Jangan pernah melewati kamar nomor 23 saat malam hari. Terlebih di tanggal 8 Juni. Soalnya di tanggal itu, sosok hantu anak kecil akan menarik-narik kamu. Dan jika kau menerima tarikannya maka kau tidak akan bisa kembali ke dunia.
Itulah sebuah pesan yang disampaikan padaku oleh setiap perawat di rumah sakit ini. Aku sebagai anak magang baru, patuh saja dan menuruti perintah mereka. Katanya, anak kecil itu awalnya akan menangis menatap ranjangnya lalu saat dia sadar bahwa ada orang di sampingnya, dia akan pura-pura meminta tolong. Kemudian dia akan menarik kamu ke dunia lain dan kau tidak akan bisa kembali selamanya.
“Memangnya kenapa anak itu bisa meninggal?” tanyaku pada perawat senior saat kami makan siang bersama “Kalau tidak salah karena demam, atau apa aku pun lupa. Tetapi yang jelas anak itu memang sudah lama dirawat disini. Sayangnya meski sudah mendapatkan berbagai penanganan dari dokter terbaik, dia tetap meninggal.”
“Dokter terbaik?” tanyaku “Dulu dokter terbaik saat anak itu dirawat adalah dokter Hiro. Dia sangat baik sekali pada para pasien terutama pada anak itu. Sebulan setelah meninggalnya anak itu, dokter Hiro pindah dari rumah sakit ini ke rumah sakit di pusat kota.” “Oh begitu. Baiklah kak Nia, aku akan menuruti saran kakak.” “Baguslah Vio. Kak Nia harus pergi sekarang ke gedung II ya karena akan ada operasi. Kamu urus pasien di ruangan nomor 12 sampai 20 saja.” “Terima kasih atas jamuan makan siangnya kakak. Sampai bertemu lagi,” sapaku sambil berpisah dengan kak Nia. “Hati-hati dan semangat kerjanya ya.” “Iya.”
Nama anak yang meninggal dan digosipkan sebagai hantu itu adalah Volentia. Gadis berambut panjang yang manis dan baik. Dia selalu ramah pada para suster terutama pada dokter yang sudah merawatnya. Semua informasi ini aku dapatkan dari para senior dan dokter di rumah sakit ini. Aku jadi ragu apakah benar dia telah menjadi hantu dan menyiksa banyak orang. Tetapi satu hal yang membuat gosip ini jadi diyakini banyak orang. Yakni seorang suster yang berjaga malam dekat ruangannya, keesokan harinya dia menghilang. Lenyap bak ditelan bumi. Tak pernah ada lagi kabar tentangnya seolah memang benar ditarik oleh makhluk halus ke dunia lain. Aku menjadi semakin ngeri dan berniat tidak akan pernah melewati ruangan itu di malam hari.
Sayangnya rencanaku untuk tidak melewati ruangan itu, sepertinya akan gagal total. Aku sedang ada di ruangan nomor 20 dan sedang kebelet pipis. Toilet di dekat sini hanya toilet di ujung lorong. Kalau memutar dan mencari toilet yang lain aku sudah tidak tahan. Dengan cepat aku berlari menuju toilet tanpa melihat ke arah ruangan itu. Kemudian ketika aku sudah selesai akan urusanku, aku kembali berjalan cepat.
Benar saja. Tepat saat aku ingin melewati ruangan nomor 23 itu, aku sekilas melihat sesosok anak kecil yang tengah menangis. Berpura-pura tidak melihat aku berjalan lagi. Namun sial. Tanpa sengaja pulpen yang ada di kantungku jatuh dan anak itu pun menoleh.
Aku mundur. Bulu kudukku berdiri tegang. Perlahan-lahan aku mundur hingga menabrak tembok.
“Jangan mendekat! Kumohon jangan mendekat!” Aku menghalangi wajahku dengan kedua lengan namun dia bisa memegang tanganku. “Hentikan!” teriakku sekuat tenaga
“Kumohon tolong bantu aku kak” Suara gadis kecil di hadapanku terlihat memohon dengan sangat. Dengan perlahan aku membuka mataku dan melihat wajahnya. Anak kecil berambut putih yang menangis. Matanya sayu. Namun aku melihat wajahnya yang polos dan bibirnya yang tak henti bergetar. Dengan perlahan dia meletakkan telapak tangannya di dahiku dan aku mulai melihat kilasan masa lalunya.
Volentia. Anak yang sangat baik dan ramah. Dia selalu saja baik kepada semua orang. Terutama kepada orangtua dan kakak laki-lakinya. Juga kepada dokter yang sudah susah payah merawatnya. Tetapi meski sudah didukung dengan sepenuh cinta. Juga minum obat Dengan teratur, namun penyakitnya tidak sembuh-sembuh. Hati sang ibu merasa sangat sedih. Namun Volentia menggeleng seolah sudah tahu kini saatnya dia pergi. Akhirnya tanggal 8 Juni di tengah malam yang dingin, Volentia pergi meninggalkan dunia.
“Ada satu barangku yang belum sempat aku berikan pada orang yang kusayangi. Kumohon sampaikan pesan terakhirku ini. Barang itu ada di laci tempat aku dirawat.” Setelah menyampaikan pesan itu, Volentia menghilang. Aku kemudian tertunduk tepat di lantai. Segera saja aku bangkit dan mencari barang yang dimaksud. Sebuah kotak kecil yang bertuliskan nama di bawahnya “Dokter Hiro.”
Di akhir pekan, aku mengunjungi rumah sakit tempat dokter Hiro bekerja. Berdasarkan info, setelah dokter Hiro pindah dari rumah sakit tempat Volentia dirawat, kini dia menjadi dokter paling berpengaruh. Aku tidak kesulitan untuk menemukan ruangannya. Namun sesaat sebelum aku mengetuk pintu ruangannya, aku mendengar hal yang membuat aku muak. “Iya Bu, tenang saja. Obat itu pasti akan saya dapatkan. Yang penting ibu rela bayar berapa. Oke baiklah terima kasih.”
“Huh obat mahal seperti ini tidak pantas untuk kaum miskin seperti kalian. Lebih baik aku menjualnya ke pasien yang lebih kaya seperti yang kulakukan dulu.”
Apakah dia pantas disebut sebagai dokter. Sementara dia membeda-bedakan pasien. Akhirnya aku tahu. Bahwa penyakit Volentia tidak sembuh karena dokter itu sengaja menukar obatnya. Padahal yang aku dengar, mama Volentia sengaja memberikan obat paling mahal bagi anaknya. Tetapi semua tidak ada pengaruhnya karena dokter yang seharusnya menolong, justru berbuat keji seperti itu. Dengan muak aku segera meletakkan kotak kecil itu di depan pintu ruangannya dan segera pergi.
Sejenak setelah dokter itu selesai menelepon dia keluar dan mendapati kotak kecil itu. Saat membukanya, dia terkejut dan matanya mulai berair. Sambil menatap sebuah dasi yang digulung dengan rapi. Juga sebuah ucapan terima kasih dari seorang gadis kecil. Volentia.
Cerpen Karangan: Inong Islamiyati Blog / Facebook: Inong Islamiyati Inong Islamiyati. Suka menulis cerita, puisi dan senang membaca komik.
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 20 Mei 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com