Sore itu, sekitar pukul 17.00 di sekolah, ketika aku selesai mengikuti les tambahan, bel mulai berbunyi. Pertanda waktu untuk pulang “Tringgg” Aku berkemas dan siap untuk pulang
“Woi Ra, mau bareng gak? Gua tadi pagi liat lu jalan kaki, pasti sekarang mau pulang jalan kaki kan” “Eh Putra, gak usah Put makasih, aku jalan kaki aja gak apa-apa kok” “Beneran? Tumben, motor lu mana?” “Mogok, tadi pagi gua bawa ke bengkel” “Ohh, gak apa-apa nih gua tinggal? Mau maghrib loh ini, gak baik cewe jalan sendiri” “Iya gak apa-apa, santai aja gua cewe pemberani” “Hahahaha, iya udah deh, duluan ya” “Iya”
Aku pergi meninggalkan kelas dan berjalan menuju gerbang sekolah, setelah melewati gerbang sekolah aku melanjutkan perjalananku untuk pulang. Suasana terasa begitu ramai, banyak siswa-siswi berlalu lalang di sepanjang jalan, ada yang jalan kaki, bersepeda, dan menaiki sepeda motor.
Di tengah perjalanan aku berpikir untuk melewati jalan pintas yang biasa kulalui waktu dulu.
“Duh badan gua kok kerasa capek banget hari ini, apa gara-gara udah gak kebiasa pulang jalan kaki? atau karena siksaan batin dari 3 mapel hari ini? MATEMATIKA, SEJARAH dan FISIKA, haha membunuh gua secara perlahan. Pengen cepet-cepet pulang deh terus ngerebahin nih badan di kasur, apa gua lewat kebon bambu aja kali ya.. dah lama gak lewat situ, kalo lewat situ mungkin bakal lebih cepet daripada jalan yang biasa gua laluin pake sepeda motor”.
Aku pun memutuskan untuk pergi melewati kebon bambu itu. Setibanya di depan jalan menuju dalam kebon bambu itu, aku sudah bisa melihat bambu-bambu yang begitu besar dan tinggi bergoyang-goyang ke kanan dan ke kiri karena hembusan angin. Aku menelan ludah ku melihat bambu-bamu itu.
“Kok jadi merinding sih, sama kenapa tiba-tiba jadi agak mendung, gak biasanya gua jadi ngerasa gini kalo lewat sini”. Aku memegangi dan menggosok leher ku. “Apa gua gak jadi lewat sini aja ya. Tapi masa puter balik sih, udah jalan jauh gini, bisa jadi kerupuk nih badan kalo jalan balik lagi”. “Terobos aja lah”.
Aku pun memberanikan diri dan mulai memasuki kebon bambu itu, aku mengikuti jalan setapak yang masuk menuju kebon bambu tersebut.
Suasana benar-benar menjadi sangat berubah dari sebelumnya. Di kanan dan kiriku hanya ada bambu-bambu besar yang tinggi, tidak ada satu pun orang yang lewat, hanya ada aku sendiri. Angin dingin berhembus pelan mengenai seluruh badanku, bambu-bambu bergoyang ke kanan dan ke kiri terkena hembusan angin. “Kretek.. Tek… Tek… Tek…Tek …”. Suara bambu-bambu yang bergoyang itu semakin lama semakin pelan suaranya. Hampir disetiap perjalanan aku mendengar suara bambu itu.
“Kresek, kresek, kresek”. Suara daun yang berjatuhan atau mungkin suara daun yang yang diinjak? serta bisikan dan suara aneh yang tidak jelas terus terdengar oleh telingaku
Aku melihat ke kanan dan ke kiri tetapi tidak ada siapapun. Tiba-tiba aku mencium bau wangi bunga Kamboja serta bau kemenyan yang familiar dengan kedatangan makhluk halus. Aku mulai terganggu dengan hal-hal itu, bulu kudukku berdiri. Aku menundukkan kepalaku dan sedikit memejamkan mataku sambil terus berjalan.
Sudah tiga menit lebih aku berjalan dengan kepala menunduk dan mata sedikit terpejam. Tetapi suara bambu, daun, bau wangi dan bisikan aneh tadi belum hilang, seolah mengikutiku. Sedangkan suasana terasa semakin menjadi gelap, aku berusaha memberanikan diri melihat kedepan untuk mengetahui jalan keluar dari kebon bambu ini sudah terlihat atau tidak dan kurang berapa lama lagi aku harus berjalan. Ternyata jalan keluar kebon bambu terlihat tidak begitu jauh, aku merasa lega.
Tapi tidak selega itu, ketika selama perjalananku di kebon bambu aku tidak sendiri, melainkan ditemani oleh sesosok makhluk halus, di pojok mata kiri penglihatanku, aku melihat sosok perempuan berbaju putih lusuh, berambut panjang tidak beraturan dan acak-acakkan, mata melotot dengan air mata darah ke arahku serta mulut yang terlihat sobek tidak jauh berada di depanku, makhluk itu duduk diatas diantara bambu-bambu yang ada di kebon itu. Tanpa kusadari aku juga menatapnya dan makhluk itu tersenyum lebar kepadaku dengan mata yang tetap melotot.
Aku kaget dengan hal itu lalu berteriak histeris dan segera berlari sekuat tenaga dengan kepala menunduk, aku tidak berani bertatapan dengan makhluk itu lagi. Aku tidak peduli apakah aku sudah melewatinya atau sudah sampai di luar jalan kebon bambu. Tiba-tiba aku terjatuh, bruk, di tanah. Aku menoleh ke belakang, namun makhluk itu sudah tidak ada, kulihat kedepan ternyata aku sudah sampai di jalan luar kebon bambu, terlihat jalan desa dan beberapa rumah warga tidak jauh dari luar kebon bambu. Aku segera berdiri dan mulai berlari lagi dengan sisa tenagaku.
Ketika sampai di pinggir jalan desa, aku menoleh lagi kebelakang, entah apa yang kupikirkan, aku pikir kejadian tadi hanyalah halusinasiku. Betapa terkejutnya aku ketika mataku melihat sosok perempuan tadi duduk di tempat yang sama dan menoleh pelan ke arahku dengan arah 360° dan tersenyum lebar lagi ke arahku. Kali ini aku tidak lari aku menggosok mataku, dan betapa anehnya makhluk itu tiba-tiba menghilang lagi, aku kebingungan.
“Woi Ra!”. Putra menepuk pundakku dengan keras, aku kaget dan langsung menoleh ke arah putra “Eh Putra, ng-ngapain put”. Tanyaku “Ya lu ngapain di depan kebon bambu, lu pasti habis lewat tuh kebon kan?” “Hehe, kok tau sih” “Nih anak gak tau takut apa, udah besok lain kali kalo gak bawa sepeda motor mending bareng gua aja, lu tadi gak kenapa-napa kan pas lewat situ?” “Ng-nggak kok, aman aja”. Aku berbohong kepada Putra “Ya udah naik sini, bareng gua aja udahmau maghrib ini”
“Eh iya, omong-omong habis dari mana Put, kok baru lewat sini, belum ganti seragam juga?”. Aku bertanya sambil menaiki jok belakang sepeda motor “Ohh tadi habis main bentar di rumah temen” “Ohh makasih ya Put, dah mau barengi, padahal kurang dikit lagi udah nyampe rumah” “Haha, iya santai aja”
Begitu lah akhir cerita hororku di kebon bambu, aku berharap sosok itu tidak mengikutiku dan tidak memperlihatkan dirinya lagi di hadapanku.
Cerpen Karangan: Aika Aulia Az Zahra Blog / Facebook: Aika