Pada saat aku masi kecil. Orangtuaku mengajakku pindah ke rumah baru karena rumah yang aku tinggali bersama dengan keluargaku sudah habis kontrak. Pada saat itu, orangtuaku tidak punya cukup uang untuk membeli sebuah rumah yang bisa layak huni. Setelah beberapa hari menginap di rumahnya nenek. Ayahku mendapat telepon dari salah seorang temanya yang mengatakan bahwa ada sebuah rumah Besar yang dijual dengan harga yang sangat murah.
“Kita akan segera pindah ke Rumah yang besar dan harganya murah,“ kata Ayahku. “Pindah rumah ke daerah mana Yah?” kataku. “Di daerah terpencil dekat Danau Riverlands,“ ucap Ayahku. “Kapan kita akan pindah ke sana Yah?” Sahut Ibuku dengan mukanya yang sangat tidak sabar. “Besok kita akan berangkat kesana” “sekarang kita beres-beres barang dahulu”, tambah Ayahku.
Hari keesokanya pagi-pagi sekali aku sudah dibangunkan oleh ibuku. Dengan wajah yang semrawut, aku berjalan menuju kamar mandi untuk menyegarkan badanku. Setelah selesai dari kamar mandi, aku langsung bergegas ganti baju dan langsung berpamitan kepada Nenekku.
“Hati-hati di jalan yaaa, Semoga kalian semua selamat sampai tujuan, Bersenang-senanglah di rumah baru kalian” Kata Nenekku.
“Ya Nek, Kami berangkat dulu yahh”, “Dadaaahh” ucap kami bersama dengan kompak.
Kami pun memulai perjalanan dengan serangkaian ucapan doa agar selamat sampai tujuan. Jika dilihat dari rumah Nenekku, perjalanannya kira-kira membutuhkan waktu sekitar 9 jam perjalanan. Ya ini memang perjalanan yang cukup melelahkan, tetapi kita harus melakukanya agar bisa mendapatkan tempat untuk berteduh dari panasnya matahari dan dinginya malam.
Setelah perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya kami masuk ke daerah terpencil yang dinamai dengan Riverlands. “Ini yang disebut daerah Riverlands?” kataku “ya kelihatan sangat mengerikan” sahut Ibuku Bagaimana tidak, tempat itu dikelilingi dengan hutan lebat. sepanjang perjalanan aku hanya melihat pepohonan besar di kiri dan kanan jalan tanpa ada penerangan jalan sedikit pun.
Akhirnya kami pun sampai pada tujuan yang dimaksud. Bangunan itu kelihatan sangat megah dengan dikelilingi hamparan rumput yang sangat luas sekali. Kami turun dan mencoba untuk melihat sekeliling dari rumah tersebut sambil bergumam dan bertanya-tanya “Siapa yang mampu untuk membuat ‘RUMAH’ sebesar ini”.
Ayahku sedang berbincang-bincang dengan Sang pemilik rumah sebelumnya yaitu Mr. Frederick Johansson. “Kenapa anda meninggalkan Rumah yang sebesar ini?” kata Ayahku. “Ya ngga kenapa-napa aja, cuman gitu Kita disini sering merasa ngga enak. kadang sering juga digangu dengan hal yang ngga masuk akal” ucap Mr. Frederick “Anda tinggal disini sudah berapa lama tuan?” “Sekitar tiga bulanan baru disini dan aku ingin memberitahumu sesuatu” Dengan wajah yang sangat terburu-buru Mr. Frederick berusaha membisikkan sesuatu hal di telinga ayahku.
“Apapun yang terjadi disini dan seberbahayanya sesuatu itu janganlah kamu dan keluargamu sekali-kali mencoba masuk ke dalam loteng Rumah itu” “Apa yang salah dengan loteng itu?” kata Ayahku dengan ter heran Tidak sempat menjawab Mr. Frederick langsung pergi ke mobilnya dan mengucapkan selamat tinggal kepada kami.
“Apa yang terjadi Yah?” tanyaku “Tidak apa-apa semuanya baik baik saja ayo kita masuk ke dalam,” ucap Ayahku untuk berusaha menghilangkan rasa penasaranya dan mencoba untuk menjagaku dari hal yang buruk.
Kami pun masuk ke dalam Rumah besar tersebut dan memang terlihat sangat klasik dan kuno seperti rumah orang kaya pada zaman dahulu. Masih banyak barang antik yang ada di rumah ini seperti kursi kayu, ukiran antik, jam besar dan masih banyak lagi lainya.
Aku pun mencari kamar tidur untukku sendiri dan itu letaknya ada di lantai tiga rumah tersebut. Kamarnya pun cukup besar dan sebenarnya muat untuk beberapa orang. yang menarik perhatianku adalah sebuah kaca besar yang terdapat persis di depan kasurku. aku pun mencoba mendekat untuk memeriksanya dan tiba tiba sebuah bayangan seorang lelaki kurus dengan wajah yang sangat tidak ingin dilihat oleh orang lain. Berwajah seperti orang yang habis terkena hukuman mati, wajahnya ditutupi dengan lumuran darah serta bentuk rambut tak terurus selama bertahun-tahun lamanya. Dia meronta-ronta kesakitan dengan mengatakan hal yang tidak aku pahami. Dan ini akan menjadi satu-satunya wajah seseorang yang tidak akan aku lupakan sampai kapanpun.
Akupun seketika terdiam dan tidak bisa berkata apapun. Akupun mencoba untuk berpikir positif akan sesuatu hal yang baru saja menimpa diriku. seolah tidak ada apa apa, akupun keluar dari kamarku untuk mengajak ibuku untuk membuat makan malam.
Untuk saat ini, memang persediaan bahan makanan masih kurang mencukupi, jadi kami mengambil sisa makanan yang ada di mobil. Saat aku keluar dari Rumah itu aku hanya melihat sebuah hamparan rumput yang ditutupi oleh gelapnya sinar malam tanpa ada sedikitpun penerangan ada di sana. Aku pun pergi ke mobil untuk mengambil makanan yang ada di bagasi mobil dan tiba-tiba angin kencang berhembus dari belakang punggungku seakan-akan ingin menusukku dari belakang. Aku pun bergegas kembali ke dalam Rumah tersebut dan tiba-tiba, aku mendengar teriakan seorang anak kecil yang berada di tengah hamparan rumput tersebut dan dia seolah-olah berusaha untuk melawan angin kuat tersebut.
Tanpa pikir panjang, akupun berusaha menghampiri anak tersebut untuk membawanya pergi dari tempat itu. Tetapi, bukanya malah mendekat, Ia malah berusaha menjauhiku dan berkata “menjauhlah dariku dan jangan pernah kembali ke sini lagi!” Seketika itu akupun berhenti berlari dan aku mendengar suara sayup-sayup Orangtuaku berteriak dari depan rumah, Akupun menoleh lagi kearah anak kecil tadi berlari dan ternyata anak itu sudah tidak ada di depanku.
Anginpun masih bertiup kencang dan aku seolah-olah tidak menghiraukan angin itu karena hal yang “Lagi-Lagi” terjadi padaku. Akupun berjalan dengan perasaan yang tidak terarah, serta pikiranku yang bergumam akan hal itu.
“Apa yang membuatmu berlari ke tengah halaman itu?” Tanya Ibuku “Aku melihat ada seorang anak kecil yang sedang berteriak, jadi aku menghampirinya siapa tahu dia membutuhkan pertolongan” sahutku dengan wajah tatapan yang kosong. “bagaimana bisa ada anak kecil malam-malam bermain di tengah lapangan sendirian?” Ayahku “Aku juga tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi” tambahku “Sudah jangan menghayal yang tidak-tidak” Ibuku “Cukup-cukup, jangan dibicarakan terus, mari kita masuk ke dalam Rumah, ini sudah mau hujan” kata Ayahku yang mencoba menghentikan percakapan kita semua tentang hal itu tadi.
Hujan deraspun mengguyur daerah ini seolah-olah tempat ini menjadi daerah yang sangat mencekamkan bagi siapapun yang datang kemari. “Sudah jangan melamun teruss, habis makan langsung pergi tidur, besok pagi-pagi sekali Ibu akan mengantarmu ke sekolah terdekat yang ada di sekitar sini, jadi bersiap-siaplah” Mendengar kata itu, Aku sedikit merasa lega karena Aku tidak terus-menerus berada di tempat yang seperti ini.
Pada hari berikutnya, Aku diantar ke sekolah dengan ibuku. Sesampainya disana Aku bertemu dengan banyak siswa lain yang kelihatanya menatapku dengan rasa penasaran dan terheran-heran. Sedikit terdengar dari percakapan mereka semua yang mengatakan, “Ehhh, itu adalah anak baru yang berasal dari kota yang mendiami Rumah berhantu Riverlands” Sejenak aku berpikir, “Apakah mereka tahu tentang semua cerita Rumah itu?”
Setelah semua kegiatan di Sekolah berakhir, Aku pun pulang ke Rumah itu dengan berjalan kaki “Heyyyy tunggu akuuu” terdengar suara orang memanggilku dari belakang. “Heyy, kenalin aku matthew, ehh dan siapa namamu? “Namaku John” itulah pertama kali aku menyebutkan namaku pada orang sekitar sini “Apakah kamu yang tinggal di Rumah besar di tepian danau itu?” “Iya, kamu tahu dari mana kalau aku tinggal disitu?” “Semua orang di sekolah tadi membicarakanmu” “Ohhh iyaa?” walaupun dalam hatiku sudah tau, tetapi aku tidak berani lancang-lancang pada orang lokal. “Mengapa kamu tanya soal Rumahku Matthew?” “Ehhh tidak apa-apa, aku cuman mau tanya aja” jawab matthew dengan wajah yang ragu seakan-akan menyembunyikan sesuatu dariku. “Sudah dulu ya, aku juga mau pulang sampai jumpa di sekolah besok, hati-hati di jalan john” tutup percakapan matthew kepadaku. “Iyaa sampai jumpa” jawabku
Hari demi hari sudah berlalu, dan ternyata tidak ada hal-hal janggal yang terjadi. Cuma sesuatu-sesuatu kecil saja seperti suara di atap Rumah itu. Dan aku masih bisa menoleransi akan hal itu dan berpikir “Aaaaahhh itu Cuma tikus sajaaa”
Hari keempat sudah kulakukan di sekolah ini. Aku sudah berani untuk bertanya-tanya kepada guruku mengenai Rumah itu, Aku beusaha untuk mencari informasi yang sudah ada, barangkali orang-orang lokal seperti guruku tahu. Tetapi, tidak ada satupun Guruku yang mengetahuinya.
Akan tetapi ada salah seorang Guru yang belum aku tanyai akan hal itu. Dia-lah Mr. Robert D. Naier. Dia adalah seoarng guru psikolog di sekolahku. Dia adalah salah satu guru yang ditakuti oleh semua murid di sekolah setelah Ibu Kepala Sekolah kami, Mrs Rossaline.
Ruangannya terletak terpisah dari kantor guru, dikarenakan guru psikolog adalah guru yang mengurusi anak-anak yang sedang bermasalah, lebih tetpatnya seperti guru BK.
Aku mendatangi ruanganya, tetapi tidak ada orangnya disana. Akupun pulang dengan rasa berharap yang sangat tinggi, siapa tahu hanya dialah satu-satunya oranh yang tahu akan sesuatu hal yang berhubungan dengan Rumah itu.
Sepulang dari sekolah, Aku mendapati Rumahku kosong, tidak ada siapapun di rumah. Aku pun berpikir mungkin mereka sedang keluar. Ternyata mereka semua berada di halaman belakang Rumah.
“Apa yang sedang kalian lakukan?” Aku bertanya “Kami sedang menggali sesuatu” “Kenapa kalian melakukan ituu?” Tanyaku dengan terheran-heran “Entahlah, hanya saja Ibu lihat tadi ada sekumpulan gagak yang sedang berkumpul di satu tempat, jangan-jangan ada sesuatu yang terkubur di bawah sini” “Apakah Ayah menemukan sesuatu?” “Tidak apa-apa, hanya saja Ayah menemukan…”
-BERSAMBUNG-
Cerpen Karangan: Lazuardi Fattah , SMPN 1 Puri Blog / Facebook: lazuardi fattah