Hari ini sangat melelahkan. Aku menaiki tangga untuk masuk ke kamarku. Pelajaran hari ini sungguh menyiksaku. Tiba-tiba ulangan harian dadakan, itu yang sangat aku benci. Aku membuka pintu kamarku dan langsung merebahkan diriku di atas kasur king size milikku. Suara notifikasi terdengar dari handphoneku. Aku membuka aplikasi WhatsApp dan menampakkan dua pesan dari Karina. Karina tiba-tiba meneleponku, tanpa pikir panjang aku mengangkat panggilan itu.
“Halo Viona” “Hai, ada apa Rin?” tanyaku to the point. “Eh nanti ada pasar malam loh” jawabnya yang terdengar sangat antusias. “Ya terus?” “Ayo kita ke sana” “Ah tidak, kamu saja. Aku lagi lelah hari ini” tolakku. “Ayolah Viona, jarang-jarang loh ada pasar malam” bujuk Karina. “Nanti aku kabari lagi” “Oke” “Tapi nan-” belum selesai aku bicara panggilan sudah terputus. Karina memutuskan panggilannya dengan sepihak. Aku mendengus kesal. “Karina selalu ngeselin” gerutuku.
Aku melanjutkan istirahatku yang sempat terganggu oleh Karina. Sampai-sampai aku ketiduran dengan memakai seragam sekolah.
“Viona!” teriak seorang wanita terdengar sangat keras di telingaku. “Heh bangun! Sudah sore ini” Aku membuka mata sebentar lalu memejamkannya kembali. “Sebentar” ucapku. “Cepat ganti baju Viona!” “Sebentar Bun, Viona masih ngantuk” “Gak ada alasan, cepat bangun!” pinta bunda. Aku mengkerjap-kerjakapkan penglihatanku yang masih kabur. “Cepat ganti baju Viona” “Iya bun” Bunda keluar dari kamarku. Aku memutar bola mataku malas. “Baru saja bangun tidur sudah diomeli aja” gerutuku.
Aku bangkit dari kasurku lalu menuju kamar mandi. Setelah aku mengganti baju lalu aku turun untuk makan. Di meja makan sudah ada papa dan bunda di sana. “Loh papa sudah pulang?” tanyaku dengan menarik kursi untuk kududuki. “Belum, ini arwahnya papa” celetuk bunda. “Apaan sih bun garing banget” ucapku yang mengundang gelak tawa mereka berdua.
“Eh iya Pa, tadi aku diajak Karina ke pasar malam nanti. Boleh gak Pa?” “Iya bol-” “Gak boleh” potong Bunda. “Aku izinnya ke papa kok bunda yang-” “Pokoknya gak boleh” “Kalau nanti kamu tersesat di sana gimana?” sambung bunda. Aku menghembuskan nafas dengan kasar. “Viona sudah besar bunda” “Kalau udah besar gak mungkin tidur pakai seragam sekolah” protes bunda. “Tadi itu Viona ketiduran bun” elakku. “Halah alasan” “Kok kalian malah berantem?” papa sudah lelah menghadapi kita berdua yang selalu bertengkar mengenai masalah sepele. “Viona kamu papa izinkan” “Bunda jangan posesif ke Viona. Viona sudah besar pasti akan mandiri” lanjut papa. “Ya sudah mari kita makan”
Aku duduk di sofa ruang tamu dengan memainkan handphone milikku. Aku menuju room chat Karina dan menekan tanda telepon. Tak lama, Karina mengangkat panggilanku. “Halo ada apa Viona?” tanya Karina. “Nanti aku bisa” “Hah beneran?” teriaknya histeris. Aku memutar bola mataku malas “iya nanti aku bisa” ulangku. “YEAYY” “……” “Nanti aku jemput, oke bye” Sudah biasa bukan Karina memutuskan sambungan teleponnya sepihak.
Karina menjemputku jam 7 setelah Shalat Isya. Pasar malam itu tak jauh dari rumahku. Karina memarkirkan sepeda motornya dan aku menunggu di depan loket masuk. Kami membeli 2 tiket masuk. Aku dan karina sangat menikmati pasar malam ini.
“Itu mirip kamu ya Viona” ucap Karina dengan menunjuk badut monyet yang sedang menghibur anak-anak. “Ngawur aja” “Kalau yang itu kayak kamu” ucapku dengan menunjuk seorang yang memakai jas oren dengan dasi dan wajahnya dirias seperti badut. Dia memegang banyak balon, akan tetapi balon yang ia pegang semua berwarna merah. Dia menoleh ke arahku seakan dia sadar bahwa aku menunjuknya. Aku segera menurunkan tanganku. “Wajahnya nyeremin ya, padahal itu badut loh” bisik Karina. “Gak usah dipikirin, ayo kita beli jajanan yang ada di situ” ajakku. “Iya ayo” karina menyetujui.
Setelah membeli jajanan, aku dan Karina mencari tempat untuk makan jajanan ini. Aku menoleh ke arah kanan. Aku terkejut di sebelah kananku ada badut dengan wajah seram tadi. Dia melihatku dengan tajam. “Kita ke sana aja yuk Rin” “Kenapa? Enak duduk di sini loh” “Lihat sebelah kananku” Karina menoleh ke arah kanan. “Ada apa?” “Itu ada badut kan?” “Hah? Mana?” Aku menoleh. Kemana perginya badut itu? “Duduk sini aja lah Viona” bujuk Karina. “Ya udah” ucapku pasrah. Aku mulai memakan arum manis yang aku beli tadi. “Aku beli minuman dulu ya Viona” “Iya”
Pasar malam hari ini lumayan ramai orang. Pandanganku terhenti pada badut tadi. Dia menoleh ke arahku. Dengan cepat aku memalingkan wajahku. “Kenapa dia selalu melihatku dengan pandangan seperti itu?” gumamku. “ini minumnya” ucap Karina dengan menyodorkan es boba. “Terima kasih Karina” “Iya”
“Eh Viona, ayo ke rumah hantu itu” “Gak ah, takut” “Gak usah takut kan ada aku” “Halah palingan kamu nanti yang paling histeris” “Gak, ayo” Karina menarik tanganku dengan paksa. Aku hanya bisa pasrah.
Kita masuk ke dalam rumah hantu itu. Walaupun aku takut tapi aku tetap memberanikan diri untuk masuk. Hantu-hantu di sana sangat menakutkan. Ada yang cosplay jadi kuntilanak, pocong, dan teman-temannya. Namun yang aku herankan, badut tadi ikut masuk ke dalam. Aku memberanikan diri mendekatinya.
“Kamu sepertinya mengikuti saya ya?” tanyaku. Karina yang ada di sampingku mengerutkan dahinya. Badut itu diam membisu. Tidak menjawab pertanyaanku atau mengucapkan sepatah kata pun. “Udah ayo keluar” ajak karina dengan wajah ketakutan. Kami pun keluar meninggalkan badut itu. Kami berniat akan pulang. Namun badut itu mendatangiku dan memberikan satu balon merah kepadaku. “Hah ada apa ini?” tanyaku heran. “I will follow you tonight” katanya dengan suara yang mengerikan. “Siapa kamu?” “Your clown tonight”
Aku dan Karina segera menuju parkiran dengan terburu-buru. Kami sangat takut ketika mendengar jawaban badut itu. “Cepetan hidupin sepeda motornya dodol!” “Bentar” Karina melajukan sepeda motor. Entah dia bercanda atau gimana, aku belum naik sudah ditinggal. “WOI AKU BELUM NAIK” teriakku kencang. “Kamu jangan bercanda lah Viona” Dia memundurkan sepeda motornya. Aku naik serta memukul helm yang dikenakan Karina. Karina mengendarai dengan cepat. Aku menoleh ke belakang. Ternyata badut itu berlari mengejar kami. Larinya sangat cepat.
“Dia punya masalah hidup apa sih Rin?” Tanyaku kepada Karina. “Apa aku harus berhenti sekarang agar kamu menanyakan langsung kepadanya?” ujar Karina. “Gak usah, cepetan!”
Tiba-tiba kami menabrak kucing. Kami memberhentikan sepeda motor. “Sial” “Gimana ini? Badutnya makin dekat Rin” “Badutnya bawa pisau!!” teriakku histeris. “Kita harus melawan dia, agar dia gak mengikuti kita terus” “Gimana caranya?” tanyaku “Itu ada dua balok kayu besar. Kita pukul dia pakai itu” “Dia membawa pisau Rin” “Pisaunya satu kan? Dia akan kalah karena kita berdua akan memukulnya dengan balok kayu itu” Aku mengangguk-anggukan kepala tanda aku mengerti apa yang diucapkan Karina.
Aku dan Karina mengambil dua balok kayu besar itu. Badut itu semakin dekat. Tanganku gemetar. Badut itu sudah di hadapan kami. “Kenapa kau mengejar kami?” tanya Karina lantang. “Because i like you” “Sorry I don’t like you” balasku. “Gak usah dibalas Viona” bisik Karina
Tanpa aba-aba Karina memukul tubuh dari badut itu. Aku bengong tak tau apa yang harus aku lakukan sekarang. “Bantu aku Viona!” pinta Karina. “I-iya iya” Aku ikut memukul badut menyeramkan itu. Badut itu tidak melawan kami. Sampai pada akhirnya.
Bugh… Badut itu tersungkur ke tanah. Karina memukul tengkuk belakang badut itu dengan balok kayu. “Apa yang kau lakukan Karina? Kau bisa membunuhnya” “Maafkan aku. Aku tadi refleks memukul tengkuknya” “Ya sudah, ayo kita pergi dari sini!” Karina melajukan sepeda motornya lagi. Badut itu tidak sadar di dekat kucing yang kami tabrak. Sepertinya dia hanya pingsan.
Akhirnya, Kami sudah sampai di rumahku. “Kamu menginap di sini aja ya. Aku khawatir badut itu mengejar kamu lagi” bujukku kepadaku Karina. “Iya deh”
Keesokan harinya, Karina ingin pulang. Aku mengantarkan Karina untuk keluar. Betapa terkejutnya aku ketika membuka pintu dan mendapati kucing yang kami tabrak kemarin. “Viona, apa jangan-jangan badut itu mengikuti kita sampai ke rumahmu?” “Tapi kemarin kan dia pingsan kan Rin” “Ayo segera kubur kucing ini, sebelum tante sama om lihat” “Iya Rin”
Kami mengubur kucing itu di belakang halaman rumahku. Aku menjadi resah kalau badut itu mengetahui rumahku. Aku takut nanti kami akan diteror terus-terusan.
Malam harinya, aku membaca sebuah novel di dekat jendela kamarku. Pandanganku sejenak melihat ke arah luar. Aku terkejut badut itu datang lagi. Membawa balon dan selembar kertas. Seakan tau aku melihatnya, dia tersenyum kepadaku dan melambaikan tangannya. Aku langsung menutup gorden jendelaku. Aku berlari turun ke bawah menuju kamar Papaku.
“Pa ada badut mengerikan di luar” “Kamu ini ada-ada saja” “Viona jujur Pa”
Papa keluar mengecek apakah memang iya ada badut di sana. “Tidak ada loh Viona” “Tadi ada Pa di situ” “Mungkin itu badut yang lagi mengamen. Tapi kalau dipikir-pikir lagi tidak mungkin ada orang yang mengamen malam-malam” “Eh Pa, ada kertas” “Apa isinya?” “Aku akan membunuh sahabatmu” seketika tubuhku gemetar. Apa salah Karina? “Kalau begitu Karina sekarang dalam bahaya” “Aku akan segera ke sana” “Akan papa temani”
Aku dan Papa menuju ke tempat Karina. Sesampainya aku di sana, aku menggedor pintu dengan keras. Tidak ada respon dari dalam. Aku mencoba membuka pintu namun dikunci. Aku semakin khawatir. Papa mendobrak pintu belakang rumah Karina.
Aku mendapati Karina bersimbah darah di ruang tamu. Tubuhnya penuh dengan sayatan pisau, kepalanya mengalirkan darah merah segar. Aku menangis dengan keras. Sahabatku telah dibunuh badut psikopat itu.
“HEI DIMANA KAMU? KELUARLAH!” teriakku dengan isak tangis. “Aku di sini” badut itu muncul dari kamar Karina dengan membawa dua pisau, tajam dan tumpul. “Kenapa kamu membunuh sahabatku?” “Karena aku memiliki dendam kepadanya”
Polisi datang dan menodongkan senjata ke arah badut itu. Badut psikopat itu tak bisa berkutik lagi. Akhirnya dia ditangkap untuk dimasukkan penjara. Bukannya menyesali perbuatannya, badut itu tersenyum menjengkelkan.
Aku menangis sejadi-jadinya. Aku tidak mengira bahwa sahabatku akan meninggalkan aku begitu cepat. Karina sahabatku yang sangat baik.
Polisi masih menyelidiki kasus ini. Alasan badut itu menghabisi Karina ialah dia sakit hati karena Karina memutuskan hubungan dengannya. Karina tidak pernah bercerita kalau dia pernah ada pacar. Ya, mantannya itu yang menjadi badut psikopat, yang membunuh Karina. Badut itu ternyata tidak membunuh Karina saja. Dia juga telah membunuh orang-orang yang telah menyakiti hatinya. Dengan menyamar menjadi badut. Dia menghabisi orang lain. Aku berharap dia diberi hukuman setimpal.
Cerpen Karangan: Nazwa Andiva Salsabila Blog / Facebook: Nazwa Andiva Salsabila Hai! Namaku Nazwa Andiva Salsabila. Aku umur 15 tahun. Terima kasih udah mau baca cerpenku. Jangan lupa follow IG ku ya @Nazwa.A.Salsabila75. Thank you all 🙂
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 11 November 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com