Aku buka mataku pelan pelan, kepalaku terasa pening. Aku terbangun kaget karena tidur di bawah pohon. Aku lupa mengapa aku bisa tertidur disini? Semakin berusaha mengingat kepalaku semakin pusing.
Aku mencoba berdiri walaupun sekujur tubuhku terasa sakit dan anehnya, tubuhku terasa ringan. Kulangkahkan kaki untuk pulang ke rumah namun, tak jauh dari pohon itu terlihat kerumunan orang mengelilingi sesuatu. Aku menghampiri mereka dan bertanya. “Permisi pak! ini ada apa kok ramai?” tanyaku kepada seorang bapak tua namun, bukannya dijawab malah pergi tanpa menghiraukan pertanyaanku. Aku mendengus kesal.
Mataku mencari celah untuk melihat kejadian apa yang sedang terjadi, namun terlalu banyak orang berdesak desakan sehingga aku memutuskan untuk pulang karna tak ada gunanya terus berdiri di sini tanpa mengetahui sesuatu. Orang yang kutanyai tak satu pun menjawab. Aku seperti tidak ada bagi mereka!.
Sebelum kubalikkan badan, aku mendengar obrolan ibu ibu yang mengatakan bahwa ada seorang gadis dibunuh oleh kekasihnya. Aku menyimak percakapan itu sampai terdengar suara ambulans datang. Gadis itu pun diangkat oleh para perawat dan dimasukkan ke dalam mobil. Wajahnya tak begitu jelas karena begitu banyak darah yang membasahi sekujur tubuhnya. Aku prihatin karna di usianya yang masih muda, dia harus mati mengenaskan.
“Semua orang pasti akan merasakan kematian begitupun aku, kematian akan tiba! Kita sebagai manusia hanya menunggu malaikat maut menjemput” ucapku dalam hati. Setelah itu, kulanjutkan niatku untuk pulang. “Sungguh kasihan gadis itu! Cinta yang ia harapkan menjadi malapetaka di hidupnya, menyisakan penyesalan dan berujung pengkhianatan”.
Sepanjang perjalanan aku habiskan waktu dengan memikirkan pembunuhan itu sampai tak sadar bahwa sudah tiba di rumah. Aku mengetuk pintu dan mengucap salam namun, tak seorang pun menjawab lalu, kubuka pintu yang ternyata tidak dikunci. Ruangan tamu sangat sepi, biasanya ada adikku yang bermain di sini, ayah yang tak luput membaca koran, ibu yang sangat setia menemani dapur, kakek dan nenek yang bercanda, sekarang tidak ada. Kemana mereka semua?. Aku yang tak ingin ambil pusing langsung menuju kamar untuk rebahan.
“Aaaa!” jeritan dan tangisan membuatku terbangun dari tidur dengan kaget, lalu kupaksakan kaki untuk melangkah ke luar kamar. Terlihat banyak orang mengelilingi sesuatu yang ditutup kain panjang dan bentuknya menyerupai orang. “Ah tidak! Apa mungkin ada yang meninggal” pikirku.
Bendera kuning yang berada di pintu memperjelas dugaanku bahwa ada orang meninggal. Kuhitung semua keluargaku takut, diantara mereka ada yang meninggal namun, semuanya lengkap. Lalu siapa?.
Seorang pria tinggi putih dengan tangan yang diborgol memasuki ruangan diikuti dua polisi. Rautnya terlihat menyesal dan sedih yang mendalam. Dia menghampiri mayat itu, lalu membuka kain yang menutupi wajah. Aku kaget melihat mayat itu yang ternyata seorang gadis yang dibunuh tadi pagi.
“Yura, maafkan aku!” aku dibuat semakin kaget dengan ucapan pria itu.
“Bukankah itu namaku!”
Cerpen Karangan: Ummu Aminatuz Zahroh