Aroma bunga mawar yang khas seketika menenangkan diriku. Sudah lama aku tidak pergi ke kebun mawar. Apalagi kebun mawar milik Nenek. Aku memang belum meminta izin kepada Nenek untuk memasuki kebun bunga mawarnya, tetapi aku tahu jika beliau akan mengizinkanku karena aku adalah cucu kesayangannya! Hehehe.
Oh ya, aku lupa untuk memperkenalkan diri kepada kalian. Perkenalkan! Namaku Florin. Aku berumur 12 tahun, dan saat ini aku sedang menduduki bangku Sd kelas 6. Aku telah menjalani ujian kenaikan kelas, dan di hari ini aku akan berlibur sepuasnya selama 2 minggu. Itulah mengapa keluargaku mengajakku untuk pergi ke rumah Nenek.
Sudah lama aku tidak pergi ke rumah Nenek. Seingatku, sudah 4 tahun yang lalu sejak terakhir kali aku pergi ke rumah Nenekku. Sesekali, mamaku memulai panggilan dengan ibunya. Namun, karena beliau tidak terlalu paham dengan teknologi, alhasil Nenek sering dibantu oleh adik mama untuk menelepon kami. Sayangnya, akhir-akhir ini tanteku jarang menemani Nenek, alhasil kami pun jarang berjumpa dengan beliau.
Tetapi, hal itu tidak perlu dikhawatirkan, karena saat ini aku sudah berada di desa Airadem, desa dimana Nenek tinggal. Papa memperbolehkanku untuk bermain sebentar di kebun mawar milik Nenek. Biasanya, ketika aku bersama nenek di kebunnya, aku diperbolehkan untuk memetik beberapa mawar yang aku suka. Tapi, karena nenek tidak ada di sini, aku mengurung niatku untuk mengambilnya. Aku hanya melihat-lihat saja, karena hari pun sudah sangat sore.
“Florinn, ayo ke dapur sebentar, bantuin mama masak ayam goreng yuk!” Waduh, mama memanggilku. Aku harus cepat-cepat pergi dari sini, dan membantu mama untuk memasak ayam goreng. Kemungkinan besar, ayam goreng tersebut akan disajikan untukku. Siapa lagi kalau bukan Florin yang merupakan seorang gadis yang paling menyukai ayam goreng di desa ini? Hahaha.
Selesai meniriskan ayam gorengku, aku pun berpikir untuk membuat sambal sebagai pelengkap makan malamku nanti. Kebetulan, tanteku baru saja pulang berbelanja dari pasar. Dan aku yakin jika ia membeli beberapa cabai dan bawang putih, karena sebelumnya, mamaku menitipkan uangnya untuk membeli cabai dan bawang.
Karena saat itu tante sedang berada di ruang keluarga, aku perlu beranjak dari dapur untuk menemui tante. Tidak lupa untuk menutup ayam goreng yang baru saja kuangkat dengan tutup panci, agar tidak ada satupun lalat atau serangga yang akan mengotori ayamku. Hehehe, maafkan aku tetapi aku hanya khawatir, karena di rumah Nenek banyak serangga yang sedikit menyeramkan bagiku!
Aku pun berjalan dari dapur menuju ke arah ruang keluarga. Aku hanya berjalan pelan-pelan saja, karena aku tahu daerah rumah Nenek hawanya sangatlah segar. Tidak heran, karena desa Airadem merupakan desa yang berada di kaki gunung.
Saking terlalu menikmati udara sekitar, aku tidak sadar jika aku berada tepat di depan pintu belakang. Pintu tersebut mengarah tepat di mana kebun mawar milik Nenek berada. Tetapi, aku merasakan suatu keanehan. Biasanya, setiap hari aku dapat mencium aroma bunga mawar ketika aku berada di dekat kebun nenek. Namun, sekarang aku tidak dapat mencium aroma apapun. Aku hanya dapat merasakan hawa dingin yang membuatku merinding.
“Florin… Kamu mau kemana ndhuk?” Eh, suara Nenek? Aku pun menoleh ke belakang dan menemukan nenek tengah duduk di tikar yang biasanya aku tempati. “Wah, Nenek di sini pasti lagi ngelihatin kebun mawar punyanya Nenek!” Ucapku sembari menuju ke tikar untuk ikut duduk bersamanya.
Nenek terlihat sedang mengaduk-aduk minuman panas yang ada di dalam sebuah cangkir kecil. Di situlah aku mulai mencium harum bunga mawar yang khas. Namun, harumnya sudah tercampur dengan aroma lain, tetapi aku tidak dapat mengenali harum yang asing tersebut. Karena penasaran, aku pun menanyakan hal tersebut kepada Nenek. “Nenek lagi bikin apa? Kok baunya mirip mawar tapi bukan mawar banget?” Tanyaku dengan penuh keheranan. Nenek hanya tersenyum. Ia pun lanjut mengaduk-aduk, kemudian ia meniupnya sedikit demi sedikit. “Nenek lagi bikin teh mawar, Nenek sering bikin ini sejak nenek masih muda dulu…” Jawabnya dengan suara yang lemah. Aku tidak pernah melihat Nenek meminum teh yang terbuat dari mawar. Apa Nenek memang jarang meminum teh itu, atau hanya aku saja yang 4 tahun terakhir tidak pernah menemui Nenek? Udah deh, pertanyaan tersebut tidak terlalu penting sekarang, karena saat ini aku sudah bersama dengan Nenekku yang tersayang.
“Nenek di sini sendirian? Nggak ikut mama sama tante di ruang keluarga kah? Apalagi di luar kan dingin Nek.” Tanyaku. Lagi-lagi, Nenek hanya tersenyum kecil. Beliau tidak menjawab pertanyaanku, dan malah menyodorkanku cangkir yang berisi teh mawar yang Nenek aduk tadi. “Coba aja dulu, teh mawarnya nenek enak lho.” Tawarnya.
Karena aku adalah anak yang baik, aku pun menerimanya dengan senang hati. Aku tidak pernah menncoba teh yang memiliki rasa bunga di dalamnya, apalagi terdapat aroma bunga mawar yang Nenekku sukai. Karena teh tersebut baru saja diseduh, pasti akan terasa lebih nikmat, apalagi diminum di saat malam hari yang memiliki hawa dingin. Yah, meskipun teh lebih sering diminum di pagi hari untuk menemani sarapan, tetapi aku tidak tahu menahu jika teh mawar buatan Nenek memiliki manfaat dan kegunaan yang berbeda.
Kuseruput teh tersebut, dan rasa yang kudapatkan sangatlah tidak terduga. Rasa pahit dan manis bercampur menjadi satu. Dan anehnya lagi, rasa manis tersebut tidak berasal dari gula, namun dari madu murni yang harganya saat ini menjulang tinggi. Teh ini dapat dinikmati kapanpun dan dimana pun. Tidak kusangka teh mawar buatan Nenek ini seketika menjadi yang paling kusuka!
Eh, tapi aku merasakan hal yang ganjil. Sebelumnya, aku mendapati teh ini memiliki uap panas. Dan hal tersebut mengartikan jika teh ini memiliki suhu yang panas. Namun, mengapa ‘panas’ yang kumaksud tidak berada di dalam teh ini? Bagaimana mungkin teh yang tadinya hangat langsung berubah menjadi dingin?
“Gimana ndhuk? Enak kan tehnya?” Di tengah-tengah aku sedang berpikir keras, Nenek mendadak menanyakan rasa teh buatannya. Memang enak sih, tapi perubahan suhu yang drastis tadi membuatku merasa ada seseuatu yang ganjil “Tehnya Nenek memang enak! Tapi kok rasanya dingin yah, padahal kan teh lebih enak diminum pas panas.” Heranku. Dan lagi-lagi, Nenek tidak menjawab. Ia malah lanjut membuat teh mawar yang lain untuk dirinya sendiri. Nenek juga menambahkan taburan beberapa kelopak mawar yang telah dikeringkan. Sepertinya hal itu dilakukan olehnya untuk menambahkan cita rasa yang khas ke teh tersebut.
“Biasanya mamamu dan tantemu sering membantu nenek membuat teh mawar ini. Bahkan hampir beberapa bunga mawar di kebun habis dipetik sama mereka.” Jelasnya panjang. “Kamu tahu kan bekas luka di pahanya mamamu? Dia dulu pernah bikin teh mawar sama nenek, dan tiba-tiba mamamu ketumpahan air panas. Saking semangatnya anak itu lupa cara berhati-hati.” “Cara bikin teh mawar emang mudah, tapi nggak semua orang tahu ndhuk.” Lanjut Nenek.
Aku terheran-heran kepada Nenek yang tiba-tiba saja menceritakan hal tersebut. Apalagi pertanyaanku yang sebelumnya belum Nenek jawab. Apa ia berusaha untuk mengalihkan pembicaraan?
Tiba-tiba, Nenek mengambil tanganku dan memberiku sebuah kertas kecil. Tangannya dingin, sangat dingin. Entah mengapa aku membayangkan tangan Nenek sebagai sebuah besi yang terkena suhu dingin di malam hari. “Nenek pingin kamu nyimpen resep teh mawarnya ya… Nenek sudah percaya sama kamu daripada yang lain…” Pesannya sambil tersenyum Aku melihatnya. Senyum terhangat yang pernah aku lihat. Senyuman yang akan aku rindukan selamanya. Kini, berada tepat di depanku. Senyuman itu terpasang di wajah Nenek yang sudah bekeriput. Namun, keindahannya tetap berada di senyuman itu hingga aku tidak bisa berpaling darinya.
“Florinnn!” Eh, tante memanggilku. Aku harus beranjak dari sini, tapi Nenek tetap saja memegang tanganku. Sepertinya beliau ingin mengatakan sesuatu kepadaku. “Tolong ya ndhuk, jangan sampai resep teh mawarnya hilang…” Aku pun mengangguk, dan pergi ke arah pintu belakang. Tetapi, aku mengkhawatirkan kondisi Nenek. Kan di luar rumah udaranya sangat dingin di malam hari. Apalagi letak rumah Nenek berada di kaki gunung. Aku pun kembali ke Nenek untuk mengajaknya masuk ke dalam.
“Nek, ayo ikut ke dalam, di luar dingin lho.” Ajakku kepada Nenek. Sayangnya, Nenek hanya menggelengkan kepalanya sebagai respon dari ajakanku. Ia menoleh ke kebun mawarnya, dan seketika aku pun paham apa maksudnya. Nenek ingin memandangi kebun mawarnya disertai teh mawar buatannya itu. Aku pun berpamitan kepadanya, lalu pergi ke dalam rumah untuk menemui tanteku yang sebelumnya memanggilku.
Aku mencari dimana tanteku berada, tetapi aku tidak dapat menemukannya. “Kamu habis darimana sih ndhuk, tante sudah bawain cabe sama bawangnya lho.” Aku terkejut, seketika aku menghadap ke belakang, dan menemukan tante tengah membawa sebuah plastik hitam. Sepertinya, plastik tersebut berisi cabai dan bawang yang sudah mama pesan sebelumnya. “Hehe, maaf te, tadi sempet ngobrol sama Nenek. Yaudah yuk te, bikin sambelnya aja sekarang.” Ajakku menuju ke dapur. Aku melangkahkan kakiku menuju arah dapur. Tetapi, aku tidak dapat mendengar suara langkah kaki yang ada di belakangku. Apa tante hanya diam saja dan tidak mengikutiku? Wah, perasaanku benar ternyata. Tante terdiam mematung setelah aku mengucapkan hal yang wajar. Yaitu bertemu Nenek. Tetapi, mengapa Tante memasang wajah yang penuh akan keterkejutan?
“Kamu ngobrol sama Nenek? Di deket kebun mawar?” Tanyanya heran. “Bukannya mama papamu mengajak kamu ke rumah Nenek untuk—” Kalimatnya terputus. Aku bertanya-tanya mengapa Tante mengucapkan hal seperti itu. Tetapi, “Uhh… Nenek kan sudah meninggal sayang?”
—
Banyak pelanggan baru maupun lama berdatangan ke toko kecilku. Setelah aku memposting sebuah produk baru di viralgram, entah mengapa aku selalu mendengar orang-orang membahas teh mawar instan yang biasa aku buat.
‘Tadi lho, barusan nyobain teh mawar dari FlorinTea jadi lebih percaya diri aku!’ ‘Aduh, pingin beli teh mawarnya tapi selalu kehabisan, jadi kepingin dapet yang gratis langsung dari kak Florin!’ ‘Eh kamu minumnya teh yang biasa aja, kayak aku dong minumnya yang teh mawar, produk baru dari FlorinTea lho!’
Sebagian besar orang yang mencintai teh mawar tersebut senang karena dapat mencobanya sambil memamerkannya di storiesnya. Tetapi, tidak sedikit juga orang yang sedih dan kesal karena tidak kebagian teh mawar yang nikmat rasanya ini.
“FLORINNNN!” Di saat aku sibuk mendata hasil penjualanku hari ini, temanku mendadak mendobrak pintu ruang kerjaku dan berlari ke arah meja kerja. “Kamu tahu nggak??!” Ucapnya dengan lantang. “Aku nggak tahu.” Balasku dengan santai. Seketika Jefa menghembuskan nafas. Wajahnya tiba-tiba berubah menjadi kesal. Sepertinya ia tidak suka dengan balasanku barusan. “Teh mawar buatanmu buanyak yang suka lho! Kamu nggak nyoba buat pasarin lebih banyak gitu?? Aku juga tadi lihat ada postingan baru dari Jestin Bubar nyukain teh mawar kamu lho! Kamu nggak nyadar gitu kalo tehmu dibelik ama orang?? Astaghfirullahhaladzim kamu ini ya bla bla bla…”
Aku memang benci terhadap orang yang terlalu banyak cerita, namun Jefa yang merupakan sahabatku tidak pantas untuk diberikan respon amarah dariku. Aku hanya dapat mendengarnya, dan sesekali aku memalingkan pandangan menuju ke arah sebuah bingkai foto di dekatku. Bingkai foto tersebut merupakan penyemangatku hari ini. Penyemangat disaat aku sedang bersedih. Penyemangat disaat aku sedang merasakan putus asa. Dan juga penyemangat di berbagai hal. Foto yang saat ini kondisinya sudah hampir rusak parah, namun untung saja beberapa perekat seperti isolasi dan lem berhasil membuatnya tidak hancur. Foto yang berisikan seorang Nenek tua dan diriku di masa lalu. Dan juga selembar kertas kecil yang pernah aku dapatkan di dekat kebun mawar Nenek.
“Hei kamu dengerin aku nggak sih Flor?” Jefa tiba-tiba saja mengagetkanku. Aku tidak terlalu peduli dengan apa yang ia katakan dan ucapkan, asalkan aku sedang tidak mengamuk saat itu, hahaha. “Tenang saja, teh mawarnya nggak bakalan kujadiin produk yang terbatas kok, hanya saja kan bahan-bahannya yang bikin susah didapet Jef.” Ucapku sambil menenangkan dirinya. “Kamu dari dulu aku udah nawarin kamu kebun mawar 2 hektar, tapi masih aja nggak mau!” Marah Jefa. “Haduh, kan kamu tahu kan kalau aku nggak suka nyusahin orang lain, apalagi sahabat dekatku kayak kamu Jef.” “Eh, sahabat dekat yah hehe.” Jefa tersipu malu.
“Tapi aku selalu penasaran Flor, kamu dapat resep tehnya itu dari mana sih? Kok bisa uenak banget!” Heran Jefa. Aku hanya tersenyum. Bisa-bisanya Jefa tidak menyadari hal itu. Padahal kan, resepnya selalu berada di meja kerjaku. Aku pun menjawabnya dengan, “Dari kebun mawar Jef.”
Cerpen Karangan: Puruhitatapin Blog: ceritatapin.blogspot.com
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 31 Mei 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com