Langit mendung kelabu pekat, awan terlihat menggantung bersiap menumpahkan air. Aku berjalan santai di pinggir jalanan kota yang ramai, sore hari seperti ini memang banyak karyawan yang pulang ke rumah masing masing. Mereka terlihat berjalan tergesa gesa setelah melihat langit yang mendung. Tentu mereka takut kehujanan, takut baju mereka basah dan takut terserang flu dan batuk. Berbeda denganku, aku tersenyum karena instingku berkata sebentar lagi akan turun hujan.
Dan benar saja, hujan mengguyur jalanan kota. Aku terdiam menatap air yang turun dari langit. Orang orang berlarian mencari perlindungan. Aku tersenyum melihat tingkah mereka, kenapa mereka harus takut air padahal mereka setiap hari mandi dengan air. Kenapa mereka tidak menikmati setiap tetes air yang turun dari langit?. Seperti yang kulakukan sekarang ini.
Aku memejamkan mata menikmati setiap tetes air yang mengenai tubuhku, sangat menenangkan. Aku selalu suka hujan, meskipun dingin aku tetap suka. Dan satu kebiasaan yang selalu kulakukan saat hujan, yaitu berputar putar sambil merentangkan kedua tangan. Sangat menyenangkan bagiku. Tak peduli bajuku basah, tak peduli tasku basah, dan tak peduli tatapan orang yang selintas melihatku. Kebiasaan itu kulakukan sejak kecil, aku selalu suka hujan hujanan. Beranjak remaja, rasa sukaku pada hujan semakin membesar. Apalagi sejak kejadian itu terjadi.
Hari itu… Entah apa pasalnya, aku terjebak hujan di sebuah halte bus. Aku tertinggal bus karena aku harus piket terlebih dulu sebelum pulang. Ingin sekali aku menari nari di bawah hujan, tapi mengingat seragam yang kukenakan hari ini masih dipakai hari esok dan tidak ada seragam cadangan. Alhasil aku urungkan niatku itu, lalu duduk di kursi panjang yang tersedia.
Tak lama kemudian, datanglah seorang cowok yang terlihat sepantaran denganku mengenakan mantel hujan. Berjarak beberapa meter dariku, dia melepaskan mantel hujan yang ia kenakan lalu mengibaskan perlahan lalu dilipat seadanya dan ditaruh di kursi panjang. Dari seragam yang ia kenakan, aku tahu dia dari sekolah mana. Ia menoleh padaku, aku tersenyum ramah sambil sedikit mengangguk. Ia membalas hal yang serupa, lalu mendekatiku hingga berjarak semeter dariku. Jantungku mulai berdetak tak normal, suhu tubuhku naik.
“Boleh aku duduk disini?” Tanyanya. Tentu saja aku mengangguk mengiyakan. Ia pun duduk tepat disampingku hanya berjarak sekitar 20 sentimeter. Jantungku semakin tak karuan, aku tak terlalu pandai bergaul dengan orang baru jadi agak sedikit kikuk berdekatan dengannya. “Anak tunas bangsa ya?” Tanyanya membuka obrolan. “Iya, kamu anak negeri 1?” Balasku bertanya. “Iya” jawabnya sambil tersenyum menampilkan deretan giginya yang rapi. Aku ikut tersenyum.
Suasana kembali menjadi canggung, hanya terdengar suara deras air hujan yang mengenai atap halte. “Boleh aku tau nama kamu?” Tanyanya. “Boleh, kenalin namaku Dhiya” jawabku sambil menyodorkan tangan, mengajak berjabat tangan. Dia menjabat tanganku. “Kenalin namaku Dimas” ucapnya menjabat erat tanganku. Sekian detik kami melepas tangan kami bersama sama. “Seneng deh punya temen baru, keluargaku baru pindah ke kota ini” ucapnya, aku menoleh. “Memangnya kamu dari kota mana?” Tanyaku. Dia menjawab salah satu kota di seberang dan alasan pindah. Aku mengangguk mengerti.
Semenjak hari itu aku selalu berharap bertemu dengannya lagi. Dia telah membuatku merasakan perasaan aneh yang baru pertama kali aku rasakan. Mungkin aku telah jatuh cinta pada pandangan pertama padanya. Tapi malangnya, itu mungkin pertemuan pertama dan terakhir bagi kami. Karena setelahnya aku tak bertemu dengannya lagi.
Setelah puas menari aku berjalan sekitar seratus meter, ada halte disana. Aku mulai kedinginan, aku akan berteduh dulu di halte itu. Ada seorang lelaki disana, duduk dengan mantel hujan disampingnya. Pandangannya menatap air hujan yang turun, sepertinya dia tak menyadari kedatanganku. Aku mendekatinya hingga berjarak satu meter darinya.
“Permisi, boleh duduk disini?” Tanyaku padanya, lelaki itu menoleh padaku.
Betapa terkejutnya aku, jantungku berdetak tak karuan. Mataku pasti salah melihat. Kami bertatapan beberapa detik. Ia juga terlihat terkejut. Aku sangat hafal wajahnya, tak salah lagi. Dia adalah Dimas, laki laki yang membuatku jatuh cinta. “Boleh..” jawabnya lalu tersenyum memperlihatkan deretan giginya yang rapi. Senyum yang sama saat aku lihat pertama kali. Hujan hari ini sangat spesial. Aku semakin menyukai hujan.
Tamat
Cerpen Karangan: Seli Oktavia Facebook: Selliii Oktav Ya
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 26 Januari 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com