Kebenaran adalah suatu hal yang tidak bisa diungkapkan, rahasia akan selalu terbenam di danau kegelapan. Dia sang manusia penuh dosa dan tanda tanya, dia Baswara, seorang manusia yang kehilangan arti cinta, dan makna kehidupan di dunia. Baswara pernah berkata “aku Baswara hidup tanpa warna tapi tetap mencari arti dari jingga”.
Baswara lahir di keluarga menengah yang berkecukupan, ia tinggal Bersama seorang ibu dan ayah serta ketiga saudaranya. Hidupnya penuh kebahagian dan canda tawa pada masa kecilnya, sang bunda senantiasa mengajarkan dan memberinya kosa kata dikala bentala berjalan mengiringi langkah kakinya. Sang bunda adalah sesosok ibu sekaligus guru yang mengajar di sebuah sekolah dasar. Sejak kecil Baswara senantiasa dibawa bunda mengajar ke sekolah, Baswara sudah terbiasa dengan huruf dan angka, pada akhirnya Baswara dimasukan sang bunda ke kelas 1 di sekolah itu, hidupnya penuh dengan cerita ketika dia menjalani hidupnya selama 4 tahun di sekolah itu, tak rela rasanya ketika ia harus berpindah sekolah dan meninggalkan teman-temannya. Baswara adalah murid pandai yang senantiasa mendapatkan juara di sekolahnya. Tetapi ketika Baswara berpindah sekolah, semuanya berubah.
Pagi itu hari pertama Baswara memasuki sekolah baru dekat rumahnya, kelas 4 ketika dirinya pindah sekolah. Pukul 6 dia sudah berada di depan pintu kelas barunya dan tersenyum pada beberapa orang yang baru ditemui. Baswara bertingkah biasa pada awalnya, tetapi lama kelamaan Baswara tertinggal oleh temannya, dia sulit beradaptasi dan masih terfikir akan teman-teman di sekolah lamanya, prestasinya seketika menghilang, gelar juara sirna, pembullyan menimpa dirinya. Karena sulit beradaptasi, Baswara mensiasatinya dengan memulai pertemanannya bersama perempuan kelasnya, kebanyakan teman barunya adalah perempuan sehingga tak jarang Baswara sering diejek oleh teman-temannya. 3 tahun dirinya bertahan di tengah problematika kekanak-kanakan. Banyak pengalaman buruk yang menimpa Baswara sehingga Baswara sering mencoba tuk mengakhiri hidupnya.
Hari itu Baswara meninggalkan masa kelamnya, dia telah lulus dan memasuki salah satu SMP di daerahnya. Baswara berkata “aku tidak bisa mengalami hal serupa di tempat ini”, perlahan Baswara mulai mengubah perspektif terhadap dia dan lingkungannya. Namun ekspektasinya terlalu tinggi dan mengakibatkan realita yang tidak sesuai. Beruntung dirinya bisa bertahan dan terus berkembang. Baswara memiliki banyak kawan yang mendukungnya sehingga Baswara selalu mendapatkan peringkat 10 besar di kelasnya.
Beranjak ke kelas 3 Baswara mendapatkan segala kebahagian dan kenangannya, ”entah apa yang tuhan rencanakan dalam hidupku ini” kata Baswara. Dia sangat beruntung bisa bertemu dan mengenal orang-orang yang menerima dia apa adanya, walaupun Baswara tidak lagi meraih peringkat 10 besar, tetapi dia mendapatkan lebih dari sekedar peringkat itu.
Waktu berlalu, tak terasa kelas 3 sudah melalui banyak hal dan mengharuskan mereka berpisah. Bingung rasanya ketika Baswara berpisah dengan mereka dan entah apa yang akan dia lakukan setelahnya, dia pun mendaftar beberapa SMA dan berakhir di dekat rumahnya, sang bunda tak bisa meninggalkan Baswara, sehingga Baswara bersekolah di dekat rumahnya. Awalnya Baswara tidak terima karena telah meninggalkan sekolah unggulan yang telah menerimanya, tapi Baswara terpaksa dan tetap menjalaninya. Bunda berkata “Baswara sekolah di deket rumah aja ya nak, mama belum berani dan belum siap ngelepasin kamu buat tinggal sendirian di kosan”, mau tak mau Baswara menuruti perintah sang bunda.
Di SMA… kicauan burung dan kesunyian serta hembusan angin serasa menerpa Baswara dan relung jiwanya. Baswara selalu datang ke SMA lebih awal agar ia bisa bertemu dengan teman SMP nya di jalan untuk sekedar menyapa mereka. “iri rasanya melihat mereka sekolah di tempat yang terkenal dan jauh dari rumahnya” kata Baswara. Dia selalu berfikir demikian karena dirinya hanya bersekolah di dekat rumahnya saja, tak jarang Baswara sering merasa marah dan ingin pindah dari SMA itu di tahun pertamanya. Gerimis di pagi hari tak menghalangi Baswara untuk berangkat pagi. Walaupun terpaksa Baswara tetap menjalani sekolahnya dengan sungguh-sungguh dan penuh ambisi.
Bel berbunyi… kring kring kring…, mikrofon bersuara “untuk seluruh ketua kelas harap berkumpul di depan UKS” kata mikrofon itu. Baswara pun keluar kelas dan langsung ke depan UKS, dia adalah ketua kelas di kelas 10 A.
“Hi, kamu Baswara ya?” kata salah seorang ketua kelas sebelah sembari duduk di sebelahnya. “iya kenapa” kata Baswara sambil memalingkan wajahnya. “kenalin aku Rendi, ketua kelas 10 B” Rendi berkata dengan penuh senyum di mukanya. “oh iya salam kenal ya, Baswara” kata Baswara sembari menjabat tangan Rendi. Setelahnya Baswara berfikir dan menanyakan ke temannya “Rendi itu siapa si guys, kok dia sok kenal banget masa tiba-tiba duduk di sebelahku”, teman-teman Baswara menjawab “ituloh si Rendi, ketua kelas sebelah yang pinter itu dia di smp juara terus tau”, Bawara terdiam.
Hari-hari berlalu, Baswara mengikuti setiap pelajaran sekolah dengan baik, Baswara mengikuti beberapa ekstra kurikuler di SMA nya, tak disangka Rendi juga mengikuti ekstra kurikuler serupa, sehingga tak jarang mereka berdua bertemu di waktu dan tempat yang sama. Akibatnya, terciptalah topik pembicaraan dan pembahasan antara Rendi dan Baswara, kian lama mereka kian akrab dan menjadi teman yang selalu diisukan di SMA nya, karena mereka berdua adalah siswa berprestasi dan berambisi “guys-guys liat tuh si Rendi sama Baswara sok-sokan belajar bareng di perpus, aku geh jijik lo litanya mereka sok pinter banget ga si?” kata salah seorang teman yang berbicara kepada sekelompok murid di SMA. Rendi dan Baswara sebenarnya tidak mengetahui jika mereka dijadikan bahan omongan di SMA itu. Walaupun begitu mereka tetap aktif dan berprestasi.
Kelas 10 telah usai, kenaikan kelas 11 telah datang. Rendi dan Baswara masuk di kelas yang sama. Pagi itu, “ummm kutaro tasku di kursi depan ajalah, bodo amat mau ada yang duduk sama aku apa enggak” kata Baswara saat menruh tasnya di bangku paling depan. Kemudian Baswara duduk di depan kelas sembari menunggu siapa yang akan duduk bersamanya di kelas itu.
Waktu berlalu, tak satupun tas terlihat di samping tas miliknya, Baswara kecewa dan berkata “apaan sih kok ga ada yang mau duduk sama aku, ish bodo amat lah duduk sendirian aja enak”. Tiba-tiba seseorang menenteng tas di pundaknya sembari berjalan dengan santainya dan menaruh tas situ di sebelah tas Baswara. “dih, siapa nih orang gaya banget dah” kata Baswara. Baswara pun masuk ke kelas dan melihat tas yang tak asing di matanya. “astagaa yang bener aja masa aku sekelas sama dia sih, akhirnya bisa berdua juga” kata Baswara. “bas aku duduk di sebelahmu ya soalnya kursi lain udah penuh” kata Rendi. “iya ren gakpapa” Baswara menjawab dengan malunya.
Mereka berdua semakin akrab dan menjalin persahabatan yang baik, Rendi siswa berprestasi tetapi Rendi sering telat masuk sekolah, sehingga tak jarang Rendi sering terlihat membersihkan halaman ketika jam pertama di mulai. “ini hukuman buat kalian karen terlambat masuk sekolah, di jadwal kita masuk jam 6:45 tapi kalian datang jam 7” kata salah seorang guru BK. Walaupun begitu Rendi tetap tenang dan santai menghadapi keadaan, di sisi lain Baswara yang sedang duduk di kelas sembari mendengarkan guru, pandangannya sering teralihkan ketika melihat Rendi dari sisi jendela. “Rendi ga jelas banget dah, rumah deket masih aja telat” dalam benak Baswara.
Pintu kelas terbuka, Rendi dan beberapa teman lain memasuki kelas setelah menyelesaikan hukamn itu. “Ren, PR kamu udah belum? kita hari ini ada PR yang harus dikumpul loh” tanya Baswara. “eh iyatah bentar kucek dulu… aduh PR ku belum kukerjain, lupa belum kukerjain semalem” kata Rendi. “oh ya udah nih salin aja punyaku sambil kuajarin nanti langkahnya” kata Baswara sembari memberikan buku tugasnya kepada Rendi. “ummm ok makasih ya bas” jawab Rendi.
2 bulan berlalu, Rendi dan Baswara merajut cerita penuh warna. Malam itu suara jangkrik dan serangga pohon yang hanya terdengar di telinga mereka. Rendi dan Baswara mengikuti kegiatan perkemahan selama tiga hari, banyak hal terjadi saat perkemahan berlangsung, hingga pada akhirnya malam terakhir perkemahan pun tiba. Tak afdol rasanya jika malam terakhir hanya berdiam di tenda saja. Demi menyelesaikan quest Rendi dan Baswara serta teman lainnya pergi ke kuburan untuk mendapatkan lencana yang mereka inginkan. Kuburan itu lumayan jauh dari sekolah mereka.
Tepat pukul 2 nama mereka bergiliran dipanggil oleh Pembina, satu persatu mereka pergi meninggalkan tempat perkemahan. mereka melewati beberapa pos hingga berakhir di dalam kuburan. Rendi dan teman lainnya menyelesaikan semua dengan lancar walaupun ada beberapa teriakan terdengar. “Baswara” di ucap dengan lantangnya oleh Pembina. Baswara pergi menuju beberapa pos dan menyelesaikan tugas yang diberikan, akhirnya Baswara sampai di kuburan, dengan terpaksa sambal menundukkan kepala, Baswara berjalan masuk ke dalam kuburan, senter kecil yang tidak begitu terang menemaninya. Mereka yang sudah menyelesaikan quest menunggu di pos terakhir tak jauh dari kuburan. di dalam kuburan ada beberapa Pembina dan penjaga yang mengawasi jalannya quest.
Terdengar suara-suara aneh di telinga Baswara “Baswara, Baswara kemarilah anak muda” suara samar-samar yang terdengar di telinga Baswara. Perlahan Baswara semakin masuk ke dalam kuburan, ia terus mencari lencana atas Namanya yang diletakkan oleh Pembina di suatu tempat di dalam kuburan itu. Senter kecil yang tak terang itu bergerak ke segala arah, Baswara belum juga menemukan lencananya. “Baswara, Baswara kemarilah anak muda” suara itu terus terdengar olehnya. “ini lencaanaku di mana si, kok ga ketemu-ketemu si, ya allah lindungilah hambamu yang penuh dosa ini ya allah. ini lagi, suara nenek peyot muncul mulu di telinga” dalam benak Baswara.
Benda putih terbang tepat di hadapannya, Baswara kaget dan berlari jauh ke arah dalam kuburan, senter kecilnya tertinggal, ia sendirian dan tak tau jalan keluar. “tolong, tolong, tolong” teriak Baswara di sudut makam bertuliskan nek ijah meninggal 1945.
Di luar kuburan Rendi dan teman-teman Baswara serta Pembina menunggu kehadirannya. Sudah 1 jam lamanya Baswara tak kunjung datang, Pembina mulai membunyikan kentongan dan masuk ke dalam kuburan, sementara Rendi dan teman-teman Baswara menunggu di dekat kuburan. Mereka terus mencari dan mencari, Baswara belum juga ditemukan. Suara ayam jantan terdengar saling bersautan “jika kita tidak menemukan Baswara sebelum adzan subuh, Baswara akan hilang selamanya” kata salah seorang penjaga kuburan. Pembina mulai panik sembari mencari ke seluruh sudut kuburan.
“Tolong, tolong, tolong” suara yang amat kecil itu terdengar di teling Rendi dari arah utara. Bergegas Rendi diam-diam memasuki kuburan dan mencari sumber suara itu. Rendi terdiam sembari mendengarkan suara minta tolong yang semakin kecil itu. “Rendiiii tolong, tolong, tolong” teriak Baswara di sudut makam itu, Baswara tidak bisa bergerak karena kakinya masuk ke dalam tanah kuburan. “Loh Rendi dimana?” kata salah seorang Pembina. “ga tau kak tadi Rendi lari ke dalem kuburan” kata teman-teman mereka. Pembina dan penjaga semakin panik dan terus melanjutkan pencarian.
30 menit sebelum adzan subuh berkumandang. “Baswaraaa, kamu dimanaa” teriak Rendi. Akhirnya Rendi menemukan senter milik Baswara, Rendi terus maju ke arah utara sembari berteriak “Baswara, Baswara”.
Tak lama Rendi melihat setumpuk tanah yang basah, ia menggalinya dan menemukan Baswara di balik tanah itu. Dengan cepat Rendi mengangkat Baswara dan membawanya keluar kuburan. “aduh, udah jalan lama banget perasaan kok belum sampe di pintu keluar kuburan ya” benak Rendi sambal terengah-engah. “Rendi, Rendi, balik ke tanah itu” kata Baswara dengan lemasnya. Dengan sedikit percaya Rendi kembali ke tanah basah itu dan meletakkan Baswara di sebelahnya, Rendi dan Baswara menangis sembari berkata “ya allah, berilah kami kekutan dan keselamatan ya allah, atas izinmu biarkanlah kami keluar dari sini ya allah” doa Rendi sebelum mereka pingsan.
Tepat 5 menit sebelum adzan subuh, salah seorang Pembina menemukan Rendi dan Baswara tergeletak bersebelahan di sudut makam dengan baju yang penuh tanah dan tubuh penuh luka. Rendi dan Baswara langsung dibawa menuju tempat perkemahan, kemudian… “kok bisa ya Rendi sama Baswara bajunya kotor penuh sama tanah yang basah, padahal kan malam itu gak hujan” kata salah seorang Pembina yang menceritakan ke teman-temannya. “kak, kak si Rendi sama Baswara kak” teriak salah seorang teman Baswara.
Pagi itu tepat ketika adzan subuh berkumandang, Rendi dan Baswara mengalami kejang, nafas mereka terhela-hela, hingga pada akhirnya mereka berdua meninggal dunia. Nama mereka tertulis di batu nisan itu, makamnya bersebelahan. Setiap minggunya seluruh murid SMA itu menaruh bunga di kursi Rendi dan Baswara sembari berdoa.
Cerpen Karangan: Ernest Yusnizar Blog / Facebook: @ernest_yusnizar Penulis merupakan salah satu mahasiswa di Perguruan tinggi vokasi yang memiliki hobi melukis dan menggambar.Penulis biasanya akan meng upload hasil karya nya di Instagram .entah apa yang di pikirkan penulis hingga dia membuat sebuah cerpen. Penulis merupakan sociointrovert yang akhirnya menemukan cahaya harapan di hidupnya.