Jembatan Sukuh adalah jembatan yang tidak asing oleh penduduk sekitar sungai. Tapi itu cerita saat aku masih kecil. Kira-kira umurku 7 tahun saat itu. Aku juga tidak tau apakah itu hanya rumor atau bukan. Tapi karena aku masih polos jadi aku mempercayai kata-kata itu.
Saat aku sedang bermain dengan teman-teman di halaman rumah seorang kakek. Kami suka bermain permainan tradisional yang disebut gasing. Tapi kami menyebutnya kekean.
“Hei kau curang ini bukan giliranmu,” kata Hamid yang membentak Rudi karena curang. “Apa yang kau bicarakan ini giliranku,” Rudi menjawab dengan nada yang agak tinggi. “Heh sudah-sudah jangan bertengkar,” mereka pun terdiam. “Gimana kalo main yang lain,” kataku lagi.
Akhirnya kami setuju dan mulai bermain kelereng. Memang Hamid dan Rudi tidak begitu akur, tapi mereka akan berbaikan lagi yah namanya juga teman selalu ada konflik.
Kami main sampai sore, yah karena besok hari minggu jadi tidak masalah. Kami sehabis main biasanya ke sungai. Sungai itu berada dibawah jembatan sukuh. Rumornya memang ada ular Ghaib ciri-cirinya yah besar, panjang, berwarna putih dan ada corak hitamnya. Namun nyatanya ada orang yang masih suka mandi disitu. Memang benar sungainya jernih makanya banyak yang suka mandi di sungai itu. “menyegarkan,” kata orang-orang.
“Hei Hamid ayok lah kita nyebur tunggu apa lagi,” seru Rudi yang sudah nyebur terlebih dahulu. “Sabarlah kau,” kata Rudi.
Aku tidak mau kalah aku sudah nyebur terlebih dahulu dibanding Hamid. Sungainya memang menyegarkan seperti kata orang-orang. Biasanya yang mandi disini kebanyakan orang yang habis dari sawah. wuhhh memang enak sekali abis berkeringat karena ke sawah, melepas penat ke sungai.
“Hei untuk kegiatan besok kan hari minggu nah gimana kalo kita mancing aja,” ajak Hamid. “Ide bagus, tapi jam berapa mancingnya,” tanya Rudi. “Emmm gimana kalo jam satu siang,” jawab Hamid.
Saat itu aku teringat akan perkataan orang-orang. Yaitu kalau ke sungai dari jam duabelas siang sampai jam dua siang. Kata mereka biasanya ular ghaib keluar. “Hamid kalo ke sungai jam satu siang ada ular ghaib,” kataku. “Halah kau nih itu kan hanya rumor belaka,” sahut Hamid. Hah Hamid memang sedikit keras kepala jadi aku akan mengikutinya saja. Dirasa sudah cukup berendam di sungai kami pulang ke rumah masing-masing.
Sampai di rumah aku ganti baju dan sholat ashar. Selesai sholat aku mengaji sebentar. Tak terasa sudah azan magrib, aku dan ayahku pergi ke masjid untuk sholat berjamaah.
Habis magrib biasanya aku belajar tapi dikarenakan besok minggu yah sudah jadi kebiasaanku kalau malam minggu tidak belajar. Saat itu aku nonton TV yah saat itu kakakku pulang dari kerja. Biasannya aku minta dipinjamkan HP yah karena besok minggu jadi aku dipinjami. Kakakku terlihat lelah jadi dia beristirahat. Aku bermain HP dan bermain game mobil mobilan kesuakaanku. Tak terasa sudah jam delapan sembilan malam dan aku harus tidur sebelum dimarahi ibu.
Keesokan paginya aku membantu orang tuaku seperti menyapu, cuci piring dan lain lain. Aku olahraga pagi bersepeda bersama dua orang teman baiku Rudi dan Hamid. Kami bersepeda tidak perlu jauh-jauh hanya mengitari satu kampong. Terkadang kami mampir ke warung untuk beli sari kedelai. Sari kedelai kesukaanku adalah sari kedelai gula merah.
“ouh segar sekali,” kataku. “Yah kau benar,” kata Hamid.
Kami melanjutkan bersepeda kali ini kami pulang ke rumah masing masing .Aku keburu lapar karena lupa makan sebelum keluar tadi. Aku mengambil piring, membuka tudung saji, mengambil lauk pauk dan juga nasi. Aku menyantap makanan dengan lahap karena aku sangat lapar. Setelah kenyang nonton TV acara kesukaanku dimalam minggu. Jam sembilan teman teman menjemput hendak bermain.
“Mau main apa Rud,” kataku. “Main jedokan aja,” kata Rudi. “Ya udah cari bambu di kebun yuk banyak,” kataku.
Kami pergi ke kebun mencari bambu yang bagus. Jedokan adalah permainan jaman dulu yang terbuat dari bambu kecil yang disodok oleh bambu kecil lainnya. Kami meminta pakdhe buatkan setelah kami dapat bambunya. Kami juga membantu pakdhe membuatkannya untuk kami. Kami bermain bersama-sama.
“Hei, jangan kenain kepala dong,” teriak Rudi. “Cengeng padahal pelurunya cuma kertas basah doang,” kata Hamid. “Hah mereka mulai lagi,” kataku.
Siang hari di jam satu siang sesuai kesepakatan kami, kami ke sungai bersama. Kami membawa pancingan dan umpan. Kami memancing tidak begitu lama sesuai dugaanku tidak begitu lama muncul sesosok ular warna putih sesuai kata orang-orang.
“Mid, Hamid itu ular ghaibnya Mid,” kataku. “I-iya besar sekali,” kata Hamid Kami bertiga sontak lari terbirit-birit kami lari ke rumah masing-masing.
Tiba-tiba pada sore harinya badan mereka panas muka mereka pucat mereka seolah masih meratapi sesosok ular besar tadi. Saat mereka ditanya mereka bilang mereka melihat sesosok ular besar yang siap melahap mereka saat mereka memancing.
Orangtua mereka terkejut begitu juga orangtuaku. Katanya sesosok ular ghaib itu sebenarnya adalah siluman. Kalau malam tertentu dia berubah menjadi sosok cantik baju putih serta selendang putih. Kakekku yang mendengar itu juga sontak terkejut dan berkata. “Kita harus membawa sesajen untuk ular itu,”
Mereka bergegas ke jembatan sungai dengan membawa sesajan yang ada. Alangkah terkejutnya di sana ada sesosok wanita dengan baju putih menghilang dalam sekejap.
Cerpen Karangan: Mohammad Nizar Blog / Facebook: muhammad nizar SMPN 1 PURI