Siang itu setelah dosen keluar dari kelas rasanya lega banget. Seakan semua beban hilang begitu saja. Ya entah itu beban pikiran, beban perasaan, beban laper karena dari pagi gak sarapan, yah pokoknya semua beban seakan sirna.
Berhubung sudah waktunya istirahat, aku pun memutuskan untuk cabut aja dari kelas buat beli makan di kantin. Kupungut buku-buku dan beberapa alat tulis yang berserakan diatas mejaku, memasukkannya kedalam tas kemudian beranjak keluar dari sana. Oh ya, kelasku ini terletak di lantai tiga, sementara kantinnya ada di lantai satu, jadi butuh sebuah effort untuk menuju kesana haha. Mana lift yang biasa dipake sama anak-anak lagi dalam masa perbaikan pula. Kesel sih sebenernya harus naik turun tangga, tapi ya mau gimana lagi? Demi mengganjal perut yang kosong, daripada entar pingsan di kelas kan malah berabe.
Melewati teras-teras kelas, tak jarang aku berpapasan dengan beberapa mahasiswa senior. Iya, kating istilahnya. Ya sebagaimana mestinya kalo kita gak sengaja papasan sama orang, aku pun menyapa dengan menundukkan kepalaku, begitupun sebaliknya mereka membalasnya dengan hal yang sama.
Kayaknya bentar lagi udah mau nyampe tangga, gak sabar pengen cepat-cepat turun. Aku bergegas untuk mempercepat irama langkahku. Selain karena gak sabar, aku juga pengen mempersingkat waktu supaya nanti bisa agak lamaan di kantinnya. Satu tangga berhasil kulewati, tinggal satu tangga lagi dan aku akan segera sampai. Entah apa yang membuatku begitu exited hingga beberapa kali aku hampir terpeleset oleh lantai teras yang licin ini.
“Eh, Ta! Mau kemana? Sini gabung!” suara itu mendadak membuatku berhenti. Sial, gak tau apa kalo aku lagi buru-buru?
Aku yang sudah hampir menuruni anak tangga kedua itu pun lantas menoleh. Kulihat Karisma, Edo, dan Ardian yang tengah duduk santai di sebuah bangku panjang dekat pintu kelas. Mereka adalah teman seperjuangan dari jurusan yang berbeda. Udah lumayan akrab sih, karena kami udah kenal dari zaman masih SMA. Melihat bahwa yang memanggilku ternyata adalah Karisma, aku pun mengurungkan niatku untuk pergi ke kantin dan memilih untuk kembali menghampiri mereka.
“Ada apa nih? Tumben banget kumpul-kumpul kaya gini?” tanyaku basa-basi. “Ya ngga ada apa-apa sih, tadi gak sengaja aja ketemu disini. Kamu sendiri mau kemana sih, buru-buru amat?” tanya balik Karisma. “Biasalah, mau ke kantin, hehe.” jawabku. “Eh lanjutin yang tadi dong! Mumpung ada Tata juga nih” kata Edo. “Oh iya, jadi katanya dia tuh suka muncul tiap jam 10 malam, di gedung ini.” Karisma melanjutkan ceritanya. “Tunggu! Tunggu! Kalian lagi nyeritain apa sih?” tanyaku dengan polosnya. Ya mana aku tau mereka cerita apa, orang aku aja baru dateng.
“Jadi kamu belum tau soal penunggu gedung ini Ta?” tanya Ardi yang kubalas dengan sebuah gelengan. Mengingat belum cukup lama juga aku kuliah disini, jadi ya gak begitu banyak cerita ataupun sejarah yang aku tau. Mungkin hanya beberapa, dan itupun hanya ‘katanya’ saja. “Wah, kasih paham Ris” kata Ardi pada Karisma.
“Jadi gini Ta, semalem itu kan ada mahasiswa yang dateng ke kampus. Katanya buat ngambil tugas di kelas gitu, soalnya besok udah deadline. Nah, awalnya kan pak satpam gak ngizinin, tapi karena ini penting banget jadi dia pun dibolehin buat masuk kampus dengan syarat gak boleh lama-lama, soalnya dia datangnya juga udah malem kan. Nah ya itu, katanya sehabis dia ngambil tugas itu dia ngeliat ada cewe lagi duduk di tangga lantai tiga sana tuh” jelasnya sembari menunjuk keatas.
“Awalnya sih dia mikirnya mungkin ada mahasiswa lain yang juga ada kepentingan di kampus gitu. Nah pas dia ngelewatin cewe itu kan, ya sebagai seorang mahasiswa yang beretika dia nyapa dong, dan pas disapa itu si cewe pun noleh, dan kalian tau apa yang terjadi? Mahasiswa itu ngelihat sesosok wanita menyeramkan dengan wajah hancur, mulut yang sobek, dan lidah panjangnya menjulur keluar. Hih, gak kebayang aku kalo jadi mahasiswa itu” lanjut Karisma yang berhasil membuat bulu kudukku meremang.
“DOORR!!” “EH SETAN!!” teriakku yang otomatis langsung nabok lengan orang yang udah bikin jumpscare tadi. Hal itu pun sukses mengundang gelak tawa dari ketiga temanku. “Ihh, Ardi, ngagetin aja sih” rajukku. “Ya lagian serius amat nyimaknya” ujar Ardi meledek. “Tau ah, ngambek aku”
Waktu menunjukkan pukul 8 malam. Rencananya malam ini aku mau COD sama kurir buat ngambil barang yang udah aku beli dari onlineshop. Emang agak nyebelin sih abangnya, kenapa coba harus COD nya malem-malem gini? Kan aku tuh mau istirahat, huh. Tapi ya aku paham sih, kerja jadi kurir itu gak gampang emang, kebetulan juga katanya hari ini lagi banyak barang yang harus dikirim dan nahasnya aku kebagian pas malem.
Karena udah malem aku pun berniat untuk mengajak Karisma, maksud hati biar ada temennya ngobrol nanti pas di jalan, ya biar gak sepi-sepi amat. Baru aja aku chat dia, baru manggil nama, dia udah klarifikasi duluan kalo dia lagi gak bisa diganggu. Ya akhirnya mau gak mau aku pun chat Ardian, dan syukurnya dia mau nganterin aku.
Gak lama Ardian pun tiba di rumahku, aku pun buru-buru pamitan ke orangtuaku buat pergi COD di daerah dekat kampus.
Sesampainya di tempat yang udah aku setujui sama si abang kurir, aku pun ngajak Ardian buat mampir di sebuah cafe yang gak jauh dari tempat itu, ya pantesnya aja sih, daripada harus berdiri di pinggir jalan? Bisa habis digigiti nyamuk kita nanti.
Ngga terasa waktu berjalan begitu cepat, sampai minuman yang kami pesan sudah hampir habis. Udah sekitar satu jam kami menunggu di cafe ini, tapi tak ada tanda-tanda si kurir datang.
“Mau berapa lama nih kita nungguin disini?” Ardian menengok arloji hitam dipergelangan tangan kirinya. “Bentar lagi udah mau jam sepuluh loh, emang kamu gak takut dicariin sama mamahmu?” lanjutnya. Mendengar penuturan sahabatku itu aku pun turut panik, “Ya takut sih Ar. Cuma ya mau gimana lagi? Si abang kurirnya juga nih ngeselin banget sih” kataku disela-sela kepanikanku.
Karena udah gak sabar lagi akupun mencoba untuk menghubungi si kurir. Tapi, tiba-tiba ada pesan masuk yang mengatakan bahwa kuotaku sudah habis masa aktif. Sial, kenapa aku harus kehabisan kuota disaat-saat seperti ini?
Melihat ekspresi wajahku yang mendadak berubah, Ardi pun bertanya, “Kenapa Ta?” “Kuotaku abis masa aktif Ar, bisa gak tathering sama kamu sebentar?” tanyaku canggung. Kalo gak kepaksa ya mana mau aku ngemis ke Ardi kaya sekarang ini? “Hah, kamu nih” setelah berucap demikian, kulihat Ardian tengah meraba-raba kantung celananya. Lama sekali, jangan bilang kalau kau lupa bawa handphone ya Ar!
Oke, dan benar saja. Ternyata Ardian lupa membawa handphonenya. Ck, lagian gimana bisa di cafe yang se-elite ini gak ada satu pun wifi yang terhubung? Oke lah, sepertinya terpaksa aku harus bobol gerbang kampus buat nyari wifi, karena sinyalnya gak mungkin sampai keluar gerbang, hah.
Sampai juga didalam kampus. Ngomong-ngomong sepi juga ya, walaupun penerangan ada dimana-mana bahkan bisa dibilang boros banget, tapi tetep aja kalo udah malem mah suasananya bakalan beda. Gak mau lama-lama ditempat ini, aku segera menyambungkan handphoneku pada wifi gratis yang udah disediain oleh pihak kampus.
GUBRAKK!! Terdengar suara sebuah benda berbenturan dengan lantai, begitu keras. Membuatku sedikit terperanjat.
“Gak papa kok Ta, palingan cuma kucing. Udah nyambung belum wifinya?” ujar Ardi menenangkan, mungkin dia peka kalo aku lagi ketakutan. “Udah Ar. Tapi kurirnya gak bales juga” kataku mulai panik.
TRIINGG… TRIIINGG… Sebuah panggilan masuk dari kurir yang akan mengantarkan barangku. Buru-buru kuangkat panggilan itu. “Halo” sapaku. Beberapa detik aku menunggu, tak kunjung ada jawaban. Hingga tiba-tiba semilir angin berhembus menerpa wajahku. Membuat beberapa helai rambutku turut terbawa angin. Bersamaan dengan meremangnya bulu kuduk ini, tiba-tiba sambungan terputus.
Aku buru-buru menghampiri Ardian yang berdiri tak jauh dari tempatku, “Ar, aku takut” ujarku sembari memegang erat tangan cowok tinggi disebelahku.
HIHIHIHIHI… Oh tuhan suara apa ini? Katakan padaku kalau ini hanya halusinasiku saja.
“Lari Ta!” tanpa aba-aba Ardian menarik lenganku, menggenggam pergelangan tanganku dengan erat. “Hihihihihi… Kalian tak akan bisa lari…” Suara itu? Kumohon, hilangkan suara itu dari pendengaranku.
Saat kami tengah berlari, tiba-tiba saja kami dikejutkan oleh sesosok wanita berambut panjang dengan wajah yang sudah tak berbentuk, berdiri mencegat kami di depan gerbang. Apa yang harus kulakukan?
“Ta! Lari! Ayo ikut aku!” teriak Ardian begitu jelas, menginstruksiku agar tidak salah jalan.
Wanita mengerikan itu terus mengejar kami. Ia melayang namun dengan kecepatan yang sangat pesat. Tak sampai beberapa detik dia sudah ada didepan kami. Kini, wujudnya tak lagi sama. Ia menyeringai lebar kearah kami, dengan bola mata yang hampir keluar dari tengkoraknya. Wajah putih pucat itu, darah tak henti merembes dari kedua matanya.
DAKK!! “Argghh!!” pekik Ardian ketika sebuah kayu berhasil mengenai tengkuknya, membuatnya terkapar tak berdaya, tak lama ia mulai tak sadarkan diri.
“Ardi!!” teriakku sembari mencoba untuk menyadarkannya.
“Hahaha, bersiaplah untuk menyusulnya ke neraka! TATA!!” Tunggu! Siapa yang baru saja menyebut namaku itu? Aku mendongak. Kulihat seorang berjubah hitam berdiri tepat dibelakangku. Membawa sebuah kayu besar yang sempat ia gunakan untuk memukul Ardian, detik saat yang lalu. Siapa dia?
SRETT!! Perlahan sosok itu membuka jubah yang hampir menutup seluruh wajahnya.
“KARISMA!”
SELESAI
Cerpen Karangan: Novita Shinta W
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 22 Januari 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com