saudaraku yang ada daerah di Pasar Minggu. Tapi selama di Jakarta aku tidak sempat bertemu dengan dia karena kegiatanku untuk test sangat menyita waktu belum lagi dia juga sibuk dengan pekerjaannya.
Tak terasa sudah 3 hari aku di Jakarta dan kini aku akan kembali ke Palembang. Ada rasa sedih harus kembali ke kampung halaman karena berarti aku akan jauh dengan dia. Aku berpamitan ke Agus kalo nanti sore aku akan pulang. Dia bilang akan ke bandara karena kebentulan mengantar sepupunya yang mau pulang ke Palembang.
“Dew, ntar aku juga mau ke bandara kebetulan sepupuku juga mau pulang ke Palembang”, kata Agus “naik pesawat apa dan jam berapa sepupumu” “sepupuku naik batik air jam 17.30” “wah sama aku juga batik air di jam yang sama” “ok deh kalo gitu nanti kita ketemu di sana”
Tiba-tiba aku melamun. Sepupu? Benarkan hanya saudara sepupu? Pikiranku bertambah kacau rasanya sudah tidak semangat untuk berangkat ke bandara. Tapi mau tidak mau semua harus aku hadapi.
“Dew. Kamu dimana? Kamu belum check in kan?”, begitu kata Agus “belum, aku di coffee shop” jawabku singkat “aku nyusul kesitu”
Lalu Agus datang dengan seorang perempuan, biasa aja sih. Namanya Santi. “ini kenalkan Santi, sepupuku”, kata Agus “sepupu nih”, candaku “eh iya sueer aku sepupunya”, jawab Santi Dan akupun mengenalkan diri. Setelah itu dia berpamitan dan aku masuk ruang check in. Sebelum aku masuk ruang check in aku menoleh, kulihat dia berjalan dengan menggandeng seorang gadis berkulit putih dan cantik. Perasaanku mendadak menjadi panas seperti terbakar. Ingin marah tapi aku tidak punya hak untuk marah.
Di pesawat aku hanya duduk termenung sambil mendengarkan lagu berhenti berharap dari Sheila on seven “aku pulang… tanpa dendam” “kuterima kekalahanku…”
Setelah landing tiba-tiba ponselku bergetar. Aku lihat ada pesan masuk yang dikirim oleh Agus. “Udah sampe rumah Dew?” “Disini hujan deras, gimana di Palembang” “Salam ya buat sungai musi yang cantik hehe”
Begitu pesan singkatnya di whatsapp dan seperti biasa ada kata-kata humornya. Aku bermalas-malasan untuk membuka pesan itu apalagi membalasnya. Dan baru aku balas hari berikutnya.
“iya sudah sampai rumah kemarin” “Ooo syukurlah, kamu baik-baik aja kan?”, tanya Agus “ngobrol apa aja kemarin dengan sepupuku” tanya agus lagi. “kamu kok khawatir banget sih kita ngomongin kamu”, kataku “enggak kok Cuma nanya doang” “eh iya sepupumu kemarin pulang naik damri beda arah sama aku, jadinya kami langsung berpisah”, kataku basa-basi “iya gak papa”, jawab dia “eh iya cewekmu kok gak dikenalin ke aku, gak pede ya”, kataku. “eh sorry ya, aku lebih cantik dari kamu” tiba-tiba Agus membalas begitu. Mungkin ceweknya yang menulisnya entah disuruh Agus atau inisiatif sendiri. Entahlah aku tak mau memikirkannya. Tapi spontan rasanya panas di dada ini semakin membara.
Aku benar-benar membenci Agus kalo dia udah punya cewek kenapa dia sering mengirim aku whatsapp dengan kata-kata manis dan berbunga-bunga? Selalu mengucapkan selamat pagi dan selamat tidur setiap hari dengan kata-kata yang indah. Jadi salahkah perasaanku selama ini yang mengharapkannya mempunyai perasaan yang sama denganku?
Malam ini hujan turun dengan derasnya diiringi petir. Aku berjalan menerobos hujan sambil menangis di halaman belakang rumahku. Badanku basah kuyup hingga tak lagi nampak airmataku yang menetes jatuh ke pipi. Dan akupun berteriak… “Agus, kamu jahat” “Aku benci kamu dan dia”
Di saat sedih aku selalu menanti turunnya hujan karena hanya hujan yang mampu menyamarkan tetesan air mataku dan suara petir juga akan menyamarkan teriakanku.
Aku sadar bahwa aku sedang berharap kepada orang yang tidak bisa diharapkan dan kenyataan memang tidak selalu beriringan dengan harapan. Agus… langit bangga memilki gemerlapnya bintang, bumi bangga dengan alamnya yang indah dan kamu bangga dengan cewekmu yang cantik. Tapi tidak tahukah kamu ada seseorang yang terluka karenamu?
Cerpen Karangan: Bunga
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 7 Januari 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com