Nama saya Yura Akistha Nimero. Panggil saja Yura. Saya duduk di bangku SMP tepatnya kelas 7. Saya memiliki seorang sahabat bernama Glory Flora. Panggil saja Flora. Aku dan Flora sudah sangat dekat. Dari TK hingga SMP kami selalu bersama. Kami tinggal bersebelahan. Keluarga kami sudah saling dekat layaknya keluarga. Biasanya kami selalu berbagi makanan atau makan malam bersama setiap hari Kamis malam. Kadang kami juga saling menginap.
Namun kami berbeda keyakinan. Itulah yang membuatku kadang heran. Mengapa Flora mau bersahabat denganku padahal keyakinan kami berbeda? Kutanya hal ini kepada ibunya Flora. Jujur saja aku tak berani berkata seperti ini kepada Flora. Aku takut, bila persahabatan kami hancur hanya karena hal sepele.
“Tante, maaf aku boleh tanya gak? Mengapa sih Flora mau bersahabat denganku padahal kita kan berbeda keyakinan?” Ucapku. “Owh, soal itu. Kadang kalau kau mau tau Flora juga sering bertanya kepada ibumu. Bila Tante lihat lihat, sepertinya dia sudah menganggap kamu sebagai keluarganya sendiri. Jadi mungkin itu yang menyebabkannya mau bersahabat denganmu” ucap Tante Linda. “Jadi begitu ya Tante? Em, Floranya ada?” Ucapku. “Ada kok nak, bentar ya, Tante panggilin” tambah Tante Linda. Aku menunggu sejenak sambil menyantap kue coklat yang dibuat oleh Tante Linda.
“Hey Yura? Kok kesini gak bilang bilang?” Ucap Flora. “Hehe, maaf ya, Aku saja habis bangun tidur langsung kesini gak pakai pikir panjang” ucapku. Jujur saja, aku berbohong pada Flora. Sebenarnya aku habis berpikir panjang dan memutuskan untuk pergi kesini dengan tujuan bertanya kepada Tante Linda. “Owh, yaudah dech kalau gitu. Jalan-jalan kuy?” Ucap Flora. “Okeh, boleh juga” kataku.
Kamipun jalan-jalan ke taman dekat perumahan. Kami duduk disitu sambil menikmati indahnya matahari terbenam. “Eh, flor?” Ucapku. “Iya Yuraku sayang terimut imut terucul ucul?” Ucap Flora. “Kamu kalau sudah besar mau jadi apa?” Ucapku. “Mungkin jadi astronot, kalau kamu?” ucap Flora. “Aku pengen jadi..” tiba-tiba ada suara dari arah rumput dibelakang. Ternyata ada seorang pemulung disana. “Huh.. kukira ada apa” ucapku lega. “Memang kau kira itu apa?” Ucap Flora. “Ya, semacam hantu” ucapku. “Huahahaha kamu itu gimana sih Yura? Masa hari gini ada hantu?” Ucap Flora meledek ku. “Ah, ya sudahlah, yuk pulang? Ini udah malam lho” ucapku. “Memangnya kita disini berapa detik?” Ucap Flora. “Yaelah, sudah 1 jam tau” ucapku. “Hehe, cuma cek aja kamu pintarnya masih stabil atau kagak” ucap Flora. “Ish apa kamu bilang?!!!” Ucapku marah. Aku lari mengejar Flora hingga sampai di rumah. “Tolong-tolong ada beruang galak!!” ucap Flora. “Ash, Flora kubalas kau nanti” ucapku sangat kesal. Namun ketika aku berlari sedikit lebih kencang, aku tersandung plastik putih. “Brak!” Itulah yang aku dengar terakhir.
Aku bangun dan mendapati diriku sedang terbaring di kasur kamar. “Ya ampun, kepalaku pusing sekali” ucapku. “Nak, kamu sudah sadar? Tadi Flora bilang kalau kamu tersandung plastik putih milik pemulung. Pemulung itu minta maaf kepadamu tapi dia harus cepat-cepat pergi karena malam sudah tiba. Dia hanya memberimu plastik tersebut untukmu” ucap ibuku. “Em, ya sudah Bu. Aku mau tidur lagi ya” Ucapku. “Baiklah nak, selamat malam” ucap ibuku sambil mencium jidatku. Ibuku mematikan lampu dan pergi meninggalkanku.
Pelan-pelan aku membuka plastik putih itu. “Ternyata plastik ini milik pemulung, kira-kira isinya apa ya?” Pikirku. “Srek” suara plastik itu begitu berisik. “Dug dug dug” jantungku berdegup kencang. “Apa?!!” Dengan cepat aku menutup mulutku. Aku kaget setengah sadar. Aku ingin pingsan tapi tak bisa. “Aku heran, mengapa pemulung itu memberiku boneka kumuh ini?” Pikirku. Aku berjalan pelan-pelan menuju arah kamar mandi. Kumandikan boneka itu dan kutaruh di dekat jendela.
Karena ini sudah jam 9 malam, aku kembali tidur. “Selamat malam dunia” ucapku pelan. Mataku tertutup dengan sendirinya karena tak kuat menahan kantuk.
“Tok..tok..” aku terbangun setengah sadar. “Iya? Siapa? Ibu? Itu ibu kan? Hoam..” ucapku menahan kantuk. “Tok.. tok..” suara itu terdengar lagi. “Argh! Siapa sih yang berisik?” Dengan cepat aku membuka pintu kamarku. “Eh, kenapa tidak ada orang?” Ucapku heran. Kutengok jendela dan suara itu muncul lagi. Saat kubalikan badan aku terkejut sekali. “Ibu? Apa yang ibu lakukan tengah malam begini?” Ucapku sambil terengah-engah. “Nak, justru ibu yang mau tanya kenapa kamu berisik sekali?” Ucap ibuku. “Tak apa bu.. hanya mengigau” ucapku. “Ya sudah, ibu mau ke kamar dulu ya?” Ucap ibu. “Iya Bu” ucapku. Akupun beranjak ke kasur dan tertidur kembali.
“Tok.. tok..” suara itu terdengar kembali. Kututup telingaku menggunakan bantal. “Tok.. tok” aku takut dan tak bisa apa-apa. Aku memutuskan untuk mendekati suara itu. Kukira itu dari jendela ternyata dari cermin kamarku. Kutengok dan kupegang cermin itu. Tanganku ditarik masuk namun aku mencoba untuk melepaskannya. Dinding kamarku mulai menyempit dan aku sadar bahwa cermin itu tersenyum.
“Dyar!” Cermin itu kutendang dan semua kembali normal. “Huh.. huh.. huh..” nafasku terengah-engah. Boneka milik pemulung itu datang menghampiriku. Kepalanya mengangguk angguk dan tangannya mencoba memegang tanganku. “S…siapa kau?”ucapku ketakutan. Tiba tiba dia menjelma menjadi sosok wanita cantik berlumuran darah. “Panggil aku Angelina”
BERSAMBUNG.
Cerpen Karangan: Thalita N.B Blog / Facebook: samanthariyanti[-at-]gmail.com