Sore ini, langit terlihat indah, burung burung terbang kesana kemari, daun daun beterbangan ditimpa angin senja. Aku baru saja pulang dari kampus tempatku kuliah. Tapi hari ini aku akan mampir ke taman terlebih dahulu. Karena hari ini adalah hari yang cukup melelahkan menurutku. Aku memutuskan duduk di bangku dekat air mancur. Tiba tiba ponsel di sakuku bergetar, tanda panggilan masuk. Ternyata dari Mada, teman sekamar kostku
“Hei kenapa kau belum pulang?” Mada bertanya lewat telepon. “Bentar aku masih capek, ini lagi di taman balai kota” jawabku. “Jangan sampai telat, acaranya mau mulai, nanti Bu Gendut marah gimana?” Mada mengingatkan. “Iya bentar lagi” Aku menutup telepon.
Sebenarnya, hari ini putri Ibu Gendut-eh Ibu Kost berulang tahun. Ya, Bu Kost kalau marah memang menyeramkan sekali. Sesekali kami dihukum menyikat toilet selama satu minggu. Tapi jika moodnya sedang bagus, dia bisa mendadak perhatian kepada kami. Hhh aku masih ingin disini sambil menikmati senja yang indah. Lagipula aku masih lelah. Menunggu sebentar lagi mungkin tidak masalah. Tiba tiba sepasang mataku menangkap seorang gadis yang duduk di bangku di bawah pohon besar. Meskipun agak jauh, tapi masih terlihat jelas rupa gadis itu. Rambutnya panjang tergerai sepinggang, mengenakan gaun putih selutut, kulitnya putih pucat, wajahnya cantik sekali. Dengan bunga mawar merah di telinganya. Gadis itu juga melihat kemari. Mata kami pun bertemu. Entah kenapa dia berjalan ke tempatku duduk. Lalu duduk di sebelahku. Aku pun terheran heran dan mencoba berbicara.
“Hei, s-siapa namamu?” Aku gugup bertanya. Gadis itu hanya diam, tidak menjawab. Sementara hari mulai gelap, matahari mulai bersembunyi, lampu lampu taman mulai dinyalakan. Lupakan ulang tahun putri Ibu Gendut. Aku masih menunggu gadis ini berbicara, setidaknya menjawab pertanyaanku tadi.
Lima menit berlalu akhirnya gadis itu menjawab pertanyaanku. “Bulan” Gadis itu menjawab. Aku refleks menoleh ke samping. “Namaku Bulan” dia mengulanginya. “Kenapa kamu sendirian?” tanyaku. “Karena aku sudah tidak punya siapa siapa lagi” Suaranya terdengar sedih. “Apa maksudmu?” “Aku sudah kehilangan keluargaku, teman temanku, semuanya. Tidak ada lagi yang mau berteman denganku. Aku menjadi kesepian, tanpa siapapun” Gadis itu lalu menunduk, air mata mulai menetes dari matanya yang indah itu. Membasahi gaun putih yang dikenakannya. “Hei jangan menangis, aku bersedia menjadi temanmu” Ucapku sambil menghapus air matanya. “Benarkah?” “Iya, temanmu. Selamanya…” Aku merasa sedikit tidak yakin dengan perkataanku. “Apa kau bersedia mendengarkan ceritaku?” Tanyanya. “Baiklah”
—
Hai, namaku Bulan. Sesuai nama, aku juga menyukai bulan. Aku juga menyukai bunga mawar. Papaku walikota ini. Dan mamaku mempunyai butik. Aku anak tunggal. Sebenarnya aku sama seperti teman temanku yang lain. Papa dan mamaku tidak memanjakanku. Di sekolah juga teman dan guruku memperlakukanku dengan adil meskipun aku adalah anak dari walikota. Tapi akhir akhir ini, terdengar isu isu tidak baik menimpa keluarga kami. Papaku dituduh selingkuh dengan wanita lain, korupsi dan sebagainya. Mamaku juga mengalami masalah dalam bisnisnya. Teman temanku juga mulai menjauhiku gara gara itu.
Malam ini, adalah perayaan hari ulang tahunku. Dilaksanakan di taman balai kota. Bulan purnama bersinar terang, lampu lampu taman menyala terang dihiasi oleh berbagai macam dekorasi. Wangi bunga tercium sepanjang jalan taman. Kue ulang tahunku tinggi sekali. Aku sudah siap sejak tadi, mengenakan gaun putih selutut favoritku.
“Nak” Panggil mamaku dengan nada lembut. “Kau cantik sekali hari ini” Imbuhnya. “Mama juga” Aku tersenyum. Lalu mamaku menyelipkan sebuah mawar merah ditelingaku. “Terima kasih, Ma”
Papaku masih mengobrol dengan sahabatnya. Tiba tiba entah dari mana datanglah sekelompok pemuda yang membawa berbagai senjata. Mereka semua menyerbu taman balai kota. Aku tau siapa mereka. Mereka orang orang yang membenci papaku, gara gara isu itu. Mereka membunuh satu persatu tamu undangan. Darah berceceran dimana mana. Mereka benar benar telah menghancurkan pesta ulang tahunku.
“DOR!” Salah satu dari mereka menembak papaku.tewas. “DOR!” Lagi kepada mamaku, meleset. Tapi dari belakang, mamaku ditusuk oleh seseorang yang membawa pisau.
Aku segera berlari secepat mungkin dan bersembunyi di bawah pohon besar.Aku mendongak keatas. Cahaya bulan bersinar terang. Tuhan, tolonglah aku.
“Ternyata kau disini” Oh, tidak aku ketahuan. JLEB! Sebuah pisau menusuk dadaku. Tubuhku dimutilasi dan dikubur di bawah pohon besar itu. Aku telah pergi, selama lamanya.
—
“Terima kasih telah menjadi temanku, selamanya…” Tiba tiba udara malam terasa sangat menusuk sekali. Aroma bunga yang wangi tergantikan oleh bau anyir yang menyengat. Gadis ini sudah tiada. Dia adalah hantu.
Gadis itu mendongakkan kepalanya, menatapku. Tidak ada lagi wajah cantik itu. Rambutnya penuh dengan serangga. Darah mengalir dari kepalanya. Dan ke 2 mata yang sudah hilang entah kemana. Tiba tiba bagian tubunya mulai terpisah pisah. Kepala, tangan, kaki, tidak menyatu lagi.
“Terima kasih kau sudah bersedia menjadi temanku. Sekarang kau harus ikut denganku, khihihihi” Tawa itu menyeramkan sekali.
Tiba tiba sepasang tangan bergerak mendekatiku. Tangan yang berlumuran darah itu kemudian mencekikku. Aku kehabisan napas. Lengang, gelap. Aku telah pergi menyusulnya. Di bawah cahaya bulan yang bersinar terang.
Cerpen Karangan: Khalwa Fathia Mufarikha
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 30 Januari 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com