Suara gemercik gerimis terdengar dari luar jendela kamarku. Rintikan air yang terus turun dari langit itu membasahi jendela yang sudah kubersihkan pagi tadi. Aku tak berhenti memandangi jendela itu dengan tatapan kosong. Sebenarnya aku tahu apa yang aku pikirkan saat ini, namun aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Rasanya masih sakit sekali saat seseorang yang paling aku banggakan itu menjauhiku. Masih sesak dan sangat tidak percaya. Ingin sekali rasanya menghampiri dirinya dan melontarkan semua pertanyaan yang mengelilingi otakku. Namun mentalku terlalu lemah, semenjak tahu bahwa pesanku di whatsapp saja tidak mendapatkan jawaban darinya. Aku merasa iri ketika melihat dia asyik mengobrol dengan teman-temannya, sedangkan aku hanya bisa memandangi dirinya dari kejauhan, memperhatikan setiap gerak-gerik yang Ia lakukan. Sebenarnya aku takut Ia merasa risih, tapi aku tak bisa jika tidak melihatnya dalam hari-hariku.
Gabril Alvino Dermawan namanya, satu-satunya lelaki yang mampu menaklukan hatiku. Namun saat ini, Ia sudah menghilang. Bukan menghilang dari hadapanku, tapi menghilang dari kisah hidupku yang akan aku susun rapi. Adanya dia sekarang, sudah tidak berarti lagi bagiku.
Aku adalah Rara, Rara yang selalu penasaran dengan hal apapun yang orang lain sembunyikan. Dengan cara apapun aku harus mengetahuinya tanpa bertanya pada orangnya langsung. Hampir setiap hari aku membuka sosial media milik Gabril, namun semua masih sama, tak ada tanda-tanda jawaban apapun di sana. Kali ini aku mencoba mengecek instagramnya lagi. Sontak aku terkejut, ternyata Ia berhenti mengikutiku. Ia benar-benar memutuskan pertemanan kita. Sesak dadaku semakin bertambah, aku baru teringat kalo belakangan ini status whatsapp-nya Gabril tak lagi muncul, Ia pun tak pernah melihat update story yang kubuat. Aku yakin, Ia pasti menghapus nomorku dari kontaknya. Aku berusaha tegar dan berusaha untuk berpikir positif bahwa ‘bukan akulah yang Ia inginkan’.
Tepat pukul 3 sore, waktunya untuk pergi ke Kampus untuk memulai mata kuliah seperti biasanya. Aku pergi bersama Nisa sahabat kecilku. Ia sangat hafal dengan sikapku saat aku sedang tidak baik-baik saja. Selama ini aku selalu menyembunyikan tentang Gabril yang mulai menjauhiku itu, tapi kurasa ini sudah waktu yang tepat untuk bercerita. Sepanjang perjalanan di motor, aku menceritakan semuanya kepada Nisa.
“Sepertinya kamu belum tahu yang satu ini deh,” ujar Nisa setelah aku selesai bercerita. Aku terdiam dan menunggu ucapan selanjutnya. “Coba kamu buka aplikasi telegram dan lihat foto profilnya Gabril,” lanjutnya.
Tanpa bicara apapun lagi aku segera membuka apa yang Nisa suruh. Foto profilnya bukanlah foto Gabril, namun foto seorang perempuan yang sudah tidak asing lagi bagiku. Dia adalah seseorang yang pernah Gabril sukai pada saat zaman sekolah. Gabril pernah bercerita saat kami awal dekat. Aku memilih untuk diam dan tak ingin bicara. Rasanya Ingin marah, kesal, kecewa tapi aku tidak punya hak untuk itu. Ingin cemburupun, aku bukan siapa-siapa, hanya dua insan yang baru saling mengenal sebagai seorang teman.
Tepat saat aku dan Nisa telah berpisah untuk menuju kelas masing-masing, Gabrilpun berada di jalan yang searah denganku. Setelah Gabril menyadari keberadaanku, Ia segera mengambil arah lain seolah dia sedang menghindar dariku. Aku menarik nafas panjang dan mengelus dada. Berusaha menyabarkan diriku sendiri. Aku mencoba untuk tidak peduli dan segera menuju kelas.
Bulan demi bulan berlalu, ternyata aku sendiri tak bisa merasa tak sepeduli itu dengan sekitarku, pikiranku selalu diputarkan dengan ‘Gabril, Gabril dan Gabril’. Aku jadi tersadar, saat ini aku sangat merindukan diriku yang dulu. Tepat sebelum mengenal lelaki yang selalu aku banggakan itu. Aku yang masih selalu menjaga diri ketika sedang berbicara dengan lawan jenis. Aku benar-benar merindukan aku yang dulu. Aku tak tahu bagaimana caranya untuk kembali, untuk melupakan sosok Gabrilpun itu sangat sulit bagiku. Apalagi dia yang selalu terlihat setiap harinya.
Aku mengecek isi pesan whatsappku dengan Gabril yang belum pernah aku hapus. Kenangan yang dulu teringat lagi, rasanya ingin kembali ke masa itu, tapi mustahil. Pesanku yang terakhir saja tak ada balasan apapun darinya. Sekarang aku akan memastikan bahwa suatu saat nanti aku bisa menyapanya tanpa melibatkan rasa apapun. Setelah aku berpikir, mungkin sebaiknya aku berbicara langsung dengan Gabril soal ini, agar tak lagi menjadi beban pikiranku.
Besoknya di Kampus, aku segera mencari sosok Gabril. Sebenarnya aku tidak yakin soal ini, namun aku harus berani melontarkan semua, khususnya tentang perasaanku. Aku tidak akan berbicara langsung, karena semuanya sudah kutulis dalam selembaran kertas.
“Gabril,” panggilku saat kudapati dirinya di depan laboraturium biologi. Gabril menoleh dan mengangkat kepalanya, menandakan pertanyaan mengapa aku memanggilnya.
“Ini, dibaca ya! jangan pernah menyesal berteman sama Rara, makasih,” ujarku sembari mengulurkan sepucuk surat yang telah aku buat tadi. Gabrilpun menggapainya. Tanpa menunggu Ia bicara, aku segera tersenyum dan meniggalkan Gabril. Aku harap, dengan ini aku bisa merasa lebih tenang dan lega. Setidaknya dia bisa tahu tentang perasaanku selama ini.
Assalamualaikum sahabat Rara yang paling baik,
Gabril… maaf ya sebelumnya kalau Rara lancang. Rara nulis kata-kata ini dan mengirim ini untuk Gabril butuh waktu yang lama loh untuk mengumpulkan keberanian. Hehe…
Gimana kabarnya? semoga selalu sehat dan ceria seperti dulu ya. Ah, rasanya Gabril lebih ceria saat ini kan? Jujur, Rara rindu banget sama Gabril, tepatnya Gabril yang dulu sih. Maaf ya, selama ini Gabril sudah Rara pinjam untuk isi hati Rara yang hampa, maaf suka meperhatikan Gabril diam-diam, maaf banget kalau ini membuat Gabril gak nyaman dan malah risih, maaf juga ya padahal Gabril sudah ada yang punya. Tapi Gabril tenang aja, Rara gak pernah sebut nama Gabril disetiap doa Rara kok. Kerena Rara menghargai pasangan Gabril yang sekarang. Hmm… pernah sih tapi minta sama Allah biar Rara bisa berhenti mikirin Gabril. Soalnya Rara selalu kepikiran setelah Gabril tiba-tiba menjauh dari Rara, padahal Gabrilnya sudah menjauh dari Rara sejak lama. Maaf, kalau ada kesalahan dari Rara yang membuat Gabril se-menghindar itu dari Rara. Mulai saat ini, Rara mau berusaha buat gak mikirin Gabril lagi kok. Makasih ya udah pernah baik sama Rara, makasih udah pernah mengisi kekosongan hati Rara. Pokoknya makasih banyak untuk semuanya. Maaf kalau ini jatuhnya alay, because i think this way can be reason to forget you.
Thank you. Mahira,
6 November 2021
Cerpen Karangan: Khorida Nurinsaniyah Blog / Facebook: Rdhtika_431
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 10 Maret 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com